BPJS Kesehatan Defisit, Ganggu Pelayanan Kesehatan di Sultra

  • Bagikan
Kunjungan Komite III DPD RI di Provinsi Sultra, Selasa (27/11/2018).(Foto: Nur Cahaya/SULTRAKINI.COM)
Kunjungan Komite III DPD RI di Provinsi Sultra, Selasa (27/11/2018).(Foto: Nur Cahaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Provinsi Sulawesi Tenggara dipilih rombongan Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sebagai lokasi kunjungan kerja di Indonesia bagian timur dalam rangka pengawasan pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, khususnya BPJS Kesehatan di Kota Kendari, Sultra.

“Kita memilih Sultra untuk wilayah bagian timur karena DPD setiap melakukan kunjungan kerja, akan mengambil posisi di wilayah barat, tengah, timur,” terang Ketua Tim Rombongan Komite III DPD RI Intsiawati Ayus, Selasa (27/11/2018).

Kedatangan rombongan Komite III DPD RI membahas regulasi dari UUD dan bagian mana perlu ditinjau ulang, perlu direvisi, dan beberapa kebijakan yang perlu dievaluasi terkait birokrasi, dan secara teknis.

BPJS Kesehatan juga dianggap perlu evaluasi baik di tingkat pemerintah daerah, rumah sakit daerah, puskesmas, klinik, tingkat ikatan dokter sampai suplai obat farmasi.

“Banyak yang akan segera dilakukan revisi dan evaluasi. Tuntutan pelayanan harus terus berjalan, jangan sampai APBD tergerus untuk pelayanan kesehatan yang regulasinya belum implementatif,” ucap Intsiawati.

Terkait banyaknya tunggakkan pembayaran BPJS, lanjutnya, pemerintah harusnya proaktif konsultasi dan terbuka menyangkut tunggakan serta potensi menjadi utang.

Diterangkannya, sekarang ini terjadinya defisit anggaran BPJS Kesehatan. Menurut BPJS Kesehatan nilai defisit Rp16,5 triliun, sementara BPKP menyatakan defisit Rp10,89 triliun. Tunggakan utang klaim ke rumah sakit semakin membesar sekitar Rp7 triliun. Sekitar 80-90 persen tenaga kesehatan dan rumah sakit juga mengeluh atas bayaran yang tidak lancar.

Dampaknya, terjadinya penurunan kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh RS, puskesmas mau pun faskes. Sehingga masyarakat peserta JKN menjadi korban, layanan kesehatan yang diterima menjadi terbatas, antrian panjang untuk memperoleh layanan rawat jalan, rawat inap mau pun tindakan medis, sistem rujukkan menjadi rumit dan hak untuk memperoleh obat pun menjadi berkurang.

“Walau pun program JKN sudah berjalan hampir lima tahun, masih banyak persoalan dalam implementasi program ini. Beberapa persoalan terkait besaran iuran, yakni kesesuaian pembiayaan dengan manfaat, ketersediaan layanan kesehatan, dan efektivitas kinerja BPJS Kesehatan perlu segera dievaluasi. Hal di atas terjadi karena implementasi tidak sesuai dengan regulasi,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Daerah di Kantor Gubernur Sultra.

Ia menambahkan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sangat dibutuhkan masyarakat. Utamanya, mereka dengan penghasilan rendah.

Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Pemprov Sultra, Safaruddin Safa, mengaku masyarakat Sultra belum merasakan pelayanan BPJS Kesehatan secara menyeluruh. Terlebih Mereka di wilayah pulau paling sulit menikmati pelayanan BPJS Kesehatan. Keluhan telat melunasi tanggung jawab pembayaran klaim ke sejumlah rumah sakit juga menjadi masalah.

“Keterlambatan pembayaran klaim mengganggu operasional rumah sakit. Selain itu, mempengaruhi pasokan obat ke rumah sakit karena perusahaan farmasi kesulitan membeli bahan baku pembuatan obat untuk pasien,” jelas Safaruddin.

“Keterlambatan pembayaran klaim mengganggu operasional rumah sakit, selain itu mempengaruhi pasokan obat ke rumah sakit karena perusahaan farmasi kesulitan membeli bahan baku pembuatan obat untuk pasien,” tukasnya.

Kepala BPJS Kesehatan Sultra, Hendra, mengatakan 85 persen warga Sultra terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

“Tapi yang aktif bayar iuran peserta hanya 52 persen, sisanya menunggak. Peserta mandiri adalah kelompok penunggak iuran terbesar,” ungkapnya.

Rapat Kerja Daerah Komite III DPD RI di Provinsi Sultra juga diikuti Anggota Komite III Abdul Jabbar Toba (Sultra), Muhammad Afnan Hadikusumo (DIY), Lalu Suhaimi (NTB), Stefanus Liow (Sulut), AM Iqbal Parewangi (Sulsel), Abdurrahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), dan Chaidir Djafar (Papua Barat).

Laporan: Nur Cahaya
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan