SULTRAKINI.COM: BANDAR LAMPUNG-Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 April 2015, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ternyata tidak membawa berkah bagi pengusaha di Lampung. Para pemilik asphalt mixing plant (AMP), batching plant, dan pemilik batu andesit Lampung cuma jadi penonton.
Ironisnya, menurut mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Provinsi Lampung H. Faishol Djausal, empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemenang tender JTSS membawa subkontraktor dari luar Lampung untuk menyuplai batu, hotmix, dan beton. “Kalau semua dibawa dari luar Lampung, berarti pengusaha Lampung ini cuma jadi penonton,” kata Faishol di Bandar Lampung, Sabtu (22/10/2016).
Megaproyek JTTS yang menelan dan Rp1.196 triliun itu, berada di Lampung Selatan sepanjang 104,7 km dengan luas 1.867,70 ha, Pesawaran sepanjang 5,60 km dengan luas 135,18 ha, dan Lampung Tengah sepanjang 30,11 km seluas 668,48 ha. Ada empat BUMN yang ditunjuk menjadi kontraktor yakni Pembangunan Perumahan, Waskita Karya, Adhi Karya, dan Wijaya Karya di bawah konsorsium Hutama Karya.
Sejak proses pembebasan dan pembangunan JTTS, keterlibatan pengusaha lokal baru sebatas suplai batu andesit. Itu pun dalam volume yang sangat rendah. Sulitnya pengusaha Lampung terlibat dalam pembangunan JTTS, menurut Faishol, karena aturan main dibuat bertele-tele. “Misalnya, pembayaran dibuat lama enam hingga tujuh bulan. Penawaran harga batu, hotmix, dan beton dibuat rendah, sehingga pengusaha lokal tak berani ikut,” kata Faishol yang juga pemilik PT Rindang Tigasatu Pratama itu.
Keprihatinan Faishol yang juga Ketua Asosiasi Aspal dan Beton Indonesia (AABI) Lampung masa bakti 2000-2006 itu, banyaknya muncul AMP, bacthing plant, dan stone crusher (pemecah) batu dari luar Lampung. Padahal di Lampung jumlah cukup, bahkan kini mencapai 19 unit. “Kami tak menghalangi investasi masuk Lampung, tapi jangan kuasai semua. Pengusaha Lampung ini cuma minta 20% dari total proyek itu agar tak jadi penonton di rumah sendiri,” kata Faishol.
Kemampuan pengusaha Lampung menurut Ketua LPJKD Provinsi Lampung Tubagus Rifa’at setara dengan subkontraktor yang dibawa keempat BUMN tersebut ke Lampung. “Selama ini kan mereka yang mengerjakan proyek-proyek nasional di Lampung, seperti pemeliharaan jalan lintas sumatera. Artinya, secara kualitas bahan baku yang dipakai sesuai spek nasional dan melalui uji mutu laboratorium Kementerian Pekerjaan Umum,” kata Tubagus Rifa’at.
Dari sisi kemampuan suplai batu, para pengusaha Lampung menurut Asosiasi Pengusaha Batu Andesit Indonesia (APBAI) Lampung, Ginta Wiryasenjaya, bisa diandalkan. “Sejak awal kami siap mendukung proyek JTTS ini, tapi setelah lebih dari setahun berjalan, tampaknya belum banyak melibatkan pengusaha batu Lampung. Malah dari luar Lampung yang dipakai,” kata Ginta.
Menurut Ginta, sejak JTTS dicanangkan pihaknya menyiapkan kebutuhan hingga 5 juta meter kubik. Saat ini, dari 24 perusahaan batu andesit di Lampung, delapan di antaranya memiliki izin dan mengantongi sertifikat nasional, bahkan ISO. “Kami terus berupaya menambah kapasitas mesin dan juga membuka lahan baru untuk memenuhi kebutuhan batu pada 2016, terutama JTTS,” kata Ginta.
(Kemenpar RI)