Gempa, Bukan Sekedar Fenomena Alam Biasa

  • Bagikan
Risnawati, STP. (Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Musibah seolah bertubi-tubi mengguncang negeri ini. Setelah bencana gempa bermagnitudo 7 mengguncang Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Minggu (5/8/2018). Banyak bangunan yang roboh dan menimpa warga, bahkan korban meninggalpun terus berjatuhan. Tak hanya sekali gempa itu terjadi. Beberapa kali gempa kecil datang dengan tiba-tiba sehingga membuat warga menjadi trauma dan harus terus waspada karena khawatir akan terjadinya gempa susulan. Dan kini gempa kembali mengguncang saudara kita di Donggala, Palu.

Seperti dilansir dari Kompas.com – Gempa besar berkekuatan 7,7 yang mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) dipastikan disertai tsunami. Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono memastikan bahwa tsunami terjadi cukup tinggi. “Kami belum data konkret, tapi ketinggian antara 1,5 meter sampai 2 meter,” kata Rahmat, dalam wawancara kepada Kompas TV, Jumat malam. Menurut BMKG, tsunami terjadi di Palu, Donggala, dan Mamuju. Namun, hingga saat ini belum dapat dipastikan apakah ada korban atau jumlah kerugian akibat tsunami.

 

Ibrah Penting

Terlepas dari wilayah geografis Indonesia yang memang berpotensi akan sering mengalami gempa bumi. Gempa yang terjadi bukanlah sekedar fenomena alam. Namun ada skenario Sang Khaliq Allah SWT dibalik itu semua. Segala bencana alam yang terjadi bertubi-tubi ini semakin menandakan kekuasaan Allah yang begitu besar, yang tak mampu diubah sedikit pun bahkan oleh seorang Nabi.

Manusia tidak bisa memilih kekuatan gempa atau wilayah mana yang akan terkena gempa. Mereka tidak bisa memilih diantara kejadian tersebut, namun mereka diminta untuk menerima keputusan Allah yang ditetapkan atasnya. Mereka juga perlu mengingat bahwa tidak ada kejadian di bumi ini melainkan atas pengetahuan Allah. Sehelai daun yang jatuh ke tanah saja berada dalam genggaman urusan Allah, apalagi bencana alam sedahsyat gempa. Pun bagi seorang muslim sudah selayaknya mereka merenung, bermuhasabah diri. Adakah bencana datang untuk menjadi peringatan, teguran atau ujian cinta dari Allah SWT? Karena sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasaNya. Jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (TQS Al A’raf 96-99)

Inilah kala ayat-ayat Allah didustakan, keimanan ditukar dengan segelintir kenikmatan dunia atau ketakwaan tertawan dengan nafsu yang fana. Maka Allah SWT tak segan-segan menurunkan siksaan dan azab yang pedih pada hambaNya.

 

Muhasabah Dibalik Musibah

Sudah selayaknya kaum Muslim bercermin pada masa Rasulullah SAW ketika terjadi gempa bumi di Madinah, beliau berkata pada umatnya, bahwa sesungguhnya Allah sedang menegur mereka, maka beliau meminta umatnya agar membuat Allah ridha. Tak hanya Rasulullah SAW, pada masa Umar bin Khattab ra kala terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia bertanya kepada penduduk Madinah maksiyat apa yang telah mereka lakukan sehingga Allah menurunkan bencana gempa. Bahkan Umar ra mengancam akan meninggalkan umatnya jika gempa terjadi lagi.

Sementara kaum muslim kini, ketika bencana alam bertubi-tubi menghampiri, sudahkah melakukan evaluasi diri? Adakah mereka bersegera taat pada semua syariatNya tanpa memilah-milih dan berdalih? Atau segera meninggalkan semua yang syubhat dan larangan Allah tanpa nanti-nanti?

Sudahkah mereka membuat Allah ridha jika miras, perzinahan dan praktik ribawi masih mewarnai negeri? Sudahkah mereka membuat Allah ridha jika ajaran Islam senantiasa dikriminalisasi dan ulama yang memperjuangkan ajaranNya dipersekusi? Adakah kaum Muslim yang mendiamkan dan cuek dengan kemaksiyatan tersebut?

Guncangan dahsyat ini tak lain juga sebagai bentuk cinta Allah pada hambaNya, agar segera kembali mendekap erat SyariatNya. Memberi kesempatan kedua kepada mereka untuk segera bertaubat, menjadi hamba-hamba taat.

Tak perlu menunggu bumi luluh-lantah tak bersisa layaknya negeri Sodom dan Pompey. Karena enggan dan bahkan menolak berhukum pada Syariat Allah. Pun tak perlu menunggu Allah mendatangkan gumpalan awan hitam, kilat dan suara menggeleger di atas kepala hingga bumi berguncang hebat dan membunuh semua manusia layaknya kaum Nabi Syuaib yang ingkar pada ajaranNya.

“Kemudian mereka ditimpa gempa, maka  jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, yaitu orang-orang yang mendustakan Nabi Syu”aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu, orang-orang yang mendustakan Syu”aib, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (TQS Al A’raaf 91-92)

Maka bagi setiap mukmin yang taat sudah selayaknya mengambil pelajaran terbaik dari setiap bencana yang menimpa negeri. Karena bencana bukan sekedar fenomena alam biasa, namun juga bentuk teguran keras dan cinta Allah pada hamba-hambaNya agar senantiasa berpegang teguh diatas ajaranNya serta bersegera meninggalkan semua maksiyat dan laranganNya, agar selamat dari marabahaya dunia dan akhirat.

Karena itu, wajib atas kaum mukminin semuanya untuk takut kepada Allah dan senantiasa merasa diawasi oleh-Nya dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Apabila terjadi musibah menimpa mereka, maka hendaknya mereka segera bertaubat kepada Allah dan kembali kepada-Nya. Diiringi dengan evaluasi diri, mencari sebab-sebab terjadinya musibah ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman : “dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (QS. Asy-Syura : 30). Wallahu’alam bi ash- shawab

 

Oleh : Risnawati, STP. (Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

  • Bagikan