Apa itu Outsourcing, Pengganti Ketika Honorer Dihapus?

  • Bagikan
Ilustrasi (Antara foto/Jojon)

SULTRAKINI.COM: Pemerintah Indonesia merencanakan akan menghapus tenaga honorer pada 2023. Lalu apa yang menganti posisi tersebut?

Dilansir dari Kemenpan RB, berdasarkan surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022, perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah akan menghapuskan tenaga honorer secara resmi paling lambat 28 November 2023.

Menteri PANRB, Tjahjo Kumolo mengimbau kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi untuk menyelesaikan persoalan pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) yang tidak memenuhi syarat atau tidak lulus seleksi CPNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Tjahjo memberikan solusi dari persoalan tersebut dengan merekrut outsourcing atau tenaga alih daya sesuai dengan kebutuhan instansi masing-masing.

“Jadi PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta,” jelas Menpan RB pada 31 Mei 2022.

(Baca: Alasan Pemerintah Menghapus Tenaga Honorer)

Outsorcing adalah istilah dalam ketenagakerjaan, yakni tenaga alih daya. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, outsourcing merupakan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (subkon).

Penyerahan sebagian pekerjaan tersebut dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau melalui penyediaan jasa pekerja atau buruh.

Keputusan ini diambil karena pemerintah prihatin akan penanganan dan penyelesaian tenaga honorer yang mengabdi di instansi pemerintahan. Kebijakan kesepakatan penanganan tenaga honorer oleh pemerintah, diatur dalam PP Nomor 48/2005 jo PP Nomor 43/2007 dan terakhir diubah dalam PP Nomor 56/2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS.

Sedangkan penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan THK-II) merupakan amanat dari UU Nomor 5/2014 tentang ASN. Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan bahwa pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.

“PP No. 49/2018 diundangkan pada 28 November 2018, maka pemberlakuan lima tahun tersebut jatuh pada 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK,” jelas Menteri Tjahjo.

Tjahjo juga menegaskan, PP mengamanatkan untuk memberikan kepastian status kepegawaian kepada non-ASN untuk menjadi ASN yang telah memiliki standar penghasilan.

Sedangkan tenaga ahli daya (outsourcing) di perusahaan, pengupahannya tunduk pada UU ketenaga kerjaan, yakni adanya upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).

“Kalau statusnya honorer, tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh,” tambahnya.

Data 2018-2020, sebanyak 438.590 THK-II mengikuti seleksi CASN (CPNS dan PPPK). Per Juni 2021 (sebelum pelaksanaan seleksi CASN 2021), terdapat sisa THK-II sebanyak 410.010 orang.

Dari 410.010 orang THK-II tersebut, terdiri atas tenaga pendidik sebanyak 123.502 orang, tenaga kesehatan 4.782 orang, tenaga penyuluh 2.333 orang, dan tenaga administrasi 279.393 orang.

Sejumlah 184.239 orang dari tenaga administrasi tersebut berpendidikan D-III ke bawah yang sebagian besar merupakan tenaga administrasi kependidikan, penjaga sekolah, administrasi di kantor pemda, dan administrasi di puskesmas/rumah sakit.

Pada seleksi CASN (CPNS dan PPPK) 2021, terdapat 51.492 THK-II yang mengikuti seleksi. Sementara yang lulus seleksi masih dalam proses penetapan NIP dan pengangkatan. (B)

Laporan: Elsa Claudia
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan