Ini Dia, 10 Pemenang Lomba Desain Arsitektur Nusantara

  • Bagikan
Ini Dia, 10 Pemenang Lomba Desain Arsitektur Nusantara

SULTRAKINI.COM: JAKARTA – Menpar Arief Yahya dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyerahkan hadiah total Rp 1 M, kepada 10 pemenang Sayembara Arsitektur Nusantara untuk homestay. Di panggung, mereka didampingi oleh putri pariwisata Indonesia yang mewakili 10 destinasi prioritas di Balairung, Gedung Sapta Pesona, Jl Merdeka Barat, Selasa 25 Oktober 2016. “Selamat atas para pemenang semua,” ucap Menpar Arief Yahya menutup malam penganugerahan sayembara desain rumah wisata (homestay) Indonesia. 

Nama-nama Pemenang utama Sayembara itu antara lain: Tim PT Realline Studio, Ketua Tim Deni Wahyu Setiawan dengan judul karya Jabu Na Ture (Danau Toba). Tim Alvasara Ketua Tim Gigih Nalendra dengan judul karya Thin House (Tanjung Kelayang). Tim Arsitek Ketua Tim Edwin Adinata dengan judul karya New Gateway to Adventure In The West Eage Of Java (Tanjung Lesung). Tim PT Urbane Indonesia Ketua Tim Aditya Wiratama dengan judul karya Titik Temu (Kepulauan Seribu), PT Urbane Indonesia Ketua Aditya Wiratama dengan judul karya Gnomon Urip (Borobudur). Tim PT Grahaciota Ketua Tim Verena Rafaela dengan judul karya Dusun Guyub Bromo (Bromo Tengger). Universitas Mercu Buana Ketua Tim Wendi Isnandar dengan judul karya Rumah Separo Mandalika (Mandalika). Tim Blur Architec and Design Studio Ketua Tim Rizki Bhaskara dengn judul karya Naung Kampung Papagaran (Labuan Bajo). Tim PT Airmas Asri Ketua Tim Kalvin Widjaja dengan judul karya Roma Boe (Wakatobi), dan yang terakhir PT Studio Tanpa Batas Ketua Tim Wijaya Suryanegara Yapeter dengan judul karya Rumahku a Home to Stay (Morotai).

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyampaikan, bagi wisatawan itu yang paling penting adalah experience. Pengalaman mereka sejak turun di airport, sampai ke tempat tinggal mereka di penginapan. “Saya punya pengalaman yang tidak terlupakan sampai saat ini, saat tinggal Bed and Breakfast di Inggris. Yang menyiapkan makanan ya bapak ibu pemilik rumah yang sudah tua tua itu. Sangat mengesankan, sampai sekarang,” kata Triawan Munaf. 

Tentu, desain homestay ini nanti tidak akan menjadi real estate. Karena kearifan lokal justru menjadi atraksi dan daya tarik bagi wisatawan. “Saya ingat saat ke Banyuwangi, arsitektur airport Blimbingsari sangat unik, sejuk meskipun tidak ber AC. Bahan bakunya juga berasal dari kayu-kayu yang tidak banyak dipoles. Bagus sekali,” lanjut Triawan. 

Bukan Kepala Bekraf kalau tidak bisa membuat  ngakak para arsitek yang hadir di acara press conference itu. “Pokoknya, kalau dengan arsitek itu ide nya jangan ditawar-tawar. Biarkan aja mereka berekspresi. Kalau idenya tidak ditawar, harganya bisa ditawar. Karena mereka orang idealis yang ingin meninggalkan jejak,” candanya. 

Triawan Munaf akan selalu dan tetap akan mendukung pariwisata dalam memajukan pariwisata indonesia. Ada 16 sub sektor ekonomi kreatif yang harus dimajukan, untuk mensupport Kemenpar. “Kami ini anak angkat Kemenpar, karena itu percayalah kami berkewajiban untuk terus membantu Kemenpar, sebagaimana amanat Presiden Jokowi, bahwa ke depan hanya pariwisata yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kami bersama Kemenpar juga akan buatkan sayembara lagu 10 destinasi prioritas,” sebut Triawan. 

Hiramsyah Sambudhy Taib Ketua Pokja Percepatan 10 Bali Baru Kementerian Pariwisata RI menyampaikan laporan palaksanaan sayembara yang memecahkan rekor MURI itu. “Terima kasih buat tim juri, yang pasti sangat melelahkan menilai sekian banyak karya kreatif, 728 karya, 439 tim, 1.279 arsitek yang terlibat, dan hanya memilih 30 nominator, dan 10 pemenang itu. Pasti sangat melelahkan,” kata Hiram. 

Ketua Dewan Juri Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 ini adalah Yori Antar. Anggota : Bambang Eryudhawan, Dharmali Kusumadi, Eko Alvares, Endy Subijono, Hari Sungkari, Herry Purnomo. 

Ketua MURI, Museum Rekor Dunia Indonesia, Jaya Suprana menyerahkan plakat rekor MURI kepada Menpar Arief Yahya, Kepala Bekraf Triawan Munaf, Founder Propan Hendra Adidharma. “Saya batalkan rekor Indonesia untuk lomba arsitektur nusantara ini. Tetapi saya putuskan sayembara arsitektur nusantara ini mendapatkan Rekor MURI, Museum Rekor Dunia Indonesia!” kata tokoh kelirumonologi ini. 

Hendra Adidharma, Founder Propan bangga dengan sukses membuat event sayembara itu. “Kami dengan serius telah menjalankan tugas membuat sayembara desain arsitektur ini dengan sebaik-baiknya. Sejak 2013 Propan Raya sudah menggelar sayembara desain arsitektur budaya Indonesia, agar kita menjadi tuan rumah di negari sendiri dan mengangkat nama Indonesia di level dunia,” ucap Hendra Adidharma.

Sayembara Desain Rumah Wisata atau homestay ini sudah digagas sejak 10 November 2014, saat Menparekraf Arief Yahya –sebelum, Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif dipecah—blusukan ke Propan Raya. Lalu dilanjutkan dengan arahan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya mengembalikan jati diri dan identitas budaya lokal dengan menelorkan ide “Arsitektur Nusantara” di Mandeh, Pesisir Selatan, Sumbar, 10 Oktober 2015, dan Borobudur, 29 Januari 2016.

Maka disusun kerjasama tiga lembaga, Kemenpar, Bekraf dan Propan Raya, untuk membuat sayembara desain Arsitektur Nusantara untuk 10 Destinasi Prioritas yang biasa disebut 10 Bali Baru itu. Kemenpar menyiapkan hadiah total Rp 1 M untuk pemenang lomba desain yang digulirkan bersama. “Kebetulan kami bersama Kemen PU PR juga akan membangun 100.000 homestay di destinasi, maka Sayembara desain itu difokuskan untuk homestay,” jelas Arief Yahya.

Mengapa diprioritaskan untuk homestay? Pertama, sektor tourism itu mirip dengan telecommunication dan transportation, yang biasa disebut dengan 3T. Di Telco ada istilah Budget Telco atau budget operator dan sudah menjadi basic need atau kebutuhan dasar dengan system pre paid atau biaya abonement kecil. Di Transportasi ada sebutan LCC atau Low Cost Carrier, airlines yang berbiaya ekonomis, seperti Citilink, Air Asia dan Lions. Di Tourism pun akan kami dorong membangun lebih banyak LCT Low Cost Tourism dalam akomodasi, yang sering disebut homestay atau rumah wisata.

Bahkan, Menpar Arief Yahya sudah mempresentasikan konsep LCT itu ke markas UNWTO –Lembaga PBB yang bergerak di bidang Pariwisata—di Madrid Spanyol, bersama tim sembilan Board of Directors-nya yang dipimpin Sekjen Taleb Rifai. Jika 100.000 homestay itu sukses terbangun hingga 2019, maka target kapasitas akomodasi untuk menampung wisatawan bisa terpenuhi. “Kedua, inilah yang kami sebut dengan Sharing Economy atau bahasa Pak Presiden Joko Widodo disebut Ekonomi Gotong Royong,” jelas dia.

Jika Desa Wisata –konsep yang dimiliki Kemendes PDT itu ada 70.000 desa. Maka, homestay itu bisa diduplikasi lebih banyak lagi dengan B to B, business to business. Ketiga, system pemasarannya pun akan dibuat dengan Go Digital. “Kalau di transportasi ada Gojek dan Grab, maka di Tourism ini Homestay, AirBnB, dan dijual menggunakan platform ITX Indonesia Travel Xchange. Sebuah Digital Market Place tempat untuk mempertemukan demand dan suplay dalam satu platform,” kata Arief Yahya.

Dengan model Low Cost Tourism itu, Arief Yahya yakin akan cepat mendorong prinsip dasar, bahwa Pariwisata itu sudah menjadi kebutuhkan pokok. Selain, sandang, pangan, perumahan, wifi dan piknik alias berwisata. Karena harganya semakin murah, semakin terjangkau, dan tetap bisa berwisata ke destinasi yang dibangun aksesnya oleh pemerintah.

Bagimana menajemen 100.000 homestay itu? Bagaimana membuat standarisasi layanan? “Nanti ada Manajer Homestay, dibuat per cluster, yang diharapkan bisa dikelola oleh anak-anak lulusan Sekolah Pariwisata, dan akan menjadi kurikulum sendiri untuk Homestay Operator,” jelas Menpar Arief Yahya.

Lalu, untuk ke-10 destinasi prioritas itu, menggunakan Tipe A, B, C disesuaikan dengan kelasnya. Lalu untuk menjaga jati diri bangsa, maka wajib menggunakan desain arsitektur nusantara yang saat ini sudah ada pemenang-pemenangnya setiap wilayah. “Nanti, semua yang baru dibangun, harus menggunakan desain itu. Seperti Desa Wisata, Bandar Udara, Rumah Wisata, Toilet Bersih, Kantor Pemerintahan, agar budaya arsitektural local bisa mewarnai dan menjadi atraksi wisata tersendiri,” ungkap Menpar.(*) 

(Kemenpar RI)

  • Bagikan