Di penghujung bulan Januari 2021, benda-benda antik yang disimpan Museum dan Taman Budaya Provinsi Sultra dijarah pencuri. Bukan hanya satu ruangan, pelaku pencurian leluasa menjarah sejumlah ruangan.
Polisi sudah dilibatkan untuk mengendus jejak pelaku, kabar baiknya ada jejak yang mereka tinggalkan. Sejatinya memang tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak. Polisi kita sudah tidak bisa dipandang enteng dalam mengungkap kasus semacam ini, kasus rumit pun sudah banyak yang terpecahkan, kita yakin mengenai hal itu.
Tapi bukan itu masalahnya. Sebuah tempat yang menyimpan benda-benda berharga yang bahkan tidak ternilai dari sisi budaya, museum layaknya terjaga dengan baik. Celaka, ternyata keamanan museum tersebut sangat lemah. Tidak ada petugas keamanan yang berjaga di malam hari, dan bahkan tidak ada CCTV yang ditempatkan di lokasi-lokasi penyimpanan.
Kenapa ini bisa terjadi? Keterbatasan anggaran pasti menjadi kambing hitam. Ini juga memberikan kesan yang jelas bahwa pemerintah abai dan lalai dalam menjaga peninggalan budaya. Padahal seberapa mahal anggaran negara yang harus disediakan untuk menjamin keamanan benda-benda semacam itu?
Lihat saja komentar Kapolsek Baruga, AKP Gusti Komang Sulastra sesaat setelah mengidentifikasi Tempat Kejadian Perkara. “Kami melihat tempatnya agak kurang terawasi,” ujarnya pada SultraKini.
Mari kita berhitung, untuk menghadirkan petugas keamanan yang berjaga di malam hari secara kontinyu selama 1 tahun tidak membutuhkan biaya yang mahal. Menyiapkan gaji 2 orang petugas keamanan yang bertugas bergantian menjaga biaya hanya uang receh, jika dibanding biaya-biaya perjalanan dinas yang “tidak perlu”, apalagi jika dibanding nilai benda antik dan berharga yang harus dijaga.
Mengambil standar Upah Minimum Sektor Kota (UMSK) Kendari senilai Rp 2,99 juta selama 1 tahun untuk 2 (dua) orang petugas keamanan selama 1 (satu) tahun hanya sebesar Rp. 77.740.000, itupun sudah termasuk 1 bulan gaji ke-13 yang diberikan pada saat hari raya.
Museum dan Taman Budaya Sultra adalah institusi pemerintah yang tidak sulit menyediakan anggaran untuk kebutuhan di atas. Sulit menerima alasan pengelola jika dana sekecil itupun tidak tersedia. Karena menjaga benda-benda tersebut adalah bagian vital dari tugas pokok dan fungsi semua aparat sipil negara yang bertugas di Museum dan Taman Budaya Sultra.
Katakanlah semua benda yang dicuri suatu waktu akan berhasil diperoleh kembali, akankah pola pengamanan masih diberlakukan seperti sebelumnya? Sejujurnya kepercayaan masyarakat Sultra sangat terluka dalam peristiwa ini. Meski saat ini masih belum ada kelompok masyarakat adat yang mempertanyakan dan bahkan mempersoalkan peristiwa ini.
Penanganan sembrono benda-benda antik di museum ini tentu saja sangat berpotensi untuk memantik reaksi sosial. Apalagi tidak main-main, pelaku kejahatan berpesta pora menjarah ratusan buah benda antik. Simak penuturan Kepala Museum Sultra, Dody Syahrul Syah, yang mengaku barang antik yang dicuri sekitar ratusan, misalnya asesoris pakaian pengantin, logam, keramik, keris, piring, cerek, perlengkapan adat. Dodi Syahrul Syah tidak menampik pihaknya lemah dari segi pengamanan ruang koleksi. Sebab tidak memiliki petugas maupun CCTV.
Adakah unsur merugikan keuangan negara dalam kasus ini? Jelas ada. Karena menurut Dody, di antaranya barang antik yang dibawa lari berupa asesoris pengantin, samurai, keris, dan lainnya hasil pengadaan tahun 80an dan 90an. Hasil pengadaan berarti ada biaya yang dikeluarkan negara untuk membawa benda-benda tersebut masuk ke dalam museum dan menjadi aset negara.
Adakah penyidik kepolisian akan mengembangkan kasus ini? Dalam artian bukan hanya menangkap pencurinya dan mengembalikan semua benda yang hilang, tetapi juga menyasar perilaku pengelola museum yang lalai dalam menjaga aset negara? Ini adalah hak prerogatif penyidik. Tetapi kepercayaan masyarakat harus dipulihkan, bahwa negara benar-benar serius menjaga benda-benda budaya.
Belum lagi soal fakta bahwa, ruang-ruang yang dijarah sebenarnya bukanlah tempat yang bisa diakses oleh publik. Pastilah penyelidikan polisi akan menelusuri mengapa dan bagaimana pelaku kejahatan mampu mendapatkan informasi tentang keberadaan benda-benda berharga tersebut. Mau tidak mau, tabe…polisi pasti melakukan interview terhadap sejumlah orang dalam.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra sebagai institusi induk dari Museum dan Taman Budaya tidak bisa lepas tangan. Buru-buru Kepala Dikbud Sultra, Asrun Lio menanggapi. “Kita berharap tidak terjadi lagi. Kita akan ronda bergilir pegawai di sana. Setelah kejadian ini kita akan adakan security,” ucapnya.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat juga sudah bereaksi. Laode Muh Aksah selaku Kepala Balai Budaya mengaku, pihaknya langsung diperintahkan Direktorat Kebudayaan untuk mengecek Museum Sultra. “Kami masih telusuri soal model kehilangannya,” ujarnya.
Siapa lagi yang akan bereaksi? Kita tunggu saja, siapa lagi yang peduli dengan kasus yang cukup memalukan ini dan bagaimana model penyelesaiannya agar publik kembali percaya bahwa pemerintah peduli menjaga benda-benda peninggalan budaya.
Penulis: AS. Amir