SULTRAKINI.COM:KENDARI – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sulawesi Tenggara menilai Ketua DPRD Bombana, Arsyad tidak konsisten dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Hal itu berawal dari sikap Ketua DPRD Bombana tidak turun langsung ke lokasi produksi tambang PT Panca Logam Makmur (PLM), PT Panca Logam Nusantara (PLN), dan PT Anugrah Alam Buana Indonesia (AABI) di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara. Padahal ketua DPRD Bombana bersepakat dengan mahasiswa yang tergabung dalam Konsorsium Forum Mahasiswa Bombana Bersatu bersama Institute Demokrasi dan Sosial Indonesia ketika aksi di DPRD Bombana beberapa waktu yang lalu. Ia menyampaikan akan turun langsung ke PT PLM untuk memastikan tuntutan massa aksi.
Saat itu massa aksi meminta DPRD Bombana segera melakukan fungsi pengawasan terkait aktivitas pertambangan emas di Desa Wuumubangka. Sebab, perusahaan tersebut melakukan pertambangan emas menggunakan izin perpanjangan yang diduga cacat prosedural atau cacat hukum dan melakukan kejahatan lingkungan.
Ketua BADKO HMI Sultra, Sulharjan mengaku klarifikasi ketua DPRD Bombana baru-baru ini memperlihatkan lemahnya taring DPRD Bombana.
“Saya mengajak ketua DPRD untuk konsisten dan fokus pada kesepakatan yang dibuat bersama. Poinnya adalah akan bersama-sama berkunjung ke lokasi untuk melakukan penghentian aktivitas (sementara waktu) PT PLM,” ujarnya, Kamis (30/7/2020).
Dikatakannya, klarifikasi atau jawaban ketua DPRD Bombana justru mengundang curiga keberpihakannya bukan lagi pada kepentingan rakyat. Sebab, saat mahasiswa melakukan demonstrasi di Kantor DPRD yang diterima oleh ketua DPRD Bombana dan beberapa anggota DPRD menghasilkan dua kesimpulan yang dimuat secara tertulis dalam berita acara nomor: 170/003/BA-RAPAT/DPRD/VI/2020.
“Sikap ketua DPRD ini memperlihatkan ketidakbecusannya memimpin lembaga terhormat DPRD Bombana,” tegas Sulharjan.
Dijelaskan Sulharjan, kesepakatan pertama dengan DPRD Bombana adalah sama-sama sepakat akan dilakukan rapat dengar pendapat dan akan memanggil instansi terkait, tetapi yang hadir pada saat RDP adalah orang yang tidak mempunyai kewenangan untuk menjelaskan izin perpanjangan PT PLM. Termasuk pihak perusahaan tidak ikut dalam RDP tersebut.
“Ketidakhadiran pihak PT PLM semakin menguatkan dugaan mahasiswa yang tergabung dalam FMBB bahwa apa yang menjadi tudingan kami itu benar adanya, pihak perusahaan mangkir dari RDP,” tambahnya.
Pihaknya menduga kuat PT PLN dan PT AABI tidak mengantongi izin dalam aktivitas pertambangannya. Izin kedua perusaan tersebut sudah mati dan tidak diperpanjang lagi. Atas dasar itulah gelombang penolakan pemuda dan mahasiswa terhadap PT PLM, PT PLN, dan PT AABI masih berlanjut.
“Dalam berita acara tersebut di poin kedua berbunyi bahwa DPRD akan bersama-sama dengan FMBB dan IDI-Si untuk turun ke lokasi dalam rangka menghentikan aktivitas pertambangan tersebut, apabila perusahaan tersebut tidak memiliki izin,” sambung Sulharjan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Bombana, Arsyad membenarkan pihaknya sepakat akan turun bersama-sama mahasiswa mengecek langsung PT PLM untuk mengecek keabsahan operasi perusahaan tersebut.
Ia berdalih tidak turun langsung mengecek lokasi disebabkan pihaknya melalui Komisi II memastikan dokumen PT PLM di Dinas ESDM Sultra. Hasilnya yang ditunjukan kedua perusahaan itu memiliki izin, PT PLM izinnya diperpanjang sementara PT AABI sampai 2021.
“Secara administarsi mereka memiliki izin, apa gunannya kita turun. Tidak ada gunanya kita turun. Saya kan menjaga marwah kantor,” tepisnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Mondal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Sultra, Masmuddin membenarkan PT PLN dan PT AABI memiliki izin namun berakhir sejak Januari 2020.
“Dua perusahaan ini tidak boleh melakukan produksi karena belum ada perpanjangan izinnya,” jelasnya saat ditemui di ruangannya beberapa waktu yang lalu.
Jika PT PLN dan PT AABI masih melakukan penambangan, mereka sendiri yang bertanggung jawab.
“Seharusnya mereka sudah ‘angkat kaki’ dari situ karena memang belum melakukan perpanjangan izin,” tambahnya. (C)
Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido