Islam Nusantara, Jerat di Antara Umat?

  • Bagikan
Tiara Dian Nusantari(Siswi SMA Negeri 1 Uepai).Foto:ist

Belakangan ini, istilah Islam Nusantara kembali didengungkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat menolak konsep Islam Nusantara. MUI Pusat yang setuju dengan konsep Islam Nusantara menyebut penolakan dari Ranah Minang itu gara-gara pemahaman yang tidak selaras (Detiknews.com).

Sebelumnya diberitakan, Rapat Koordinasi Daerah MUI Sumbar dan MUI Kabupaten/Kota Se-Sumbar di Padang, 21 Juli 2018, menghasilkan kesimpulan untuk menolak Islam Nusantara. Ada sejumlah pertimbangan yang melandasi penolakan ini.

“Kami MUI Sumbar dan MUI Kab/Kota se-Sumbar, menyatakan tanpa ada keraguan bahwa: ‘Islam Nusantara’ dalam konsep/pengertian definisi apapun tidak dibutuhkan di Ranah Minang (Sumatera Barat). Bagi kami, nama ‘Islam’ telah sempurna dan tidak perlu lagi ditambah dengan embel-embel apapun,” demikian kesimpulan MUI Sumbar sebagaimana dokumen unggahan akun Facebook Ketua Umum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, pada 23 Juli 2018, dikutip dari Detiknewscom.

Menyikapi gagasan Islam nusantara beberapa tokoh pun angkat bicara. Sebut saja, KH Muhsyiddin Abdusshomad, Rais Syuriah PCNU Kabupaten Jember ia mengatakan “Istilah Islam Rahmatan lil Alamin yang dipakai selama ini sudah benar karena ada rujukannya dalam Al Quran,” katanya, Selasa (07/07).

Sebelumnya beberapa tokoh sudah memberikan tanggapannya tentang konsep Islam Nusantara salah satunya adalah KH Cholil Ridwan. Beliau berpendapat, “Sejak awal dari masa Wali Songo, yang bawa Islam ke nusantara itu sudah berhasil mengislamkan nusantara. Islam Nusantara itu berarti menghapus jasa Wali Songo dan juru dakwah yang membawa Islam masuk ke Indonesia,” terangnya.

Lebih lanjut, kata dia, jika tetap memaksakan konsep Islam Nusantara dengan terus disosialisasikan kepada masyarakat luas, maka sama saja dengan upaya menusantara-kan Islam. Hal itu, lanjutnya justru berpotensi menimbulkan perpecahan. “Sekarang kita mau menusantarakan Islam. Islam Nusantara kan berarti menusantarakan Islam. Kalau Wali Songo mengislamkan nusantara. Ini malah mengecilkan Islam. Islam itu rahmatan lil alamin,” tandasnya.

Pun, Dr. Habib Muhammad Rizieq Shihab mengatakan bahwa Islam Nusantara tidak penting, bahkan berbahaya, karena merupakan nama tipuan dari kalangan liberal untuk mengelabuhi masyarakat awam.

Konsep Islam Nusantara sebenarnya telah lama diperkenalkan. Namun belakangan ini konsep Islam Nusantara kembali jadi perbincangan ketika salah satu tokoh negara Mahmud MD memberi pernyataan yang kontroversial. Beliau mengatakan bahwa tugas dakwah kita sebagai muslim adalah ‘mengindonesiakan Islam’, bukan ‘mengislamkan Indonesia’ (Tribunnews.com, 30/04/2018).

Inilah yang menjadi kekhawatiran umat. Islam yang sudah sempurna direvisi kembali menjadi Islam Nusantara. Ya, ide Islam Nusantara yang saat ini sedang digulirkan merupakan bagian dari politik belah-bambu atau divide at impera yang memang merupakan strategi penjajah untuk melemahkan kaum muslim.

Belum lagi, mereka juga telah membuat kubu kaum muslim melalui pelabelan modernis-tradisionalis, radikal-moderat, spiritual-politik, kultural-struktural, formalis/literalis-substansialis. Termasuk Islam esoteris (Islam hakikat) dengan Islam eksoteris (Islam syariah). Termasuk ide Islam Nusantara berpotensi besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, negeri Muslim akan dipecah-belah melalui isu kedaerahan, ada Islam Nusantara, Islam Timur Tengah, Islam Turki, Islam Inggris, dan sebagainya. Tujuannya adalah menghalangi bersatunya ummat Islam di seluruh dunia.

Padahal sudah jelas dalam Alquran, Allah SWT berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (TQS Al-Maidah :3). Ini berarti Islam tak perlu lagi penambahan atau pengurangan. Tugas kita adalah menjalankan kewajiban yang telah disyariatkan.

Sudah seharusnya para ulama kita tegas dalam menyikapi persoalan ini. Para ulama seharusnya menolak konsep Islam Nusantara yang menebar jerat pengkotak-kotakkan dan berpotensi memecah belah umat, seperti yang dilakukan oleh MUI Sumatera Barat dan beberapa ulama lainnya yang kontra terhadap konsep ini.

Islam adalah agama yang sempurna dan universal. Ketinggiannya menjadikan Islam menjadi agama sekaligus sistem peraturan hidup yang tercakup didalamnya segala peraturan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Islam yang dibawa oleh Rasulullah adalah Islam yang Rahmatan Lil’ alamin hal ini dibuktikan ketika Islam pertama kali ditegakkan oleh Rasulullah di Madinah disana negara Islam berdiri menaungi 3 agama yang berbeda yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi. Ketiganya hidup berdampingan tanpa ada saling sikut dan mempermasalahkan perihal siapa yang harus mentoleransi siapa.

Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Kata ‘Islam Nusantara’ hanya akan menurunkan konsep Islam yang universal menjadi lokal. Tak ada perbedaan dalam penerapan Islam baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya. Bahkan Rasulullah SAW pun tak pernah menyebut Islam Arab Islam suriah dan Islam yang lainnya, Islam ya Islam. Agama yang telah Allah turunkan untuk memberikan keselamatan bagi pemeluknya. Islam memang solusi bagi seluruh umat. Namun, Islam Nusantara hanya akan menjadi jerat di antara umat. Indonesia tak butuh penerapan Islam Nusantara. Namun, Indonesia butuh penerapan syariat Islam secara menyeluruh di nusantara. Wallahu a’lam bisshawab.

 

Oleh :Tiara Dian Nusantari (Siswi SMA Negeri 1 Uepai)

  • Bagikan