Gempa Lombok, Nestapa Berkelanjutan

  • Bagikan
Dariani, S.Pd (Guru SMPN 3 Asera)Foto:ist

Kesedihan terus menyelimuti negeri ini, seperti tiada henti Gempa Lombok menjadi fenomena alam yang terus –  menerus terjadi. Dilansir dari media Viva.com, berdasarkan catatan BNPB yang di kutip dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika per Jum’at, 24 Agustus 2018, wilayah Lombok sudah di guncang 1.089 kali gempa susulan sejak gempa besar kali pertama 5 Agustus 2018. Dari 1.089 kali gempa susulan tersebut yang di rasakan ada 50 kali, tulis Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran persnya yang di terima VIVA pada Juma’at, 24 Agustus 2018.

Dampak gempa telah menyebabkan 555 orang meninggal dunia. Korban meninggal tersebar di Kabupaten Lombok Utara 466 orang, Lombok Barat 40 orang, Lombok Timur 31 orang, Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 9 orang, Sumbawa Besar 5 orang, dan Sumbawa Barat 2 orang.

Terdapat 390.529 orang masih mengungsi akibat gempa Lombok. Pengungsi tersebar di Kabupaten Lombok Utara 134.235 orang, Lombok Barat 116.453 orang, Lombok Timur 104.060 orang, Lombok Tengah 13.887 orang, dan Kota Mataram 18.894 orang.

Fenomena alam ini pun menjadi bukti bahwa negeri ini sedang dirundung duka yang begitu mendalam dan pengabaian terhadap para korban gempa akan berujung pada kesedihan korban. Di karenakan korban gempa Lombok saat ini sangat membutuhkan bantuan moril dan materi dari semua kalangan terutama pemerintah.

Pemerintah memiliki andil terbesar dalam mengurusi segala sesuatu yang terjadi di negerinya, salah satunya gempa Lombok ini. Fokus adalah suatu keharusan bagi pemerintah dalam menangani bencana besar, apalagi korban telah kehilangan tempat tinggalnya.

Gempa dahsyat ini seharusnya dapat dikatakan gempa nasional karena telah terjadi berulang – ulang kali. Tetapi sayangnya, pemerintah belum mau memutuskan bahwa bencana tersebut termasuk kategori bencana nasional.

Alasan pemerintah tidak mampu menasionalkan bencana Lombok ini dikarenakan sekarang negeri ini sedang mengadakkan Asian Games. Bisa dibayangkan bagaiamana perasaan para korban gempa ini jika melihat kebahagian sebagian rakyat Indonesia yang ikut serta meramaikan pesta olahraga. Sementara mereka para korban hanya bisa meratapi nasib di dalam sebuah tenda terpal yang ukurannya belum tentu besar dan mereka pun harus berbagi dengan para korban gempa yang lain.

Jika melihat dari sudut pemikiran yang cemerlang, dapat disimpulkan bahwa inilah bentuk dari penanganan ala sistem kapitalisme, dimana segala sesuatu yang dapat merugikan negara tidak akan mampu diputuskan menjadi sebuah keputusan mutlak. Padahal kalau di cerna secara baik, para korban Lombok adalah bagian dari negara ini.

Kebahagian rakyat termasuk kewajiban sebuah negara dan pemerintahnya, namun kemudian kebahagian ini terhalang oleh sebuah kepentingan yang dinikmati oleh pihak lain.

Jika penanganan gempa di atas adalah buah dari ketidakmaksimalan kepengurusan, maka sepatutnyalah kita memikirkan sistem yang dapat memberikan solusi tuntas terhadap musibah ini, tidak lain dan tidak bukan yakni Islam. Islam hadir d tengah – tengah umat manusia dari berbagai latar belakang permasalahan namun kemudian akan didapatkan solusinya oleh Islam.

Ada dua solusi penanganan yang diberikan Islam terhadap gempa Lombok  yakni sebelum terjadinya gempa dan pasca terjadinya gempa. Negara akan meneliti tempat rawan  gempa dan negara akan memberikan pelajaran bagi rakyatnya terkait dengan bagaimana cara melindungi diri ketika tiba – tiba gempa datang.

Sedangkan pasca gempa negara akan melakukan tanggap darurat dengan menggerakkan semua tim SAR untuk menyelamatkan para korban. Setelah para korban selamat maka negara wajib mengadakkan pemulihan para korban baik secara psikis maupun fisik. Secara psikis para korban akan di berikan sebuah nasihat yang dapat memotivasi para korban sedangkan secara fisik negara harus memberikan pelayanan prima terhadap para korban Lombok. Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh: Dariani, S.Pd (Guru SMPN 3 Asera)

  • Bagikan