32 Burung Sitaan Dilepasliarkan di Tanjung Peropa

  • Bagikan
Pelepasliaran 32 Burung Perkici di Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa Moramo, Selasa (5/6/2018). (Foto: Gugus Suryaman/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Balai Karantina Kendari bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara, melepasliarkan 32 ekor Burung Perkici di Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, Selasa (5/6/2018).

Burung kicau berwarna dominan hijau itu merupakan hasil sitaan Balai Karantina bersama pihak Kepolisian Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Kendari, saat melakukan pengawasan di Pelabuhan Laut Kendari Rabu 30 Mei 2018 lalu.

Salah satu dokter hewan karantina Balai Karantina Kendari, drh. Rian Hari Suharto M.Sc, menjelaskan, burung-burung tersebut berasal dari Pulau Maluku yang diangkut dengan Kapal Sabuk Nusantara.

“Kedatangan di Kendari tidak dilengkapi dengan sertifikat kesehatan karantina, karena itu dilakukan tindakan karantina penahanan,” jelasnya kepada Sultrakini.com usai pelepasan burung di Kawasan Air Terjun Moramo.

Diketahui, pemilik burung tersebut bernama Firman. Dalam UU Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan pasal 6 huruf a, setiap media pembawa yang dibawa atau dikirim dari satu area ke area lain wajib dilengkapi dengan sertifikat karantina.

Pemilik sempat diberikan waktu 3×24 jam untuk melengkapinya. Namun, kata Rian, sampai batas waktu yang ditentukan ternyata pemilik tidak dapat melengkapinya.

Burung Perkici hasil sitaan Balai Karantina bersama Kepolisian KP3 Kendari, di Pelabuhan Laut Kendari Rabu 30 Mei 2018. (Foto: Gugus Suryaman/SULTRAKINI.COM)

Sebelum pelepasan, burung-burung tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya penyakit flu burung dan hasilnya negatif.

Balai Karantina lantas berkoodinasi dengan BKSDA untuk melakukan identifikasi burung liar tersebut. Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA Sultra, Anis Suratin, mengungkapkan, hasil identifikasi burung tersebut adalah jenis Perkici.

“Termasuk burung liar tapi bukan yang dilindungi. Tapi dalam aturannya, kalau untuk hobi setiap orang maksimal boleh memiliki dua ekor per jenis burung. Lebih dari itu harus ada sertifikat karantinanya,” jelas Anis.

Untuk keperluan konservasi dan kelestarian sumber daya alam, setelah dinyatakan sehat dan tidak membawa penyakit, burung Perkici tersebut lantas dilepasliarkan agar dapat berkembang biak sesuai habitat aslinya. Hal itu mengacu pada UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Polisi Kehutanan BKSDA Sultra, Samsul mengatakan, di Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa Moramo, burung-burung tersebut terjamin kehidupannya. Meski baru pertama kali dilakukan pelepasliaran burung dalam jumlah banyak di kawasan ini, namun ia yakin akan hidup dengan nyaman.

“Pasti bisa hidup di sini, tidak akan ada yang usik. Karena warga di sini juga sebagai penjaga kawasan,” ucap Samsul di lokasi pelepasliaran burung.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan