Anggaran PKH Naik pada 2019, Ini Cara Pembagiannya

  • Bagikan
2019 Anggaran PKH Naik Rp 34,4 Triliun, Ini Cara Pembagiannya.foto: Kumparan
2019 Anggaran PKH Naik Rp 34,4 Triliun, Ini Cara Pembagiannya.foto: Kumparan

SULTRAKINI.COM: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganggarkan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi Rp 34,4 triliun pada 2019. Dana ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun ini Rp 19,3 triliun.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, mengungkapkan kenaikkan anggaran PKH guna menurunkan tingkat kemiskinan yang masih di atas sembilan persen.

“Ini sebetulnya mengembalikkan pengeluaran untuk kelompok miskin,” ujar Sri Mulyani, dikutip dari laman resmi Setkab, Selasa (11/12).

Sri Mulyani juga menjabarkan 2019, pemerintah akan mengeluarkan belanja negara Rp 2.461,1 triliun, yang dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat Rp 1.634,3 triliun dan pemerintah daerah Rp 855,45 triliun. Sementara penerimaan negara tahun depan ditetapkan sebesar Rp 2. 165,1 triliun.

Tak hanya menaikkan anggaran PKH, pemerintah pada tahun depan rencananya akan mengubah skema penyaluran bantuan sosial tersebut. Penyaluran PKH yang semula dipukul rata untuk setiap keluarga, bakal dibedakan berdasarkan kebutuhan masing-masing keluarga penerima.

Jika tahun ini bantuan hanya Rp 1,89 juta per keluarga per tahun, pada 2019 bantuan dinaikkan Rp 2 juta hingga tercatat Rp 3,5 juta per keluarga per tahun.

Hal ini dipertegas oleh Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna dengan tema kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal 2019 di Istana Negara, Senin (5 Maret 2018).

“Tahun depan, saya minta agar rupiah diberikan kepada peserta PKH agar bisa paling tidak dilipat dua kali,” ucap Jokowi.

Ungkapan yang sama turut disampaikan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI, Harry Hikmat bahwa dana PKH tahun depan bertambah signifikan dibanding sebelumnya.

“Ada political will kuat dari bapak Presiden RI, Jokowi yang direspons DPR melalui Komisi VIII dan Badan Anggaran. Mereka menyetujui kenaikkan bantuan sosial untuk PKH sebesar Rp 15 triliun. Dari posisi Rp 19,3 triliun, menjadi Rp 34,4 triliun,” jelas Harry di Jakarta, Rabu (28/11).

Menurutnya, bantuan ini akan disalurkan dengan mempertimbangkan beban tanggungan dari setiap keluarga. Artinya, besaran nilai setiap penerima bantuan tahun depan tidak akan sama. “Kalau tahun ini flat Rp 1,8 juta setiap keluarga, tahun depan akan diperhitungkan indeks bansos yang bervariasi atau nonflat,” beber dia.

Penghitungan indeks kenaikkan nilai dana bansos PKH itu terdiri dari ibu hamil atau keluarga yang memiliki balita, sebesar Rp 2,4 juta per tahun, keluarga yang memiliki anak SD indeks bantuannya Rp 900.000, keluarga yang memiliki anak SMP bantuannya Rp 1,5 juta, keluarga yang SMA Rp 2 juta.

Sedangkan bagi keluarga yang tinggal bersama lanjut usia 60 tahun ke atas akan mendapat tambahan Rp 2,4 juta per jiwa, keluarga yang tinggal bersama penyandang disabilitas berat mendapatkan tambahan Rp 2,4 juta per jiwa, dan bantuan tetap sebesar Rp 550.000 per tahun per keluarga.

“Bantuan PKH nonflat akan diterapkan mulai Januari 2019,” terang Harry.

Asumsi kenaikkan besaran dana bansos itu sudah dihitung secara rasional karena di antaranya melibatkan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), Bank Dunia, serta Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Kenaikkan besaran indeks bantuan sosial yang signifikan diperkirakan akan mengurangi tingkat kemiskinan secara nyata karena komponen bantuan sudah disesuaikan dengan kebutuhan setiap keluarga yang berbeda-beda.

“Tingkat kemiskinan saat ini di kisaran 9,82 persen. Dengan naiknya besaran bantuan sosial, tingkat kemiskinan diestimasi bisa ditekan menjadi 9,3 persen hingga 9,5 persen di akhir 2019. Berarti target menekan tingkat kemiskinan dalam RPJMN sebesar 8,5 persen hingga 9,5 perse itu bisa tercapai,” jelas Harry yang berafiliasi dengan Kemenko PMK tersebut.

Harry menjelaskan, tujuan yang ingin dicapai dari penyaluran dana bantuan sosial, di antaranya mengurangi gizi buruk, mencegah stunting, meningkatkan kualitas hidup 1.000 hari pertama, dan menekan angka putus sekolah dari SMP ke SMA, serta dari SMA ke perguruan tinggi. Sebab, dari program tersebut ada perhatian khusus bagi ibu hamil dan memiliki balita serta anak SMP dan SMA.

Dari berbagai sumber

Laporan: Hariati

  • Bagikan