Jujur Sebelum Vaksin, KIPI Merilis Korban Meninggal Tak Berkaitan Langsung dengan Vaksin

  • Bagikan
Dialog Produktif yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP, Selasa (25 Mei 2021).
Dialog Produktif yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP, Selasa (25 Mei 2021).

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, pekan lalu sebanyak dua guru meninggal dunia usai suntik vaksin Covid-19, namun menurut Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) korban yang meninggal usai suntik vaksin tidak berkaitan langsung dengan vaksin Covid-19. Masyarakat pun diimbau jujur menceritakan riwayat kesehatannya saat screening, sebelum suntik.

SULTRAKINI.COM: Sebelum melakukan suntik vaksin Covid-19, setiap orang sebaiknya jujur menceritakan riwayat kesehatan (penyakit) kepada tim medis pada saat screening. Hal ini guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sebagaimana dialami dua guru di Sulawesi Tenggara pekan lalu.

“Apabila sakit, sebaiknya kita berobat terlebih dahulu sebelum divaksinasi. Karena vaksinnya takutnya nanti mubazir di dalam tubuh kita sehingga tidak efektif membentuk antibodi. Akibat lainnya, apabila seseorang jatuh sakit dan diduga terkait vaksinasi bisa memperlama program vaksinasi,” ujar dr. Jane Soepardi, MPH., Dsc, pakar imunisasi dalam siaran pers Media-KPCPEN yang diterima SultraKini.com, Sabtu (25 Mei 2021) malam .

Dikatakan, jika masyarakat masyarakat jujur mengatakan ada masalah kesehatan, justru akan sangat membantu sekali.

Seperti diberitakan media ini sebelumnya, di Sulawesi Tenggara ada dua guru yang meninggal dunia usai menjalani suntik vaksin-Covid-19 pada pekan lalu, yakni La Hinu (58) dan Wa Ode Nurmiati (42).

La Hinu tidak sadarkan diri setelah beberapa jam disuntik vaksin Covid-19, sedangkan Nurmiati meninggal dunia setelah empat hari menjalani vaksinasi.

La Hinu adalah guru di SMPN 1 Baubau. Melakukan vaksinasi pada Kamis (20 Mei 2021). Bertepatan dengan jadwal kontrol ke rumah sakit.

Menurut anak sulung La Hinu, Rahmat (35), pagi itu ayahnya berangkat ke sekolah sebelum pukul 08.00 Wita. Mereka yakin jika La Hinu tidak akan divaksinasi karena punya riwayat diabetes namun rupanya di sekolah tetap mengikuti program vaksin bersama rekan-rekan kerjanya. Untuk itu pihak keluarga menyayangkan tindakan petugas yang tetap menyuntik La Hinu.

“Yang vaksin itu tim dari Puskesmas Wolio. Alasannya itu mereka vaksin karena sudah di-screening dan gula darahnya normal. Lalu ada juga penerima vaksin sebelumnya yang menderita diabetes sama seperti riwayat bapak saya tapi tidak ada masalah, sehingga bapak saya divaksin,” kata Rahmat menjelaskan.

Sekitar pukul 11.30 Wita La Hinu tiba di rumah. Sekitar pukul 13.30 Wita ia dilarikan ke RS Siloam dalam kondisi tidak sadarkan diri, hingga akhirnya meninggal dunia.

Sedangkan Wa Ode Nurmiati, yang juga meninggal setelah divaksinasi adalah seorang guru honorer SD Negeri di Kabupaten Muna Barat. Ia diinyatakan meninggal pada Minggu (23 Mei 2021).

Saat divaksinasi pada Selasa (18 Mei), Nurmiati dalam keadaan sehat. Sebelum vaksinasi, almarhumah juga menjalani screening terlebih dahulu.

Juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Muna Barat, Rahman Saleh, menjelaskan berdasarkan hasil screening dokter, semuanya normal.

“Semua item pertanyaan semua dia normal, tanda vital, tekanan darah, suhu, semua normal, penyakit komorbid tidak ada,” jelas Rahman.

Diakui, dulu Nurmiati sempat asma, tetapi kurang-lebih sudah 6 tahun tidak merasakan lagi, makanya dokter berkesmpulan layak untuk diberikan karena dari standar yang ada memenuhi syarat.

Setelah disuntik vaksin, dokter melakukan pemantauan selama kurang-lebih 30 menit. Setelah tidak ada keluhan, para penerima vaksin diperbolehkan pulang.

“Minggu baru kami dapat kabar terkait almarhumah, kita mau lakukan pemeriksaan terkait alat vital, tekanan, dan lain-lain, tapi sudah meninggal,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk kemudian disidangkan secara virtual dengan Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan Komnas KIPI.

Sementara itu, dalam rilis Media-KPCPEN semalam menjelaskan Kejadian KIPI serius yang diduga terkait vaksin AstraZeneca baru-baru ini telah terkonfirmasi tidak berkaitan langsung dengan vaksin tersebut.

Data-data yang sudah dikumpulkan Komnas KIPI menurut Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K)., M.TropPaed., Ketua Komnas KIPI telah dibandingkan dengan hasil uji klinik vaksin AstraZeneca sehingga saat ini Komnas KIPI bisa mengambil kesimpulan atas kejadian tersebut.

“Kasus KIPI terakhir yang sudah kami investigasi, setelah mengkaji data rekam medis pasien, dan pemeriksaan laboratorium, bisa disimpulkan kasus tersebut disebabkan oleh penyebab lain, tidak terkait dengan vaksin AstraZeneca,” jelas Prof. Hindra, pada Dialog Produktif yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP, Selasa (25/6).

Prof. Hindra melanjutkan, “Proporsi KIPI yang dilaporkan masyarakat Indonesia mengenai AstraZeneca lebih rendah daripada data hasil uji klinik fase I-III vaksin tersebut. Oleh karena itulah AstraZeneca aman digunakan.”

Hal ini diperkuat keterangan dr. Ellen Sianipar, Sp.A(K), Ketua Komda PP KIPI Provinsi DKI Jakarta. Sampai kini KIPI yang ditemukan khususnya di DKI Jakarta masih bersifat ringan seperti

demam yang kemudian bisa hilang dengan sendirinya setelah satu dua hari,” terangnya.

“Sebelumnya AstraZeneca sudah dipakai untuk vaksinasi anggota TNI dan Polri sejak akhir Maret lalu. Untuk masyarakat umum memang baru dipakai pada bulan Mei. Sampai sekarang vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca masih berlangsung dan saya harap masyarakat masih percaya dengan vaksin tersebut,” ujar dr. Ellen lebih lanjut.

Gejala-gejala yang perlu diperhatikan menurut Prof. Hindra adalah sakit kepala yang hebat,

penglihatan kabur, sesak napas, sakit perut, dan pembengkakan tungkai. “Kalau itu terjadi lebih

baik segera melapor supaya bisa diberi petunjuk apakah perlu dirujuk ke rumah sakit atau tidak,” terangnya.

Editor: M Djufri Rachim

  • Bagikan