Begini Idealnya Sikap Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Panwaslu dalam Pilkada 2017

  • Bagikan
Rektor Unusra Prof. Dr. H. Nasruddin Suyuti, M.Si ketika memaparkan materi dalam temu stakeholder Panwaslu Kota Kendari.

SULTRAKINI.COM: Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara (Unusra), Prof. Dr. H. Nasruddin Suyuti, M.Si menegaskan agar perguruan tinggi dapat bersikap netral dalam proses pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kendari yang akan dilaksanakan medio Februari 2017.

“Perguruan tinggi tidak boleh terlibat dalam politik praktis, misalnya melakukan kampanye salah satu kandidat kepala daerah di kampus,” kata Nasruddin ketika tampil sebagai narasumber temu stakeholder pengawasan Pilwali yang diselenggarakan Panwaslu Kendari, Rabu (26/10/2016) sore.

Guru besar ilmu budaya tersebut menguraikan bahwa acap kali kegiatan kemahasiswaan disusupi alat kampanye, misalnya mengadakan pertemuan ikatan mahasiswa daerah, yang kemudian mendatangkan calon kepala daerah.

Namun demikian, katanya, seluruh elemen dalam kampus harus bersama-sama memiliki tujuan yang sama, yakni mensukseskan pilkada.

Kampus tidak boleh melakukan kegiatan politik praktis dimaksudkan agar kampus dapat menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi secara baik, yakni pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Demikian halnya kampus, media massa juga dituntut untuk bisa netral dalam memberitakan proses pilkada. Hal ini penting mengingat fungsi media massa selain memberikan informasi juga dapat membentuk opini publik.

“Hubungan media massa dengan proses politik seperti pilkada bersifat dialektika, melibatkan aksi reaksi,” sambung M Djufri Rachim, praktisi media yang juga tampil sebagai narasumber di forum tersebut.

Djufri yang juga editor SultraKini.com mengungkapkan politisi, kandidat, dan tim sukses akan memanfaatkan secara maksimal media massa lokal dalam menghadapi Pilkada.

“Ada hubungan saling membutuhkan antara media lokal dan politisi. Media butuh suntikan dana dan politisi butuh wahana untuk mengkomunikasikan dirinya pada khalayak,” kata Djufri menambahkan bahwa dalam posisi itu media juga bisa dipandang menjadi aktor utama dalam politik.

Untuk itulah maka media lokal perlu diingatkan bahwa kekuasaan berumur lebih pendek dari pada sebuah pers yang independen. 

“Pers yang independen akan hidup melewati berbagai penguasa politik, dan jika ia dicintai pembacanya maka pers akan bertahan, karena bisnis pers adalah bisnis Trust,” ujar Djufri.

Untuk menjaga kepercayaan tersebut maka dalam setiap pemberitaan tentang pilkada media wajib menerapkan prinsip-prinsip jurnalistik, seperti soal akurasi, objektivitas, fairnes dan netralitas.

Selain perguruan tinggi dan media massa, tak kalah pentingnya untuk menjaga independensi dan netralitas adalah penyelenggara pemilukada itu sendiri, baik KPU maupun Panwaslu.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sultra, Munsir Salam menegaskan pihaknya akan terus memonitor pengawas pemilu di semua tingkatan demi menjamin netralitas tersebut. 

“Laporkan kepada kami (Bawaslu) jika ada penyelenggara yang tidak netral atau berpihak kepada kandidat,” kata Munsir dalam dialog yang sama.

Munsir mengungkapkan untuk menjaga netralitas penyelenggara di bidang pengawasan pihak Bawaslu telah memetahkan sejumlah indikator integritas dan profesionalisme penyelenggara.

Selain itu, kata Munsir, Bawaslu juga telah menetapkan potensi kerawanan dan fokus pengawasan pada Pilkada.

  • Bagikan