Demo Tambang di Amonggedo Ricuh, Bos PT MBS Nyaris Dimassa

  • Bagikan
Direktur PT MBS, Saut Sitorus dievakuasi aparat kepolisian untuk menjauh dari lokasi kericuhan. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)
Direktur PT MBS, Saut Sitorus dievakuasi aparat kepolisian untuk menjauh dari lokasi kericuhan. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Demonstrasi masyarakat Desa Dunggua Jaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe berakhir ricuh, Sabtu (24/11/2018). Direktur PT Multi Bumi Sejahtera (MBS), Saut Sitorus pun sempat dievakuasi aparat kepolisian.

Berawal dari PT MBS menggelar pertemuan dengan warga penerima royalti di balai pertemuan Kelurahan Amonggedo. Acara dihadiri perwakilan tim lima bentukan PT MBS Riwanto, Camat Amonggedo Nuriadin, Kapolsek Pondidaha Ipda Hasbul Jaya, dan Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1417 Kendari Mayor Inf Petrus.

Semula acara berlangsung aman. Riwanto sempat menjelaskan kepada warga tentang pembayaran royalti. Dana royalti yang akan diberikan untuk tahap awal senilai Rp200 juta dan akan menyusul Rp240 juta.

Kepada pemilik yang berjumlah 37 kepala keluarga (KK), MBS akan memberikan royalti senilai Rp3,2 juta per KK. Sedangkan 160 kepala keluarga yang tidak memiliki sertifikat akan menerima royalti senilai Rp500 ribu per KK.

Suasana di balai pertemuan kemudian mulai memanas saat massa aksi dari Desa Dunggua Jaya hadir bersama Kepala Desanya, Maliatin Deny. Massa yang hadir menyuarakan tuntutannya dengan berorasi.

Massa mempertanyakan ke mana uang hasil penjualan 35 ribu metrik ton ore yang dilakukan Saut Sitorus. Dari hasil pernjualan itu warga seharusnya menerima Rp1,3 milliar.

Warga juga menyoroti keberadaan tim lima yang dibentuk MBS, karena dianggap bukan perwakilan dari masyarakat. Bahkan dalam pertemuan itu, terungkap kalau Riwanto yang masuk dalam tim lima, juga menjabat Wakil Direktur di MBS.

“Tim lima bukan perwakilan masyarakat Amonggedo. Selama ini juga tidak pernah berkoordinasi dengan kepala desa,” ujar Maliatin dengan nada tinggi saat diberi kesempatan berbicara di hadapan para hadirin.

Suasana makin panas saat salah seorang massa aksi menyinggung keterlibatan Camat Amonggedo di MBS. Massa bertanya, mengapa bisa camat bertandatangan lengkap dengan stempel basahnya pada sebuah surat undangan untuk warga, namun dengan kop surat MBS. Dari situ camat dituding bermain mata dengan pihak perusahaan.

Nuriadin pun sempat menjelaskan perihal tandatangannya di surat tersebut. Ia mengatakan bahwa di surat itu diri hanya bersifat mengetahui saja. Ia juga menampik jika dirinya tidak terlibat dengan perusahaan tambang MBS.

Selama camat memberi penjelasan, massa aksi terus melakukan teriakan-teriakan yang membuat suasana semakin gaduh. Aparat keamanan, termasuk kapolsek dan Pabung tampak berkali-kali melebur dan menenangkan massa.

Kericuhan pun pecah saat Saut Sitorus yang ditunggu-tunggu kehadirannya mendatangi balai pertemuan. Bos MBS itu langsung masuk ruangan dan mengambil tempat duduk bagian depan.

Pada saat yang sama, masa di luar balai terprovokasi saat melihat Ruslan, yang merupakan penanggungjawab jeti MBS yang ada di Kelurahan Mata, Kendari. Massa langsung mengerumuni pria bertubuh besar itu dan menghakiminya. Ruslan sempat tersungkur karena terkena tendangan.

Polisi pun langsung bergerak mengamankan Ruslan dan langsung menyuruhnya masuk ke mobil. Bahkan setelah masuk ke dalam mobil hitamnya, Ruslan masih di kejar warga dan mobilnya nyaris dirusak.

Melihat kericuhan itu, kapolsek langsung bergerak menenangkan massa. Sambil mengangkat tangan, Hasbul berteriak agar masyarakat tidak membuat masalah baru lagi.

“Jangan membuat masalah baru,” teriaknya kepada warga sembari mengarahkan mobil yang dikendarai Ruslan pergi.

Kemarahan warga terhadap Ruslan pecah, akibat permasalahan lama. Ruslan dituding pernah menyewa preman untuk mengintimidasi warga Dunggua saat berada di jeti perusahaan.

Tak lama setelah itu, massa kembali ribut di ruang pertemuan. Tampak Sitorus diteriaki warga. Bos MBS itu langsung dikawal ketat aparat, karena sudah dikerumini warga.

Saat menerima teriakan massa yang bertubi-tubi agar dirinya angkat kaki dari Amonggedo, Sitorus langsung berteriak lantang kalau dirinya tidak butuh tambang dan akan menutup MBS.

“Saya tidak butuh tambang. MBS saya tutup,” teriak pria paru baya itu penuh emosi.

Sitorus kemudian dievakuasi ke luar ruangan. Massa masih saja terus mengerumuninya. Berulang-ulang massa meneriakan ke mana empat tongkang ore yang dijual Sitorus, agar memberi royalti kepada warga. Bahkan saat sempat dimaki oleh salah seorang warga yang emosi, Sotorus menimpali dengan makian yang sama.

Setelah puluhan meter dievakuasi dari ruang pertemuan, Sitorus masuki ke sebuah mobil berwana putih dan berlalu pergi. Setelah kepergian itu, massa berangsur-angsur menenangka diri.

Laporan: Mas Jaya
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan