17 Kota Belajar Tentang Smart City ke Pemkot Kendari

  • Bagikan
workshop smart city beberapa waktu lalu.Foto: Merry Malewa/SULTRAKINI.COM

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Smart city adalah sebuah konsep pembangunan kota dengan 6 dimensi yaitu ekonomi yang cerdas, mobilitas cerdas, lingkungan cerdas, masyarakat cerdas, cerdas dalam kehidupan dan akhirnya pemerintahan yang cerdas.

 

Hal ini diungkapkan Walikota Kendari, Asrun dalam workshop smart city beberapa waktu lalu. Workshop ini diikuti oleh 17 kota, diantaranya Sorong, Gorontalo, Parepare, Palopo, Kendari, Jayapura, Makassar, Baubau, Ambon, Ternate, Palu, Bitung, Tomohoa, Mobango, Tual, Tidore, dan Kepulauan.

 

Menurut Asrun, persoalan yang dihadapi kota saat ini semakin kompleks, hal ini disebabkan oleh terjadinya pergeseran jumlah populasi penduduk yang ada di daerah perkotaan. Persoalan tersebut tidak bisa ditanggulangi secara sepihak oleh unsur pemerintah saja, namun juga memerlukan sinergi dan kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat mulai dari komponen pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.

 

\”Kita menyadari bahwa salah satu hambatan kota di Indonesia dalam implementasi smart city adalah penerimaan konsep baru ini di masyarakat, ketersediaan dana dan teknologi, sumber daya manusia untuk mengelolanya yang masih terbatas,\”ujar Asrun saat berikan kata sambutannya.

 

Lanjutnya, namun hambatan tersebut bisa di kesampingkan, karena yang terpenting adalah adanya niat dari pemerintah setempat untuk membangun smart city.

 

Menurutnya juga, sangat tepat jika dalam kesempatan workshop smart city ini dapat melahirkan pemikiran yang konstruktif dan berbagai informasi serta pengalaman khususnya bagi kota yang sudah melaksanakannya. Agar kota yang belum melaksanakannya dapat belajar bagaimana membangun kota yang smart guna menuju kota yang berkelanjutan dan layak huni.

 

Sementar itu, Walikota Bogor, Bima Arya mengatakan, seperti yang disampaikan ketika penegakan hukum ke Mendagri bahwa dalam menyikapi wantiknas itu harus hati-hati, jangan sampai membatasi berlebihan hak asasi manusia atau warga negara dalam bidang politik.

 

\”Jangan ada deteksi berlebihan restresi atau pembatasan, sebaiknya di bidang lain, misalnya: penegakan hukum, pemberantasan korupsi, penyalahgunaan kewenangannya tetapi kalau ada hubungan kekrabatan kemudian ada kapasitas kenapa tidak. Yang terpenting lagi bagaimana tidak terjadi penyalahgunaan jabatan, kewenangan, korupsi dan sebagainya. Sekarang rakyat juga sudah semakin pintar menilai,\” jelasnya.

 

Menurutnya, setiap kota mempunyai potensi dan cara penataan kotanya, seperti kota bogar dalam persoalannya macet. Sedangkan di Kendari persoalan menggerakan roda perekonomian dengan membangun infrastruktur dan apa yang sudah dilakukan oleh walikota Kendari sudah betul.

 

Dalam program smart city yang lebih utama itu kebijakannya dulu, kemudian kultur terbangun, sisi terbangun, dan masyarakat terdidik, tercerahkan dan modalnya juga sudah ada.

 

\”Melek terhadap teknologi itu sudah sangat tinggi di Indonesia, tinggal bagaimana kita memanfaatkan untuk mencerdaskan bukan untuk malah pembunuhan terhadap masyarakat,\” ujar Bima Arya membagi pengalaman kepada peserta workshop

 

Ketua APEKSI komwil VI, yang juga Walikota Gorontalo, Marten A.Taha mengatakan, di kota-kota hampir semua seluruh Indonesia menerapkan program smart city yaitu sebuah program dalam rangka untuk pengelolaan pemerintahan yang berbasis Aiti, karena dianggap dengan pemanfaatan aiti ini, maka persoalan-persoalan yang ada di kota itu bisa teratasi dan ini adalah salah satu solusi.

 

Maka dengan menindak lanjuti bagaimana kota yang sudah lebih dahulu menerapkannya bisa ditularkan ke kota yang belum atau yang masih sementara, sehingga model konsep yang sudah dilakukan oleh Bandung, Bogor Kendari, Gorontalo, bisa ditularkan ke daerah-daerah.

 

\”Saya berharap agar tiap kota yang sudah ikut workshop ini, bisa menerapkan, mengadopsi, studi banding ke daerah yang sudah mempunyai pengalaman, sehingga mereka juga bisa terapkan di Kota mereka, tentunya dengan integrasi terhadap kearifan-kearifan lokal dan tentu juga kita tidak bisa melanggar adat-adat yang ada di Kota itu,\” tambah Marten A.Taha

  • Bagikan