232 Nelayan Rusak Selat Tiworo Sepanjang 2016

  • Bagikan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Muna Barat, La Djono (foto: Akhir Sanjaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA BARAT – Penggunaan alat tangkap pukat hela (trawls), rupanya masih marak terjadi di wilayah Selat Tiworo, Kabupaten Muna Barat (Mubar), Provinsi Sulawesi Tenggara. Buktinya, Dinas Kelautan dan Perikanan Mubar, mencatat 150 nelayan asal Kabupaten Bombana dan 82 nelayan Mubar melakukan trawls sepanjang tahun 2016 di Selat tersebut.

Padahal tindakan itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/Permen-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkap ikan pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan RI.

Apapun jenis pukat hela yang digunakan tetap saja dilarang keras, karena mengganggu ekosistem laut. Hasil tangkapannya pun tidak banyak termanfaatkan. Misalnya saja hasil kajian World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, hanya 18-40 persen hasil tangkapan tersebut bisa bernilai ekonomis dan layak dikonsumsi. Sedangkan 60-82 persen dibuang percuma tanpa dimanfaatkan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Mubar, La Djono, resah atas tindakan nakal para nelayan tersebut. Dijelaskannya, dampak kerusakan laut bisa diprediksikan, seperti kerusakan terumbu karang dan merusak rumput laut. Mirisnya, para nelayan yang tertangkap pun mengaku rela diproses hukum akibat perbuatannya, demi menghidupi keluarga mereka.

“Kedepanya kami akan rutin dalam melakukan patroli. Kalau ada yang kita temukan, kami akan tindak tegas. Pengalihan alat tangkap ini, membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah dalam membentuk kelompok nelayan dan koperasi nelayan,” ujarnya, Senin (6/03/2017).

Hasil laut Selat Tiworo juga dikenal dengan kepiting rajungannya. Sehingga oleh Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), menjadikan Selat Tiworo sebagai lokasi pilot proyek pengelolaan rajungan secara lestari dan berkelanjutan.

Laporan: Akhir Sanjaya

  • Bagikan