Aman Konkrit, Hugua Primadona, Rusda Pelan

  • Bagikan
cagub dan cawagub sultra.Foto:Ramayanto.SULTRAKINI.COM

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Debat kandidat Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2018-2023 putaran pertama, cukup menarik. Suasana hidup dan berlangsung damai. Beberapa hal menjadi daya pikat debat ini.

Hal menarik pertama adalah tampilnya Hugua sebagai single fighter, apalagi media sudah mengulas itu sebelum hari pelaksanaan debat berlangsung. Tanpa pasangannya, Asrun, penampilan Hugua sangat ditunggu baik lawan maupun pendukungnya. Untungnya, host acara, Aviani Malik, membacakan salah satu tata tertib sebelum debat, yakni kandidat tidak diperkenankan memberi pertanyaan yang menyinggung personal kandidat lain.

Kedua, gestur tubuh. Cagub nomor urut 1, Ali Mazi, pada sesi pertama debat membaca teks visi misi Aman-Maju-Sejahtera-Bermartabat_nya di hadapan publik yang cukup “membosankan” karena dibaca tanpa ekspresi dan terkesan tidak dikuasai.

Cawagub nomor urut 2, Hugua, justru tampak percaya diri dengan memaparkan kepanjangan Sultra EMAS 2023, yang menjadi visinya. Dengan ciri khas bersemangatnya, Hugua tuntas menjelaskan dalam waktu tiga menit.

Sementara Cagub nomor urut 3, Rusda Mahmud, antara pelan atau memang lambat mentransformasikan ide ke dalam retorika, tak mampu menjelaskan gagasan Sultra Cepat dengan Pemenuhan 7 Hak Dasar Masyarakat secara konkrit dalam waktu singkat, yang bahkan sampai pada sesi penajaman visi misi. Tampak kalah nyali di arena.

Selanjutnya, dalam menjawab pertanyaan dari panelis, disebutkan Aviani ada lima profesor yakni Prof. Zamrun, Prof. Weka Widiati, Prof. R. Marsuki Iswandi, Prof. H. La Sara, dan Prof. Hasanuddin Bua, ada yang menjawab secara konkrit, ada yang tinggi bermimpi, ada pula yang tidak nyambung antara pertanyaan dan jawaban.

Untuk tema reformasi birokrasi dengan pembahasan tata kelola pemerintahan dan inovasinya, pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas menitikberatkan peningkatan tunjangan aparatur dan pemanfaatan teknologi.

Sedangkan pasangan Asrun-Hugua (yang dijelaskan oleh Hugua sendirian), mengutamakan perubahan mindset atau cara pandang dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan serta pemberian reward.

Sementara Rusda-Syafei, akan mengelola pemerintahan seperti mengelola perusahaan, dengan memberikan keteladanan kepada aparatur untuk melakukan tugas sebagai pemerintah.

Di tema pelayanan publik, Lukman Abunawas tak menjelaskan secara detail solusinya dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Hugua, ingin menyekolahkan semua anak di Sultra dengan bermodalkan tiga jenis kartu pintar (nasional, provinsi, kabupaten/kota). Syafei Kahar hanya menjelaskan sistem perizinan satu pintu tanpa inovasi baru.

Pada tema peningkatan kualitas hidup masyarakat, Ali Mazi membanggakan pembangunannya selama menjadi Gubernur Sultra periode 2003-2008. “Saya tidak bisa bicara banyak di sini, karena saya sudah membuktikan saat menjadi gubernur,” kata Ali Mazi sembari mengungkit badnara dan tugu persatuan. Kata dia, infrastruktur jalan dan jembatan menjadi prioritas.

Hugua justru bermimpi mengangkat nama Sultra ke tingkat internasional dengan pariwisatanya. Sedikit jumawa, Hugua membanggakan Wakatobi yang kini masuk 10 besar destinasi wisata Indonesia dan ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia di Paris. Potensi Sultra ini modal jangka panjang menuju kesejahteraan masyarakat ke depan, dengan menekankan pendekatan kultural dan pelatihan keterampilan.

“Bro, apa prestasi anda yang mampu menggetarkan dunia?” ujar Hugua kepada pasangan Ali Mazi-Lukman, yang dijawab konkrit oleh LA, bahwa Konawe menjadi lumbung padi nasional.

Rusda, bahkan tak mampu menjelaskan solusi permasalahan PDAM secara keseluruhan. Rusda lebih memilih peningkatan SDM melalui mengatur pola pikir sampai mengadakan pelatihan termasuk ke pegawai PDAM.

“Di visi misi kami ada satu tahun mengatur pola pikir masyarakat, mengadakan pelatihan, termasuk pegawai PDAM. Kalau sudah miliki ilmu yang tinggi, pengetahuan yang tinggi, skill yang tinggi, sikap yang baik, maka seluruh keraguan itu tidak ada. Di Kolaka Utara PDAM nya sehat, karena sehatnya sampai namanya dihilangkan,” kata Rusda.

Debat kandidat selama 1,5 jam itupun berlangsung menarik sekaligus lucu dan greget. Ali Mazi-Lukman Abunawas yang tampil percaya diri karena satu-satunya yang pernah menjadi gubernur, merasa paling berpengalaman. Ali Mazi terkesan menyamakan mengelola Sultra di tahun 2003-2008 dengan 2018-2023.

Hugua tampil dengan ceplas-ceplos, sempat salah sasaran saat mengajukan pertanyaan. Sapaan “bro” kepada lawan-lawannya, gaya khas yang luwes serta penggunaan istilan dan bahasa Inggris, menjadi primadona dengan berbagai pendapat terhadapnya. Ada obrolan di WhatsApp grup, yang menganggap gaya itu tak boleh ditiru.

Pasangan Rusda-Safei, sejak awal tampil menunjukkan tampang tidak bersemangat. Beberapa kali tak mampu menyesuaikan waktu menjawab pertanyaan baik dari panelis maupun kandidat lain.

Catatan lain dari debat kandidat, Kamis (5/4/2018) malam ini, para pendukung maupun penonton tak dapat masuk ke lokasi debat. Ditemukan oknum yang terindikasi “menjual” undangan agar bisa masuk ke dalam Ballroom Hotel Clarion Kendari. Sementara pantauan wartawan SultraKini.com, masih banyak kursi kosong di dalam ruangan.

 

Gugus Suryaman

  • Bagikan