Hugua Ingatkan Kepala Daerah Perlu Evaluasi Pembangunan Daerah

  • Bagikan
Peserta Regional Workshop on Building National and Local Capacity on Measuring SETI for SDGs in Asia and The Pacific Region (Foto: Istimewa)
Peserta Regional Workshop on Building National and Local Capacity on Measuring SETI for SDGs in Asia and The Pacific Region (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Ketua Jejaring Pemerintah Daerah Maritim atau Maritim Local Government Network (LGN) 6 Negara CTI, Hugua mengingatkan pemerintah daerah harus memikirkan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) karena pembangunan saat ini hanya bertumpu pada urusan lokal, tanpa memikirkan daerah sekitar, kawasan, dan dunia global.

Dalam mengisi acara Regional Workshop on Building National and Local Capacity on Measuring SETI for SDGs in Asia and The Pacific Region di Jakarta, Minggu 16 Juni 2019, Hugua mengatakan, kepala daerah lebih banyak mementingkan kepentingan lokal dalam menyusun perencanaan dan anggaran pembangunan.

“Banyak perencanaan daerah hanya melihat kepentingan lokal, sehingga tambang dengan mudahnya dikeluarkan izinnya, hutan dibabat habis, penangkapan ikan berlebihan karena mengejar PAD-nya sendiri, tanpa melihat kepentingan dan hubungan dengan kabupaten, provinsi serta kawasan kiri-kanannya,” ucap Hugua dalam keterangan tertulisnya diterima diterima Sultrakini.com, Selasa (18/6/2019).

Menurutnya, hubungan pembangunan antara kabupaten, provinsi, dan antar-kawasan serta negara-sejauh ini kurang begitu bagus. Mencairnya es di kutub arktik menandakan terjadi perubahan iklim. Banjir di mana-mana, Sultra dan Samarinda juga di Eropa, Australia, dan Amerika. Pemanasan hebat di India dan seterusnya. Ini terjadi salah satunya karena kepala daerah masih memikirkan dirinya sendiri.

“Pola pembangunan dan hubungan yang semacam ini harus diakhiri. Megingat, iklim secara global juga terus berubah ke arah yang lebih buruk. Untuk meminimalisir dampaknya, pemerintah daerah berperan penting, agar kepentingan iklim dan lingkungan global serta lokal ini nyambung, harus harus ada pengelolaan yang baik. Selama ini ada kesenjangan antara pencapaian tujuan SGDs yang jumlahnya ada 17 sasaran,” ujar mantan Bupati Wakatobi tersebut.

Hugua menyampaikan, SDGs yang diadopsi oleh PBB pada September 2015 merupakan kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada 2015. Sejauh ini, ada sejumlah kepala daerah, seperti Mamuju Utara, Wakatobi, dan daerah kecil lainnya di wilayah Indonesia Timur yang aktif memikirkan hal ini. Tetapi, perlu gerakan nasional yang lebih masif. Ke depannya harus ada semacam standar, format isian seperti program selektif penangkapan ikan, memelihara terumbu karang, memberdayakan nelayan dan sejenisnya.

“Di level PBB saat ini masih seputar akademis dialog dan diplomasi. Di level nasional, juga masih diskusi. Kapan implementasinya, kepentingan global, nasional, dan lokal ini harus timbal balik. Jangan global dan nasional berdiskusi, tapi di lokal tidak paham. Seluruh pihak harus menghubungkan perencanaan anggaran yang ada di daerah melalui kartu yang diisi organisasi pemerintah daerah, agar dapat diukur seberapa jauh kontribusi daerah tersebut pada pembanguan SDGs,” terangnya.

Otonomi daerah harus menjadi berkah untuk bumi, lanjutnya karena Unesco sudah merintis dan memulai. Bupati, wali kota, dan gubernur tidak hanya mengambil dan mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi mendorong pembangunan berkelanjutan.dengan ikut melibatkan multi-stakeholder.

“Kita tengah membangunkan tidur lama para bupati, wali kota, dan gubernur untuk sadar, mulai melihat diri kita dengan orang lain dan bumi kita,” tambahnya.

Seperti diketahui, lewat workshop ini, Unesco, Kemenko Maritim dan LGN mendorong negara-negara di wilayah asia dan pasifik mengukur kontribusi kegiatan scorecard untuk sains, teknik, teknologi, dan inovasi (SETI) untuk SDGs.

Hadir dalam workshop ini, Prof. Shahbaz Khan selaku Direktur Unesco Office Jakarta, Ir Andri Wahyono Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kemenko Maritim, dan 50 peserta dari enam negara anggota yang berada di segi tiga karang dunia atau Coral Triangle Initiative (CTI), yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, Kepulauan Solomon, dan Filipina.

Workshop regional ini bertujuan mendorong pencapaian target-target SDGs melalui peningkatan kapasitas nasional dan lokal bagi negara di asia pasifik, terutama anggota CTI.

SETI untuk SDGs juga bertujuan memfasilitasi pemerintah dan lembaga organisai untuk menilai serta mengevaluasi kontribusi sasaran dan target, dan indikator pembangunan berkelanjutan.

Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Andri Wahyono, mengatakan pertemuan ini guna mendorong pencapaian target SDGs.

Dijelaskannya, mengukur kontribusi dalam SDGs menggunakan metode kartu skor untuk SETI yang merupakan produk dari proyek Facilitate in Accelerating Science and Technology (AP-FAST), bertujuan membantu memungkinkan pencapaian agenda global dan target terkait di tingkat regional dan nasional.

“Meningkatkan koherensi antara rencana pembangunan nasional dan global,” sambung Andri Wahyono.

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan