Azan Berkumandang, Intoleransi Bernyanyi

  • Bagikan

Aneh, ini adalah kata yang pas untuk menggambarkan kondisi kaum muslim mayoritas Negeri ini, gimana tidak, bahkan suara Azan saja menjadi persoalan yang rumit, padahal jika di lihat secara syar’i sesungguhnya mengeraskan suara Azan memang telah disyariatkan. Di Indonesia, sejak dulu suara azan tidaklah menjadi suatu persoalan, azan baru di gugat hanya pada era saat ini. Bahkan yang lebih menyakitkan, di negeri Ini,islam seringkali disudutkan pada ranah sempit yang bernama intoleransi.

Dalam kasus warga Tanjung Balai, Sumatra Utara, Meiliana yang di vonis penjara 18 bulan karena memprotes volume suara azan. Ketua Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan perjalanan penanganan kasus ini menjadi bukti masih rentannya intoleransi di Indonesia. Dia berharap kasus ini menjadi pembelajaran. “Ini bukti masih rentannya ancaman intoleransi di sebagian masyarakat kita,” ujar Jazilul kepada detikcom,Kamis( 23/82018). Berbeda dengan Jazilul Fawaid, Wakil ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan kalau masalah Meiliana hanya sebatas keluhan pengeras suara azan, tidak akan sampai masuk wilayah penodaan agama.”Tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,”. Zainut Menyampaikan, kasus yang dialami Meiliana pernah terjadi juga terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu (REPUBLIKA.co.id, 25 agustus 2018).

Lagi-lagi, jika Islam yang bersuara, maka intoleransi seringkali di nyanyikan. Padahal, Demokrasi yang sering di gaungkan di Negeri ini sebagai simbol suara mayoritas dan simbol yang menjamin kebebasan, ternyata hanyalah sebuah jargon tanpa nilai. Buktinya,kaum muslim mayoritas negeri ini, yang mau menjalankan agamanya secara benar, sering kali dikriminalisasi dan dipersekusi bahkan suara azan saja harus menjadi bahan perdebatan. Lagi-lagi ini adalah demokrasi yang sarat “kepentingan”, entah mau mengeksekusi azan agar mati di tiang gantungan negeri demokrasi mayoritas muslim atau ada maksud lain terkait dengan polemik seputar suara Adzan.

Intoleransi dan Desakan Revisi UU Penodaan Agama

Adanya kasus Meilana menjadi peluang bagi Komisi Nasional ( Komnas ) perempuan untuk mendesak revisi Undang-undang No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan dan/ atau Penodaan Agama. Revisi dinilai sangat penting dilakukan agar UU tersebut tidak terus menerus menjadi bola liar yang digunakan untuk memberangus kelompok-kelompok minoritas. “ Komnas Perempuan memandang bahwa proses hukum Ibu Meliana jangan sampai menjadi proses peradilan yang tidak adil, dimana proses hukum pada seseorang didasarkan bukan pada pelanggaran/kejahatan yang dilakukan, tetapi karena adanya tuntutan massa. Ini jelas bentuk kriminalisasi,”tegas Khariroh kepada Republika, sabtu (25/8).

Dari sini, kita sudah paham apa maksud sebenarnya dari seruan kriminalisasi dan Intoleransi pada suara Azan yang banyak digemakan oleh mereka yang berpikiran liberal dan menjunjung  tinggi HAM. Padahal, mereka tak pernah berkata dan bernarasi heboh ketika Islam yang di kriminalkan misalnya saja pelarangan jilbab, kerudung, cadar, peci, juga pada kasus kriminalisasi dan fitnah terhadap ulama,larangan sholat atau kasus-kasus lainnya yang menimpa kaum muslim. Jika masalah toleransi yang di hembuskan, sesungguhnya kaum muslim Indonesia sudah sangat tolerannya, bahkan ketika umat Non-muslim merayakan perayaan mereka dengan memutarkan lagu-lagu religi sebagai bentuk syi’ar Agama mereka , di mol-mol, toko-toko atau media-media, kaum muslim tidak pernah protes.

Saking toleransinya bahkan suara speaker mesjid saja sudah diatur penggunaannya, padahal agama Non-muslim saja tak pernah ada yang mengatur penggunaan alat ibadahnya. Lalu apa maksud, mau merevisi UU penodaan Agama, apakah agar seseorang bebas dan seenaknya mengeluarkan statement penghinaan atau kata-kata kasar yang merendahkan keyakinan orang lain? Atau apakah untuk melindungi minoritas yang merasa terzolimi? Jadi, apakah arti toleransi itu adalah yang besar harus selalu mengalah, atau  yang mendominasi tidak boleh menang, padahal dinegara-negara yang minoritas islam, intoleransi tidak pernah bergaung yang laku adalah demokrasi sehingga kaum muslim minoritas seringkali mendapat perlakuan yang diskriminatif dan tidak adil.

Begitupun, kaum muslim harus lebih banyak bersabar dan istiqomah, tetap mejaga sikap dan menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang anarkis, ketika ada yang menghina atau memaki tidak lantas langsung di hajar atau melakukan tindakan yang makin memperparah masalah, ada baiknya di diskusikan apa masalah sebenarnya dari rasa tidak suka terhadap suara azan, dengan kita berdiskusi dan bersikap yang baik itu juga menjadi bagian dari syi’ar dan di harapkan Non-muslim akan lebih paham dan menghargai kaum muslim

Azan adalah Syi’ar sekaligus Panggilan

Azan adalah di antara syi’ar Islam yang besar di mana syi’ar ini tidak pernah ditinggalkan sepeninggal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kita tidak pernah mendengar ada satu waktu yang kosong dari azan. Kumandang azan dijadikan patokan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah suatu negeri termasuk negeri Islam ataukah tidak. Azan juga adalah panggilan untuk manyatukan kaum muslim dimesjid dan menyegerakan sholat. “Jika waktu shalat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam. ” (HR. Bukhari no. 631 dan Muslim no. 674). Bahkan setan pun sangat ketakutan ketika mendengar Azan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil kentut hingga dia tidak mendengarkan adzan lagi” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Jadi mudah-mudahan kita bukanlah setan yang takut pada suara azan tapi tidak pernah protes dengan suara dangdutan, suara-suara bising dan suara-suara ribut yang lain. dan seharusnya sebagai seorang muslim menghargai azan dan sebagai orang Non-muslim cobalah hargai orang-orang muslim, maka kita pun akan menghargai Non-muslim, pada apa yang menjadi hak-hak mereka, itulah yang dinamakan toleransi. Wallahu a’lam.(***)

 

Oleh : Mariana,S.Sos ( Guru SMPS Antam Pomalaa-Kolaka )

  • Bagikan