Advokasi Muslim Gugat Facebook

  • Bagikan
Ilustrasi
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: Facebook Inc digugat karena dinilai telah keliru mengawasi konten-konten anti-Muslim sehingga berpotensi menimbulkan ujaran kebencian dan pelecehan terjadap muslim.

Muslim Advocates yang berbasis di AS mengajukan gugatan di pengadilan tinggi Washington pada Kamis (8 April 2021). Mereka mengklaim jaringan sosial terbesar di dunia telah gagal menghapus konten yang melanggar aturannya terhadap ujaran kebencian, termasuk organisasi anti-Muslim dan halaman yang ditandai oleh organisasi hak asasi dan para pakar..

Facebook sendiri telah meyakinkan anggota parlemen dan pejabat pemerintah lainnya bahwa perusahaan memberlakukan kebijakan tersebut.

Media platform seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan lainnya secara umum dapat menghindari tuntutan hukum karena tidak menghapus konten melanggar, berdasarkan undang-undang federal tahun 1996 yang secara luas melindungi platform internet dari tanggung jawab atas konten yang diposting oleh pengguna.

Namun dalam kasus ini, kelompok nirlaba Muslim Advocates mengklaim bahwa pejabat Facebook melanggar undang-undang perlindungan konsumen lokal dengan secara keliru berjanji bahwa perusahaan akan menghapus konten yang melanggar standar moderasi.

“Setiap hari, orang biasa dibombardir dengan konten berbahaya yang melanggar kebijakan Facebook tentang perkataan yang mendorong kebencian, penindasan, pelecehan, organisasi berbahaya, dan kekerasan,” menurut gugatan tersebut. “Serangan kebencian dan anti-Muslim sangat meluas.”

Gugatan itu menyatakan bahwa konten-konten itu termasuk laman-laman dan kelompok-kelompok dengan nama-nama yang membandingkan Muslim dengan bahasa-bahasa yang kurang etis.

Platform media sosial sudah sejak lama menjadi sorotan mengenai cara mereka menangani ujaran kebencian, konten kekerasan, dan aktivitas ilegal lainnya di platform tersebut.

Pada Juli 2020, Facebook merilis hasil audit hak-hak sipil yang ditugaskan oleh perusahaan. Hasil audit itu menyatakan Facebook harus menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk mempelajari dan menangani kebencian terorganisasi terhadap Muslim dan kelompok sasaran lainnya di platform tersebut.

“Kami tidak mengizinkan ujaran kebencian di Facebook dan secara berkala bekerja dengan para ahli, organisasi nirlaba, dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah tempat yang aman bagi semua orang, mengakui bahwa retorika anti-Muslim bisa dalam bentuk-bentuk yang berbeda,” kata juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters. “Kami telah berinvestasi dalam teknologi kecerdasan buatan untuk menghapus perkataan yang mendorong kebencian, dan kami secara proaktif mendeteksi 97 persen dari apa yang kami hapus.”

Gugatan, yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Distrik Columbia di Washington, menuduh bahwa Facebook, Chief Executive Mark Zuckerberg, Chief Operating Officer Sheryl Sandberg, dan eksekutif lainnya melanggar undang-undang perlindungan konsumen distrik itu melalui pernyataan mereka tentang penghapusan konten yang melanggar aturan.

Zuckerberg telah menghadiri pertemuan kongres tujuh kali sejak 2018. Dia mengatakan kepada anggota parlemen bahwa perusahaan akan menghapus konten yang melanggar kebijakan Facebook, termasuk unggahan yang menyerukan kekerasan atau dapat menyebabkan risiko cedera fisik.

Namun, perusahaan tersebut dikritik oleh organisasi hak sipil, yang mengatakan tidak menegakkan aturan ini secara tidak konsisten.

Gugatan tersebut meminta hakim untuk menyatakan bahwa pernyataan eksekutif Facebook melanggar “Undang-Undang Prosedur Perlindungan Konsumen Washington DC” dan menuntut kompensasi bagi Muslim Advocates.

Salah seorang juru bicara Facebook mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Kami tidak mengizinkan ujaran kebencian di Facebook dan secara teratur bekerja dengan para ahli, nirlaba, dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah tempat yang aman bagi semua orang, mengenali retorika anti-Muslim dapat mengambil bentuk yang berbeda. ”

 Juru bicara tersebut mengatakan perusahaan berinvestasi dalam teknologi AI untuk mendeteksi dan menghapus perkataan yang mendorong kebencian di platformnya.

Editor: M Djufri Rachim (Sumber: VOA/Hidyatullah)

  • Bagikan