Benarkah Rokok Meningkatkan Risiko Stunting pada Anak?

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)

SULTRAKINI.COM: Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga berakibat terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga bisa berakibat tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, DR (H.C). dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) mengatakan bahwa rokok itu toxic dan bisa mempengaruhi stunting. Paparan asap rokok meningkatkan risiko stunting pada anak berusia 25-59 bulan sebesar 13.49 kali.

Selain itu, paparan asap rokok meningkatkan terjadinya ectopic pregnancy dan sudden infant death syndrome.

Ditambahkan Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM (K), Indonesia negara ketiga tertinggi di dunia jumlah perokok di atas usia 10 tahun setelah China dan India, bahkan pernah ada anak usia 2 tahun di Indonesia merokok hingga mencengangkan dunia.

Tercatat, 23.21 persen penduduk Indonesia merokok pada 2020 dan 96 juta orang Indonesia menjadi perokok pasif termasuk ibu hamil dan anak-anak.

Stunting juga beakibat buruk bagi IQ anak-anak. Mereka berpotensi mengalami keterlambatan berkembang pada kemampuan motoriknya dan intelektual anak. Sementara dampak jangka panjangnya bisa berpotensi berisiko kegemukan dan penyakit tidak menular pada usia dewasa.

Bagaimana rokok bisa meningkatkan risiko stunting?

Pertama, nikotin yang ada dalam rokok secara langsung bereaksi dengan kondrosit (sel tulang rawan) melalui reseptor khusus nikotin, sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang. Estimasi dosis total nikotinyang diisap oleh anak dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran kotinin. Konsentrasi kotinin dalam kelenjar ludah anak sekolah ditemukan sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok orang tua terutama ibu. Kadar kotinin yang diukur juga berhubungan dengan kadar nikotin di atmosfer dalam rumah.

Kedua, paparan asap rokok dalam rumah menyebabkan anak berisiko terkena infeksi saluran pernapasan akut enam kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak terpapar asap rokok dalam rumah. Infeksi terutama yang bersifat kronis ataupun yang berulang dapat menghambat pertumbuhan anak dan meningkatkan risiko stunting.

Ketiga, penelitian di daerah perkotaan di Indonesia menunjukkan perilaku merokok bapak menyebabkan adanya pengalihan pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok. Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan yang berkualitas, seperti telur, ikan, buah-buahan, dan sayuran berkurang pada rumah tangga dengan bapak yang perokok.

Dilansir dari Kementerian Kesehatan RI Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI sekaligus penanggung jawab penelitian tim riset PKJS menjelaskan lebih detail, “Kami mengamati berat badan dan tinggi anak-anak (<= 5 tahun) pada 2007, kemudian melacak mereka pada 2014 secara berurutan untuk mengamati dampak perilaku merokok orang tua dan konsumsi rokok pada stunting. Secara mengejutkan, ditemukan anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok kronis serta dengan perokok transien cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi badan dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok.”

Teguh menambahkan, penelitian ini menegaskan anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0.34 cm lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan orang tua perokok kronis. Ini menunjukkan perokok aktif atau kronis cenderung memiliki probabilitas anak-anak pendek atau kerdil.

Memperhitungkan faktor genetik dan lingkungan dari anak, penelitian ini menegaskan adanya bukti kuat dan konsisten secara statistik bahwa anak yang memiliki orang tua perokok kronis memiliki probabilitas mengalami stunting 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan anak dari orang tua bukan perokok.

Selain itu, kondisi stunting ini akan menyebabkan penurunan kecerdasan anak. Temuan menarik lainnya adalah peningkatan pengeluaran rokok sebesar 1 persen (butir persen/percentage point) akan meningkatkan probabilitas rumah tangga menjadi miskin naik sebesar 6 persen.

Temuan PKJS-UI ini memberikan bukti berharga bahwa mengendalikan konsumsi rokok tidak hanya akan mengurangi prevalensi perokok, tetapi membuat masa depan Indonesia lebih baik dengan menekan stunting, menjaga anak-anak lahir dengan kondisi yang baik, fisik dan kognitif.

Laporan: Nur Fadhilah
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan