Kasus Stunting di Wakatobi Terbanyak di Pulau Binongko

  • Bagikan
Ilustrasi
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Menjadi pulau yang paling terluar di Kabupaten Wakatobi, membuat Binongko menjadi wilayah tertinggal bila dibandingkan dengan pulau-pulau lain.

Bukan hanya tertinggal dari sisi pembangunan infrastrukturnya, namun juga Sumber Daya Manusia (SDM) nya. 

Berdasarkan data kasus stunting di Wakatobi tahun 2020, dua kecamatan di pulau Binongko ini menjadi penyumbang kasus terbanyak warganya yangbmengidap penyakit stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk diusianya.

Ada sebanyak 334 kasus stunting di pulau Binongko, yang tersebar di Kecamatan Binongko, di Desa Jaya Makmur 35 kasus, Desa Lagongga 36 kasus, Desa Wali 30 kasus, dan Desa Makoro 39 kasus. Sementara Kecamatan Togo Binongko; di Desa Waloindi 68 kasus, Oihu 36 kasus, Haka 26 kasus, Popalia 36 kasus, dan Sowa 28 kasus.

Kecamatan Tomia sebanyak 116 kasus yang tersebar di desa Teemoane 27 kasus, Waitii barat 33 kasus, Waitii 15 kasus, Lamanggau 30 kasus, dan Runduma 11 kasus.

Sementara di Kecamatan Kaledupa Selatan sebanyak 48 kasus yang tersebar di Desa Tampara 16 kasus, Kasawari 11 kasus, dan Peropa 21 kasus. Serta di Kecamatan Wangi-wangi Selatan hanya 18 kasus di Desa Kabita.

Walaupun begitu, kasus stunting di Wakatobi masih sangat rendah jika di bandingkan dengan jumlah rata-rata kasus stunting di Sulawesi tenggara bahkan nasional.

“Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi stunting di indonesia sebesar 30,8 persen atau 1 dari 3 balita terkena stunting sedangkan di Provinsi Sulewesi Tenggara prevalensi stunting sebesar 36,4 persen. Di Kabupaten Wakatobi prevalensi stunting berdasarkan hasil pemantauan status gizi tahun 2017 sebesar 26,3 persen.” kata Kepala Dinas Kesehatan Wakatobi, Muliaddin, Selasa (4/5/2021)

Namun untuk menangani stanting di 18 desa ini Pemda Wakatobi telah menetapkan desa-desa tersebut menjadi lokasi fokus intervensi stunting.

Namun di tahun 2022 mendatanh, pihaknya berencana akan menambah lokasi yang menjadi fokus penurunan kasus stanting sebanyak 10 desa/kelurahan. Sehingga di tahun 2022 nanti ada 28 desa/kelurahan yang akan menjadi fokus penanganan stanting.

Dengan telah ditetapkan 28 desa/kelurahan fokus intervensi penurunan stunting ini, ia mengajak semua stakeholder untuk bersama-sama menyusun perencanaan kegiatan baik intervensi spesifik maupun sensitive secara konvergensi sehingga menghasilkan sebuah rencana kegiatan yang mampu mengatasi masalah stunting di kabupaten Waakatobi.

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi yaitu praktek pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc-ante natal, post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses ke makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi,  sehingga penanganannya perlu dilakukan multisektor atau secara konvergensi. (C)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamri

  • Bagikan