Abu Sayyaf Minta Tebusan 100 Ribu Ringgit untuk Bebaskan Tiga Sandera Asal Wakatobi

  • Bagikan
Salah seorang korban penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. (Foto: Istimewa)
Salah seorang korban penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Setelah sebulan tak ada kabar, kini kelompok bersenjata Abu Sayyaf Philipina muncul dan meminta tebusan sebesar 100 ribu ringgit, agar tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang disantra dilepaskan.

Tiga WNI asal Kaledupa, Kabupaten Wakatobi yang disandera yaitu, Samiun Bin Maenu (27), Muhammad Farhan alias Semon (27) dan Maharudin Bin Lunani (48). Mereka ditangkap oleh kelompok Abu Sayyaf pada Senin 23 September 2019 saat melaut di perairan Pulau Tambisan, Sandakan Malaysia.

Istri korban Samiun, Mila, menjelaskan ia menerima kabar bahwa pihak Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 100 ribu ringgit Malaysia atau senilai lebih dari Rp 335 juta.

“Abu Sayyaf minta duit tebusan 100 ribu duit sini,” kata Mila saat dikonformasih melalui akun mesenger miliknya yang bernama Setia Qu Psti Fa, Rabu (23/10/2019).

Mila mengaku informasih tersebut, ia terima dari teman-teman suaminya. Pihak keluarga korban saat ini, hanya bisa pasrah dan berdoa agar ketiga korban dapat pulang ke tanah air dengan keadaan selamat.

Mila mengaku, telah ada perwakilan dari Duta Besar Republik Indonesia bertemu Duta Besar Negara Philipina untuk membicarakn diplomasi pembebasan sandera.

Penculikan WNI asal kabupaten Wakatobi oleh kelompok Abu Sayyaf sudah terjadi beberapa kali yaitu, pada 5 November 2016, dua warga Wakatobi, La Utu Bin Raali dan La Hadi Bin La Adi menjadi korban penculikan kelompok Abu Sayyaf. Keduanya berhasil dibebaskan pada Jumat 19 Januari 2018.

Kemudian, pada akhir Desember 2018, kelompok itu kembali berulah dengan menculik Heri (30) dan Hariadin (43), di perairan sandakan, Sabah Malaysia. Namun sayangnya, satu diantaranya tewas saat terjadi kontak senjata antara tentara Philipina dengan Abu Sayyaf saat proses pembebasan sandera.

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan