99 Persen Beras Dikonsumsi Warga Muna Didatangkan dari Luar Daerah

  • Bagikan
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Muna, La Ode Anwar Agigi. (Foto: LM Nur Alim/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA – Pemenuhan konsumsi beras di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara didominasi didatangkan dari luar daerah. Bahkan, nyaris seratus persen.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Muna, La Ode Anwar Agigi, mengaku beras yang dikonsumsi di wilayah Muna berasal dari lauar daerah dengan persentase 99 persen. Pihaknya pun berupaya menangani persoalan tersebut dengan dua pendekatan.

Pertama, mendorong perluasan kawasan tanam petani utamanya ladang kering sebab itulah yang dimiliki daerah.

“Bila mengandalkan sawah, teknologinya mahal, belum cetak sawahnya, belum pengadaan airnya, cukup besar dana yang mesti digelontorkan. Sementata lahan kering sangat luas dan biaya sedikit,” ucapnya, Minggu (4/7/2021).

Pedekatan kedua adalah peningkatan produktivitas gabah dalam kawasan tanam.

Kedua pendekatan tersebut dinamakan peningkatan serap gabah petani yang melekat pada program kelembagaan usaha milik petani atau Progalumani.

“Jadi kelompok yang kita bina membeli gabah petani dengan manfaat menumbuhkan minat petani menanam padi, karena pasar hasil panen petani langsung dibeli oleh kelompok tani yang dibina dinas dengan harga gabah minimal 4.000 perkilogram,” ucapnya.

Menurutnya, konsumsi beras di Muna cukup besar, untuk setiap orang di Muna sebanyak 98 kilogram pertahun atau 22.638.000 kilogram dengan jumlah penduduk 231.000 jiwa, sementara untuk nasional 114 kilogram pertahun perjiwa.

“Untuk mengetahui jumlah besaran uang yang dialokasi untuk konsumsi beras sebanyak 98 kilogram dikali harga beras per kilogam Rp 9.000 dikali jumlah jiwa sebanyak 231 ribu jiwa maka ada sekitar 200 miliar lebih uang yang beredar hanya untuk beras pertahun. Itu baru harga beras 9.000, belum kalau harga 10.000 karena harga beras di pasaran seperti itu,” jelasnya.

Dikatakannya, pemda memperkenalkan brand beras Muna Pae Wuna yang diproduksi oleh dua kelompok tani, yakni kelompok Tani Jaya di Desa Bente dan Lampiru di Desa Lapodidi.

Demi menunjang produksinya, pemda juga memberikan bantuan sarana prasarana dengan syarat gabahnya bisa dibeli kemudian dikeringkan dan berasnya diproduksi melalui kelompok tani.

Produksi kelompok tani kapasitasnya masih sangat kecil, kata La Ode Anwar, yang diakibatkan oleh modal cukup kecil.

“Kemungkinan kita mengusulkan akan difasilitasi oleh KUR dari pihak bank untuk mendapatkan dana minimal Rp 50 juta untuk membeli gabah,” tambahnya.

Beras Pae Wuna hasil kelompok tani dijual Rp 9.300 perkilogram untuk beras putih dan Rp 10.000 perkilogram untuk beras merah itu. Sementara yang dihasilkan di ladang lebih mahal, yaitu Rp 13.500.

Menurut La Ode Anwar, jika harus menempuh swasembada beras, pemda harus mempunyai lahan tanaman padi 5.500 hektare. Sementara luas tanam padi yang dimiliki wilayah Muna adalah lebih 1.000 hektare.

“Masih jauh untuk memenuhi luas tanam padi. Tapi bisa kita raih dengan luasan seperti itu untuk swasemba karena lahan kita masih luas. Kita hanya harus menumbuhkan minat petani untuk menanam padi hingga menghasilkan beras. Kita mencarikan solusi pascapanen sehingga petani tidak risau masalah pasar melalu kelompok tani,” terangnya. (B)

Laporan: LM Nur Alim
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan