DJL Lepas Tangan Soal Kerusakan Karang, Ahli Sebut Berpotensi Ganti Rugi

  • Bagikan
Suasana Hearing di Komisi II DPRD Sultra terkait kerusakan terumbu karang di perairan Kolaka. (Foto: Gugus Suryaman/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Perusahaan kelapa sawit PT. Damai Jaya Lestari (DJL) merasa tidak bertanggungjawab terhadap dugaan kerusakan terumbu karang di perairan Kolaka, yang diakibatkan tabrakan kapal MT. Amasmusa pada 15 Februari lalu. Perusahaan milik DL Sitorus itu lepas tangan karena menilai tanggungjawabnya hanya sampai di daratan, meskipun muatan kapal adalah miliknya.

“Kalau mengomentari kapal, siapa pemiliknya, dan lainnya kami tidak bisa. Kalau CPO iya (milik DJL),” kata Koordinator Umum PT. DJL Kolaka, Yogi Lismana saat ditemui usai rapat dengar pendapat di DPRD Provinsi Sultra, Senin (12/6/2017).

Dia mengakui, PT. Darlan Abadi sebagai pemilik MT. Amasmusa merupakan mitra perusahaannya dalam pengangkutan minyak sawit (CPO). Pihaknya hanya menjual minyak, dan bertanggungjawab sampai batas minyak diangkut di atas kapal.

“Kami ini penjual, yang membeli CPO ini banyak, kami hanya menyediakan CPO. Tanggungjawab kami batas darat saja, hanya sampai di atas kapal. Lepas dari itu, penjual,” ujarnya sambil berlalu. 

Yogi bahkan tak ingin menjelaskan lebih jauh mengenai insiden tabrakan terumbu karang oleh MT. Amasmusa. “Informasi lebih jelas, lebih bagus ke Syahbandar Kolaka atau keagenan kapal Darlan Abadi,” singkatnya.

Sementara itu, Assesor Karang Nasional yang juga dosen Fakultas Keluatan dan Perikanan UHO, Dr. Baru Sadarun mengatakan, dugaan kerusakan harus diidentifikasi lebih jauh. Itu pun tidak dapat dilakukan orang per orang, harus oleh tim yang berkompeten. Termasuk metodologi yang dilakukan juga harus sesuai standar.

Untuk mengetahui kejelasan operasi kapal yang melintasi kawasan konservasi, Dr. Sadarun menyarankan pelibatan Balai Rekayasa Teknologi Kelautan yang ada di Wakatobi. Lembaga tersebut satu-satunya di Indonesia yang memilik radar canggih untuk memantai pergerakan kapal di areal dilindungi.

“Tidak bisa orang per orang, harus tim berkompeten yang dapat mengecek dan menyampaikan data valid. Ganti rugi harus dituntut secara internasional. Tapi prinsipnya hal ini bisa diselesaikan, sederhana sekali. Kalau pakai jalur hukum, panjang. Tuntutan kompensasi lebih mudah,” katanya.

Sadarun mencontohkan kasus di Batuatas yang belum lama ini diselesaikan, yang juga terkait kerusakan terumbu karang. Dengan luas areal lebih dari satu hektar dan kedalaman laut antara 3 sampai 15 meter, ganti rugi saat itu sebesar Rp6 miliar.

“Dana itu untuk rehabilitasi lingkungan, termasuk ganti rugi masyarakat kalau ada yang terdampak. Jadi, kita hitung luas, kedalaman, jenis karangnya. Itu semua berbeda-beda, tidak merata. Yang kita hindari rehab dominan. Yang jelas kalau informasinya seperti itu, berpotensi rehab,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, kapal tanker MT. Amasmusa berlayar dengan rute Pelabuhan Lameruru Kendari-Pelabuhan Kolaka. Pada 15 Februari 2017, kapal tersebut kandas di kedalaman 10 meter dekat lampu mercusuar Pelabuhan Kolaka, dengan memuat minyak kelapa sawit (CPO) ratusan ton.

Ketua Pusat Kajian Pengembangan Teluk Bone Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka, Syahrir, yang juga dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan USN mengidentifikasi, sedikitnya 8 spesies terumbu karang Acropora mengalami kerusakan yang sangat parah, seluas sekitar 2.500 meter.

Terumbu karang yang berusia ratusan tahun itu hancur dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mengembalikan kondisinya seperti semula. Pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka pun tak mempedulikannya, sementara kapal berlalu begitu saja.

Laporan:Gugus Suryaman

  • Bagikan