Disparitas Harga Barang di Wakatobi dengan Distributor Capai 25 Persen

  • Bagikan
Pedagang Pasar Sentral Wakatobi. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Disparitas atau perbedaan harga barang antara distributor (Surabaya) dengan pedagang pasar di Wakatobi masih sekitar 25 persen.

Kepala seksi pengembangan perdagangan dan stabilisasi barang pokok penting, Perdangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Wakatobi, Puspawati, mengatakan perbedaan harga hingga 25 persen itu termasuk di dalamnya dengan biaya sewa transportasi, kapal, buruh, dan biaya lain-lain.

“Jadi 25 persen ini termasuk dengan biaya-biaya seperti, sewa kapal, buruh, dan ongkos lainnya,” katanya, Jumat (13/3/2020).

Disparitas harga hingga 25 persen tersebut masih terbilang normal dikarenakan jika dihitung dengan biaya transportasi, buruh, dan biaya lain-lain, keuntungan pedagang paling banyak 10 persen saja.
“Keuntungan 10 persen ini-pun tidak merata di semua produk,” jelasnya.

Selisi harga 25 persen ini untuk para pedagang yang belanja dari Surabaya yang menggunakan transportasi kapal tol laut yang disiapkan pemerintah dengan harga sewa yang terbilang rendah.

“Yang terdata secara pasti ini yang menggunakan kapal tol laut karena datanya kita akurat. Begitu dari pihak penyuplai terus ada laporannya. Tapi yang dari tempat lain ini sulit kita lacak karena kita tidak tahu mereka beli di mana saja,” tambahnya

Perbedaan harga barang di Wakatobi dengan pihak distributor, salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya buruh dan biaya transportasi yang setiap tahun tarif tol laut mengalami kenaikkan.

Ia menjelaskan, terdapat cara untuk menekan disparitas harga ini dengan cara menghadirkan distributor sembako maupun distributor barang lainnya di Wakatobi, namun untuk bisa menjadi sebuah distributor ada terget penjualan yang diberikan oleh pihak pabrik.

“Contohnya, mau menjadi distributor minyak goreng, kita harus mampu menjual 20.000 dos perbulan. Pertanyaannya apakah kita mampu dengan kondisi giografisnya kita yang terpisah-pisah (kepulauan),” ucapnya.

Hal ini bisa terpenuhi jika seluruh komponen pemerintahan terkait bersinergi mengatur biaya buruh Pelabuhan Wakatobi II, Pelabuhan Wanci, dan Pelabuhan Numana dan pelabuhan tidak resmi lainnya, serta tarif sewa barang di atas kapal.

“Apa lagi saat ini masyarakat di Kaledupa, Tomia, dan Binongko masih lebih cenderung membeli barang di Baubau karena biaya transportasi kapal dan biaya buruh jauh lebih murah dibandingkan membeli di ibu kota Kabupaten Wakatobi di Wangi-wangi,” terangnya.

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan