17 Desa di Konawe Diabaikan Pemerintah, Ada apa?

  • Bagikan
Kepala Bidang Otonomi Daerah dan Konstitusi Projo Konawe, Abiding Slamet (foto: Mas Jaya / SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Nasib 17 desa pemekaran baru di Konawe hingga kini belum jelas. Pemerintah seolah lepas tangan dengan tidak berupaya memberikan Alokasi Dana Desa (ADD) dan juga pengusulan Dana Desa (Dana Desa) untuk desa-desa tersebut.

Temuan itu diungkap Projo Konawe baru-baru ini. Kepala Bidang Otonomi Daerah dan Konstitusi Projo Konawe, Abiding Slamet mengatakan, pemekaran 17 desa tahun 2017 lalu itu teridentifikasi belum ada Peraturan Daerahnya (Perdanya). Baru sebatas persetujuan di DPRD. Padahal, desa-desa tersebut dikatakan telah defenitif.

Akibat proses pemekaran yang dianggap tidak prosedural itu, nasib 17 desa tersebut hingga kini tidak jelas. ADD dan DD yang semestinya dapat diterima oleh desa yang menyandang status defenitif itu, hingga kini masih nihil.

“Desa-desa yang sudah dimekarkan namun hingga kini belum diperhatikan pemerintah itu antara lain, Desa Laloato dan Desa Tonganggura di Kecamatan Anggotoa. Dan Desa Watumolomba di Kecamatan Besulutu,” jelasnya.

Lebih jauh Abiding merinci, 17 desa tersebut tersebar di Kecamatan Anggotoa sebanyak 8 desa, Soropia 3 desa, Latoma 2 desa, serta Kecamatan Sampara dan Besulutu masing-masing 1 desa.

Abiding menilai, pemekaran desa-desa tersebut dari awal sudah tidak sesuai aturan. Dari jumlah penduduk misalnya, tidak ada yang memenuhi kriteria pemerakan desa baru. Aturannya, setiap desa baru yang mekar harus memiliki minimal 400 kepala keluarga atau 2000 jiwa.

“Sementara yang terjadi di lapangan, desa-desa ini memiliki jumlah KK (kepala keluarga, red) di bawah seratus. Bahkan ada yang hanya 27 KK saja. Ini kan dari awal sudah salah,” terang Abiding.

Semestinya lanjut Abiding, proses pemekaran desa itu melalui berbagai tahap. Pertama harus ada rapat ditingkat desa terlebih dahulu. Lalu, hasilnya dibawa ke kecamatan untuk dikaji. Selanjutnya, akan ditelaah di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

“Kemudian dibentuk tim pemekaran desa persiapan. Setelah itu dibuatkan Perda persiapannya. Kalau dilihat sudah layak, maka dibentuklah tim lintas sektoral untuk mengurus masalah pemekaran. Ini kami lihat ada prosedur yang diabaikan. Akibatnya seperti ini. Menjadi desa yang terbaikan,” terangnya lagi.

Abiding menegaskan, jika pemerintah tidak memperhatikan desa baru tersebut, sebaiknya dikembalikan di desa induknya saja. Agar desa-desa tersebut bisa menerima manfaat ADD dan DD.

“Kalau dibiarkan menggantung, dikembalikan saja ke desa induk. Dari awal memang tidak layak dimekarkan,” tandasnya.

 

 

Laporan: Mas Jaya

  • Bagikan