15 Desa di Buton Dapat Bedah Rumah dari Kementrian PUPR

  • Bagikan
Plt Kepala Dinas Perkim Kabupaten Buton, Nurul Kudus Tako saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/5/2019). (Foto: La Ode Ali/SULTRAKINI.COM).
Plt Kepala Dinas Perkim Kabupaten Buton, Nurul Kudus Tako saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/5/2019). (Foto: La Ode Ali/SULTRAKINI.COM).

SULTRAKINI.COM: BUTON – Sebanyak 15 desa di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara di tahun 2019 ini bakal mendapat Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan istilah bedah rumah dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia.

Plt Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Buton, Nurul Kudus Tako, mengatakan 15 desa yang mendapatkan bedah rumah tersebut tersebar di empat kecamatan dari tujuh kecamatan di wilayah itu. Empat kecamatan tersebut yakni Kecamatan Pasarwajo, Wolowa, Siotapina, dan Lasalimu Selatan.

“Ada 15 desa, 4 kecamatan. Dan menurut informasi yang kami dengar dari provinsi itu tiap desa 20 rumah,” kata Nurul Kudus kepada Sultrakini.com di ruang kerjanya, Selasa (14/5/2019).

Lanjut Nurul Kudus, mengenai pelaksanaan bedah rumah tersebut, pihaknya belum dapat memastikan karena masih menunggu informasi dari fasilitator provinsi.

“Hanya SK penetapan desa sudah ada, inikan prosesnya dari provinsi mulai dari PPK dan Satkernya dari provinsi semua, kami (Perkim) cuma memfasilitasi,” ujarnya.

Bantuan bedah rumah itu, kata Nurul, sebesar Rp 15 juta setiap rumah yang diberikan dalam bentuk bahan bangunan. Adapun yang akan dibedah yaitu atap dinding lantai (Aladin) artinya, tinggal dilihat bagian rumah mana yang akan dibedah.

“Tinggal melihat misalnya atap rumbia diganti seng, dinding jelaja diganti papan, lantai bambu diganti papan, ini kalo rumah panggung. Kalau rumah tanahnya misalnya dindingnya dari papan atau jelaja diganti batako sesuai dengan anggaran yang dibutuhkan oleh masyarakat karena yang jelas BSPS itu hanya Rp 15 juta, dari 15 juta itu Rp 2,5 juta untuk upah kerja dan sisanya ditanggung oleh masyarakat itu sendiri,” jelasnya.

Nurul menambahkan, sebelum ditetapkan siapa saja yang berhak mendapatkan bedah rumah tersebut. Fasilitator baik teknis dan pemberdayaan, terlebih dulu melakukan survei kemudian didesain untuk menentukan berapa biaya yang dibutuhkan per satu unit rumah.

“Tarulah 30 juta berarti 15 jutanya dari masyarakat, jika swadaya masyarakat tidak ada maka tidak bisa dapat, pemerintah pusat hanya merangsang saja, sisanya yang punya rumah,” bebernya.

“Dan kalau persyaratan itu sejak 2017 kami sudah melakukan survei untuk pendataan lokasi rumah tidak layak huni, kemudian kepala desa mengajukan usulan dan dari usulan itu kemudian diteruskan ke pemprov dan pemerintah pusat,” sambungnya.

Meski Nurul tidak merinci syarat-syarat penerima bedah rumah. Namun, ia berharap kepada pendamping baik fasilitator maupun pemerintah provinsi agar kedepan bisa lebih mensosialisasikan bantuan bedah rumah itu sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

“Harusnya teman-teman pendamping baik fasilitator maupun pihak pemprov harusnya melakukan sosialisasi ke masyarakat biar tidak salah paham, jangan sampe taunya masyarakat itu 100 persen itu semua dibantu oleh pemerintah,” pungkasnya.

Laporan: La Ode Ali
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan