Demokrasi Ciderai Diri Sendiri

  • Bagikan
Siti Maisaroh, S.Pd.Foto:ist

Untuk yang kesekian kali. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membuat kecewa. Bermula dari kasus Meiliana, warga Tanjung Balai Sumatra Utara yang divonis 18 bulan penjara lantaran memprotes volume suara azan.  Vonis itupun menuai kontroversi sampai menjadi sorotan pemberitaan dunia.

Aturan yang ternyata dibuat pada tahun 1978 kini kontroversinya mencuat lagi. Dalam intruksi tersebut, dinyatakan bahwa penggunaan speker masjid dianggap memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, sasaran menyampaikan dakwah lebih luas. Namun kerugiannya, dapat mengganggu orang yang sedang istirahat ataupun sedang menyelenggarakan upacara keagamaan.  (Sumber: detiknews 23 8 2018).

Salah satu dari lima poin aturan yang dikutip dari laman bimasislam.kemenag.go.id, sudah diatur  melalui intruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Nomor Kep/D/101/1978 tentang penggunaan pengeras suara di Masjid, Langgar dan Mushola. Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, yaitu tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir dan sholat. (Sumber: TribunTravel 25 8 2018)

Juga pada aturan yang beredar dengan sumber intruksi yang sama, dengan aturan umum pembagian antara penggunaan speker keluar masjid dan kedalam masjid. Sampai aturan umumnya, tidak dibolehkannya meninggikan suara, baik untuk azan sholat lima waktu, baca’an Al Qur’an, maupun acara pengajian dan peringatan hari besar.

Entah apa maksud pemerintah atas aturannya demikian. Berani menggugat panggilan Tuhan karena dianggap membuat bising lingkungan. Aturan yang sama sekali tidak menjaga perasaan kaum Muslim. Aturan yang sama sekali tidak mempertimbangkan etika untuk menghormati tata cara ibadah kaum Muslim.

Juga yang paling memprihatinkan sekaligus menyedihkan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan aturannya untuk tempat-tempat maksiat seperti pesta joget atau konser yang justru sangat bising terdengar dan mengganggu lingkungan.

Disini kita menemui bahwa, dengan “Tangannya sendiri” pemerintah telah bertindak ceroboh yang justru “Menciderai” nilai-nilai Demokrasi yang mereka pertahankan.  Makna kebebasan beragama. Hak akan perlindungan menjalankan ajaran agama yang seharusnya diterapkan oleh Negara ini ternyata hanya slogan-slogan murahan yang tidak ada diaksi nyata. Hingga wajar jika kaum Muslim selalu dipojokkan. Karena aturan Islam sama sekali tidak diberi ruang dalam system Negara, kecuali sangat sedikit saja.

Sebagaimana kisa saksikan, disaat pemerintah mengajak seluruh elemen untuk bersatu padu. Menghargai perbedaan. Mengkampanyekan toleransi antar umat beragama. Pemerintah justru melanggar aturan yang dibuat dan dijalankannya sendiri.

Inilah gambaran system Demokrasi. Selain sistemnya yang rusak karena telah menggantikan aturan Allah yang Maha Kuasa. Juga berkuasanya orang-orang yang sangat rentan melakukan kekeliruan. Menganggap kepemimpinan sebatas kekuasaan. Padahal, kelak seorang pemimpin harus mempertanggung jawabkan atas apa yang dipimpinnya dihadapan pengadilan Allah SWT.

Olehnya, betapa malangnya kita, jika hanya bisa meratapi semua ini dengan nestapa. Kaum Muslim harus bangkit bersama ideology Islamnya, hadir ditengah-tengah masyarakat untuk berjuang bersama menerapkan aturan Islam yang sempurna. Karena hanya aturan Islam yang kalau berkuasa, punya toleransi pada agama lainnya. Sebagaimana dulu Rasulullah Saw pada masa pemerintahannya.

Sudah selayaknya umat sadar, kalau aturan Demokrasi memang senantiasa menodai nilai dan adab agama Islam. Semua juga mengerti, beberapa waktu silam, saat ibu Fatma Wati menganggap konde lebih indah dari kerudung wanita muslim, suara kidung lebih indah dari suara azan yang sejatinya melecehkan budaya Islam toh kebal hukum. Tiada kebijakan tegas atasnya.

Al Qur’an telah mengingatkan, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Al Ma’idah 49).

Waallahu ‘alamu bishowab.

 

Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd

  • Bagikan