Katoba dan Identitas Muslim Muna

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: Masyarakat Muna menjaga adat dan menguatkan agamanya dengan baik. Begitulah mereka menegaskan identitasnya melalu “Katoba”. Demikian inti buku karya Dr Asliah Zainal yang berjudul “Menjaga adat, menguatkan agama; Katoba dan Identitas Muslim Muna” yang dibeda di Kendari, Senin (19 Agustus 2019).

Acara beda buku karya dosen IAIN Kendari tersebut juga menghadirkan narasumber Prof Dr Heddy Shri Ahimsa Putra (Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM) dan Dr Erens Elvianus Koodoh (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo).

Katoba dimaknai sebagai Islam yang realistis, dan bukan Islam imagine. Agama yang tidak hanya khayalan, tetapi hidup dan menjadi ruh dalam setiap siklus kehidupan muslim Muna.

Diilustrasikan bahwa etika seseorang sakratul maut, maka tokoh masyarakat menuntun untuk bisa mudah mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah. Itulah yang disebut katoba.

Menurut Asliah, katoba selalu dihubungkan dengan ritual sebelum dan sesudahnya. Temuan buku ini, katoba merupakan ritual yang dilestarikan oleh muslim Muna setelah yang bersangkutan telah dilakukan kangkilo, yakni sebuah ritual yang boleh dikerjakan secara individu dan tidak diwajibkan.

Sementara pasca katoba, masyarakat Muna juga melestarikan ritual karia. Ritual ini juga tidak wajib dan boleh dikerjakan individu.

“Katoba ritual yang syarat dengan pelibatan orang lain dan menjadi wajib, terutama pada anak-anak menuju remaja, yakni usia 7-15 tahun,” jelasnya.

Proses Katoba dapat dipahami melalu proses “pra katoba, katoba, dan pasca Katoba”.

Buku yang diberi pengantar seorang maha guru, Prof Heddy merupakan warisan intelektual yang tidak pernah dilupakan karena disusun waktu beliau perjalanan menuju Jerman.

Kiriman: Laxmi (Citizen Journalism)

  • Bagikan