Bicara CSR Tambang, Pemda Konut Punya PR Besar

  • Bagikan
Dialog tata kelola CSR tambang di Kabupaten Konut. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Demi maksimalnya tata kelolah corporate social responsibility perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Konawe Utara (HIPPMA-KONUT) menggelar dialog dengan tema CSR tambang Konut Dinamika, Realitas&Dampak.

Dialog CSR menghadirkan narasumber dari unsur eksekutif, legislatif, akademisi, koorporasi, dan aktivis pemerhati CSR pada Selasa (10/3/2020).

Kabupaten Konut merupakan salah satu daerah di Provinsi Sultra dengan sebaran potensi nikel seluas 82.626,03 hektare, cadangan nikel 46.007.440,652 dimana 75 persen dari total wilayah Konut menyimpan cadangan ore nikel. Namun, kegiatan usaha tambang di Konut masih menyisahkan banyak persoalan, terutama mengenai kewajiban sosial perusahaan dalam hal ini CSR.

Menurut Wasekjend PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa, kebanyakan kegiatan sosial dalam bentuk CSR yang dilakukan perusahaan tambang di Konut hanyalah modus dan bentuk pencitraan semata untuk menutup berbagai macam kesalahaan mereka.

“Jika mau ditelaah lebih dalam, CSR harusnya mencakup aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan pendidikan yang terintegrasi dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat jangka panjang, bukan dengan pemberian bantuan yang sifatnya semu. Sehingga manfaat CSR dapat memberikan manfaat berkelanjutan kepada masyarakat pasca-tambang. Inilah yang perlu disosialisasikan ke masyarakat agar paham bahwa ada yang lebih urgen dari CSR,” ujarnya.

Ia menyarankan kepada pemerintah agar membuat aturan main tata kelola CSR di daerah dengan membuat format yang terarah dan terukur, seperti halnya di Provinsi Kalimantan Timur dan Selatan yang membuat blue print tata kelola CSR atau Program Pemberdayaan Masyarakat yang sukses mendongkrak income pendapatan daerah, pendapatan perkapita masyarakat dengan program sosial yang berkelanjutan.

“Sudah seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana mengemas format tata kelola CSR dengan baik. Saya rasa blue print/cetak biru CSR sebagai cara efektif memberi arah bagaimana perusahaan-perusahaan pertambangan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs), yang dituangkan ke dalam rencana aksi daerah (RAD), rencana pembangunan jangka panjang provinsi, juga rencana pembangunan jangka menengah provinsi. Semoga Pemprov Sultra cepat tanggap,” jelasnya.

Narasumber yang sama, Dosen Fakultas Ekonomi UHO, Asrip Putra, mengatakan jangan berharap masyarakat Konut bisa sejahtera dengan bentuk CSR yang dilakukan perusahaan tambang seperti sekarang ini, kalau tidak ada progres pendirian pabrik pemurnian nikel.

“Kita di Konut sebenarnya kecolongan. Kita diapit oleh dua kabupaten yang memiliki pabrik pemurinan nikel, di antaranya Kabupaten Morowali PT IMIP dan Kabupaten Konawe PT VDNI. Inilah yang menjadi PR Pemda Konut untuk bagaimana menghadirkan pabrik di Konut mengingat Konut adalah salah satu daerah pemasok ore nikel terbesar,” terangnya.

Ketua HIPPMA-KONUT, Wildanun, mengatakan dialog CSR digelar untuk membahas persoalan CSR tambang di Konut dengan harapan-pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang hadir paham tentang konsep CSR tambang yang sebenarnya.

“Sebelumnya kami sangat menyayangkan ketidakhadiran bupati Konut, padahal panitia mengundang beliau secara resmi. Sebenarnya jikalau bupati Konut tadi hadir kami ingin mempertanyakan tentang Perda CSR, apakah ada atau belum ada, jikalau belum ada inilah yang menjadi PR besar Pemda untuk segera menyusun Perda CSR yang memiliki otoritas penuh dalam melakukan pengawasan terkait tanggung jawab para investor yang berinvestasi di Kabupaten Konut. Kita akan turun di tengah-tengah masyarakat guna mensosialisasikan regulasi CSR yang sebenarnya,” tambah Wildanun.

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan