Gugur Berkas Dituding Plagiat, Dr Jamhir: Senat dan Panitia Keliru, yang Jelas Plagiat Malah Diloloskan

  • Bagikan
Dr. Eng. Jamhir Safani (kiri) saat mendaftar pada Panitia Pilrek, Rabu (24/3/2021). (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)
Dr. Eng. Jamhir Safani (kiri) saat mendaftar pada Panitia Pilrek, Rabu (24/3/2021). (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Salah satu bakal calon Rektor UHO Dr. Eng. Jamhir Safani, S. Si, M.Si yang dinyatakan gugur dalam tahap seleksi berkas pada (31 Maret 2021) menilai tindakan Senat dan Panitia Pemilihan Rektor (Pilrek) melakukan tindakan keliru dengan menudingnya melakukan self plagiarism atau plagiat diri. 

Kata Jamhir, tindakan keliru tersebut diduga keras sengaja dilakukan oleh oknum tertentu dalam Panitia dan Senat guna menjegalnya menjadi peserta pemilihan calon Rektor.

Buktinya, aku Dr Jamhir, tidak melakukan tindakan plagiat itu, namun pihak panitia tetap mencoret namanya dengan menuduhnya melakukan tindakan plagiat diri atau self plagiarism. 

Jamhir menerangkan, sementara plagiat diri atau self-plagiarism tidak diatur dalam Permenristekdikti Nomor 17 Tahun 2010, yang artinya seseorang tidak bisa diberi sanksi terkait plagiat diri dengan menggunakan Permenristekdikti tersebut.

“Tuduhan plagiat diri itu dialamatkan kepada saya bermula dari dua laporan penelitian yang tidak terpublikasi pada publisher manapun,” aku Dr Jamhir, Kamis (1/4/2021).

(Baca juga: Pilrek UHO Mengerucut Ketujuh Nama, Panitia Sebut Ada Tidak Lulus Karena Plagiat)

Awalnya tudingan itu, lanjut Dr. Jamhir, pernah mencoba mengunakan dua laporan penelitiannya untuk mengurus KUM kenaikan pangkat ke Lektor kepala namun tidak diterima kalau itu.

Namun kedua tulisannya itu (laporan penelitian) ditariknya kembali karena keduanya ada kesamaan pada satu paragraf, dan selanjutnya tidak digunakannya untuk penilaian KUM pengusulan Lektor Kepala.

“Jadi untuk urusan ini, semuanya sudah clear sejak 2014,” tuturnya.

Anehnya, beber dia, meski tidak melakukan tindakan plagiat seperti yang dilakukan calon Rektor lain, namun Senat tetap mencoretnya.
 
Apalagi, menurut dia, Senat Akademik UHO pada tahun 2014 juga tidak pernah membentuk tim Ad hoc  untuk memeriksa kasus plagiarisme tersebut.

“Memang pernah ada teguran tertulis dari Rektor UHO tahun 2014, tetapi bukan teguran karena melakukan plagiat, tetapi teguran atas plagiat diri,” terangnya.

Yang lebih aneh lagi, menurut dia, justru kasus plagiat dari salah satu bakal calon Rektor lainnya yang jelas-jelas melakukan tindakan plagiat dibuktikan dengan keputusan berupa Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan Rekomendasi Ombudsman RI (ORI),  tidak disinggung sama sekali Senat Akademik UHO. Bahkan diloloskan masuk dalam daftar bakal calon rektor UHO tanpa dibahas.

Sementara dalam syarat pencalonan Rektor di PTN sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 4 huruf M, ditegaskan calon rektor tidak pernah melakukan plagiat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan yang mengatur tentang plagiat tertuang dalam Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010. Dimana definisi tentang plagiat sangat jelas tertulis di Pasal 1 Ayat 1, yakni plagiat berkaitan dengan pengutipan karya ilmiah pihak lain tanpa menyebut sumber secara jelas.

Sementara plagiat diri atau self-plagiarism tidak diatur dalam Permen tersebut. Artinya seorang penulis dapat atau bisa saja mengutip karya ilmiahnya sendiri.

Dengan demikian, harusnya sanksi terhadap dirinya tidak bisa diberikan dengan mengacu Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010, karena yang bersangkutan tidak melakukan tindakan plagiat terhadap karya orang lain.

Apalagi penjelasan tentang plagiat diri ini terang benderang disampaikan Plt. Sekjen Kemendikbud Ainun Na’im sebagaimana dimuat dalam DetikNews Tanggal 25 Januari 2021 bahwa: dalam peraturan kita self-plagiarism nggak ada. Yang namanya plagiarisme kalau mengambil karya orang lain. Kalau karya sendiri bukan plagiarisme. Praktik di dunia internasional juga begitu. Nggak ada self-plagiarism itu. Kata self-plagiarism itu dalam berbagai asosiasi peneliti juga nggak ada.

“Inilah kekeliruan Senat Akademik UHO,  seseorang yang tidak melakukan tindakan plagiat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, justru diberikan sanksi plagiat. Ini pelanggaran nyata atas peraturan yang ada yang dilakukan oleh Senat Akademik UHO. Boleh dikatakan sebagai tindakan penzoliman terhadap saya,” tuturnya. 

Dirinya juga menilai, pada kasus yang terakhir terkait dengan plagiat calon rektor yang telah direkomendasikan ORI, jika senat beralasan telah ada surat rekomendasi Senat Akademik UHO terhadap plagiat calon rektor yang menyatakan tidak cukup bukti adanya tindakan plagiat, sehingga Kemendikbud tidak memberi tindakan, maka tegasnya, Kemendikbud tidak bisa disalahkan.

Harusnya yang diperiksa adalah Ketua Senat UHO, mengapa bisa mengeluarkan Surat Rekomendasi Senat yang tidak pernah disepakati pembuatannya dan apalagi isi rekomendasinya.

“Ini sebenarnya tindakan kekeliruan serius dan sekali lagi Kemendikbud tidak bisa disalahkan karena Kemendikbud hanya menerima laporan berupa Surat Rekomendasi Senat tersebut,” pungkasnya.

Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan