Bahaya Penyakit Cacing Anisakis Dalam Ikan Kaleng pada Manusia

  • Bagikan
Drh. Agus Karyono, M.Si

SULTRAKINI.COM: Akhir-akhir ini dari Pekanbaru Riau, kita dikejutkan dan digegerkan oleh adanya temuan cacing mati di produk ikan Mackarel dalam kemasan. Menurut rilis Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM), sebanyak 27 merek produk ikan Makarel positif mengandung cacing. Ke-27 merek itu terdiri atas 138 bets ikan Makarel kalengan. Sebanyak 16 merek, di antaranya merupakan impor dan 11 lainnya produk lokal, tetapi berbahan baku impor dari Negara Cina.

Penemuan 27 merek mengandung cacing parasit itu merupakan hasil dari pengujian terhadap 541 sampel ikan dalam kemasan kaleng yang terdiri dari 66 merek yang beredar di seluruh Indonesia.

Pemerintah langsung mengambil langkah cepat dan tegas dengan menarik seluruh produk ikan Mackerel kalengan produksi bets tersebut, dan tidak boleh beredar ke masyarakat. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah juga melakukan audit komprehensif ke tempat produksinya. Audit komprehensif ini dilakukan untuk memeriksa proses yang dilakukan secara menyeluruh serta mengidentifikasi titik kritis yang memungkinkan standar mutu dan keamanan produk akhir tidak terpenuhi.

Foodborne Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia. Berbagai fakta telah menunjukkan bahwa, zoonosis berpotensi merugikan jauh lebih besar dibandingkan kerugian akibat perang. Perkembangan zoonosis dalam beberapa tahun belakangan menjadi tanda akan hadirnya ancaman yang mematikan bagi umat manusia. Kondisi ini membuat dunia menjadi khawatir. Menurut laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa, lebih dari 250 jenis penyakit merupakan Foodborne disease. Sebagian besar penyakit tersebut bersifat infeksius yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun parasit.

Ditinjau dari aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Anisakis dikategorikan sebagai “Foodborne Zoonosis”, yaitu penyakit hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan. Beberapa penyakit yang tergolong Foodborne zoonosis, di antaranya Penyakit sapi gila (Mad cow) atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) ditularkan melalui daging sapi yang mengandung Specified Risk Material (SRM) oleh prion. Sejenis protein abnormal yang infeksius. Penyakit ini menyebabkan otak manusia seperti spons.

Salmonellosis yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp pada susu yang menyebabkan diare. Penyakit Anthrax ditularkan melalui daging sapi, domba, kambing yang mengandung bakteri Bacillus anthracis yang menyebabkan lesi pada kulit dan pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Penyakit Toxoplasmosis yang menyebabkan keguguran pada wanita hamil disebabkan oleh parasit sejenis protozoa Toxoplasma gondii ditularkan lewat daging, jerohan babi, dan daging kambing yang dimasak tidak sempurna (setengah matang) stadium takizoit.

Saat ini zoonosis tidak hanya terjadi pada saat manusia kontak langsung dengan hewan, tetapi dari makanan yang berasal dari hewan.

Anisakiasis
Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk didalamnya ikan. Iklim Indonesia yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan kondisi ideal yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan berbagai macam spesies parasit pada ikan. Penyakit pada manusia yang disebabkan karena mengkonsumsi ikan yang mengandung larva hidup parasit cacing anisakis dinamakan Anisakiasis. Larva parasit cacing tersebut, terdapat dalam daging ikan. Cacing tersebut, termasuk dalam golongan Nematoda (golongan cacing yang berbentuk seperti tambang) yang hidup dalam tubuh ikan air laut. Siklus hidupnya melibatkan ikan dan mamalia air. Cacing dewasa ditemukan pada mamalia laut, seperti ikan paus dan lumba-lumba.

Beberapa spesies cacing di antaranya Anisakis pegreffii, Anisakis physeteris, anisakis schupakovi. Jenis-jenis ikan di negara sub tropis yang menjadi tempat hidup cacing tersebut adalah ikan salmon, ikan cod, ikan hering. Sementara jenis ikan di Indonesia yang sering menjadi habitat cacing anisakis adalah ikan kakap, kerapu, kembung, kuwe, dan berbagai macam jenis ikan karnivora lainnya.

Angka prevalensi cacing anisakis dalam tubuh ikan sangat bervariasi tergantung pada musim. Akibat pengaruh iklim global, diduga ikan-ikan yang hidup dibelahan negara subtropik menular pada ikan-ikan di daerah tropis. Temuan cacing pada ikan air laut sudah lama dilaporkan. Berbagai penelitian yang dilakukan sejak saat itu menunjukkan bahwa, prevalensi anisakis dari tahun ketahun semakin meningkat. Namun kurang mendapat perhatian (Nurcahyo, 2014).

Penyakit anisakis banyak menyerang orang-orang Jepang dan Cina, dikarenakan budaya mengkonsumsi ikan mentah yang sudah turun temurun.

Cara penularan ke manusia dan akibatnya
Penularan ke manusia terjadi jika kita mengkonsumsi ikan mentah, ikan yang dipanaskan tidak sempurna, ikan dimasak hotplate atau makan ikan mentah yang tidak dibekukan dahulu di dalam freezer yang terinfeksi larva cacing anisakis.

Cara-cara pemasakan di atas memungkinkan telur cacing masih aktif. Bila dikonsumsi akan menimbulkan infeksi larva yang menetas dari telur anisakis masuk menembus (menempel) pada dinding usus. Di dalam tubuh ikan, cacing anisakis menempati lokasi yang bervariasi ada di bagian otot (daging ikan), organ dalam, dan usus.

Secara fungsional, organ usus mamalia laut mirip dengan manusia sehingga Anisakis dapat menginfeksi manusia. Akibat yang timbul jika manusia terinfeksi cacing anisakis adalah reaksi alergi yang ditandai dengan rasa gatal-gatal yang berlebihan (reaksi anafilaksis), diiringi dengan gejala muntah, hipersalivasi, radang saluran pencernaan, diare, dan bila tidak segera dibawa ke dokter akan berakibat kematian. Kita sering mengenalnya sebagai keracunan ikan laut.

Bagaimana jika manusia mengkonsumsi ikan sarden atau mackarel yang di dalamnya terdapat cacing anisakis, secara langsung tidak berakibat apa-apa, karena ikan sudah dimasak dengan pemanasan suhu tinggi. Dalam kondisi demikian, tentunya cacing anisakis sudah mati akibat pemasakan. Proses pemasakan ikan dalam kaleng telah menggunakan suhu 1.210 celcius selama 2,5 menit sehingga dengan treatment ini, larva pada daging ikan tersebut mati sehingga tidak dapat menginfeksi. Ini hanya masalah estetika saja, terkesan jijik dan jorok. Selain itu dari sisi higienis, tentu tidak baik kalau kita makan makanan yang mengandung cacing.

Pencegahan
Ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Protein hewani berfungsi membantu meningkatkan kecerdasan otak. Kandungan lemak dan omega 3 nya sangat tinggi dan baik untuk kesehatan.

Makan ikan laut tidak berbahaya asal diproses dengan benar sehingga cacing dipastikan sudah mati. Pemanasan minimum 650 celcius selama 1 menit atau pembekuan pada suhu minus 350 celcius (pembekuan cepat atau blast freezing) selama minimum 15 jam yang dilakukan terhadap ikan yang mengandung larva akan mematikan larva. Semoga ini menjadikan hikmah kewaspadaan bagi kita semua, bila ingin mengkonsumsi ikan laut.

Polemik bahaya makan ikan yang bercacing perlu disikapi dengan bijak. Apalagi di bawah kendali Ibu Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang gencar mensosialisasikan dan melaksanakan progam Gemar Makan Ikan (Gemari). Dikhawatirkan jika tidak mendapatkan informasi yang tepat dan benar akan dapat menurunkan animo masyarakat makan ikan laut.

Oleh: Drh. Agus Karyono, M.Si
Kepala Seksi Karantina Hewan Balai Karantina Pertanian Kendari juga Alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada 2002.

  • Bagikan