Keberadaan Indomaret di Koltim Dikritik

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Batamnews)

SULTRAKINI.COM: KOLAKA TIMUR – Pengoperasian Indomaret di Kabupaten Kolaka Timur dianggap melanggar aturan dikarenanakan tidak mengacu pada RTRW Koltim dan menyalahi Pepres 112 Tahun 2007 Pasal 3 ayat 1 yang menjelaskan lokasi pendirian dan perbelanjaan dan toko modern wajib mengacu pada rencana tata ruang kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk zonasinya.

Dosen Tata negara Universitas Muhammadiyah Kendari, Irwansyah, mengaku pendirian Indomaret perlu ditinjai ulang soal perizinannya, terutama berkaitan dengan RTRW. Koltim sampai hari belum memiliki RTRW.

Dalam memberikan izin kepada investor ada aturan main yang harus ditaati. Cukup jelas di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan. Di situ ada hierarki perundangan. Perda menjadi aturan yang paling dekat menjadi rujukan, investasi seperti ini seharusnya juga disampaikan kepada DPRD untuk dikaji dari sisi manfaat kemajuan ekonomi.

“Saya sangat yakin dari sisi jarak pendirian dengan pedagang tradisional pasti dilumpuhkan. Jarak itu syarat yang diatur dalam perundang-undangan. Pemda seharusnya melakukan tinjauan lapangan apakah lokasi pendirian berdekatan dengan kios tradisional apa tidak. Tidak bisa hanya melihat dokumen fisik tapi harus liat kondisi faktual dan efek yang ditimbulkan. Jangan sampai mendirikan satu Indomaret dan mematikan puluhan kios-kios di sekitar. Ini bisa berakibat pada perputaran uang lambat di kalangan masyarakat Koltim. Izin tersebut harus ditinjau ulang,” jelas Irwansyah, Rabu (29/1/2020).

Ketua LAKI Koltim, Juslan Kadir jugamemiliki pandangan yang sama. Terkait dengan Pepres Nomor 112 Tahun 2007 dalam Pasal 3 ayat 1 di situ dijelaskan wajib mengacu pada RTRW.

Kemudian Pasal 4 huruf a menjelaskan wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keadaan pasar tradisional usaha kecil dan menengah yang berada di wilayah bersangkutan. Huruf b, memperhitungkan jarak Indomaret dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya.

Pasal 13 harus ada studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan, terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku pedagang UMKM setempat.

“Penafsiran Pepres tersebut yang menjadi kritikan kami selama ini. Jelas- jelas keberadaan Indomaret sangat tidak memperhitungkan keberadaan pedagang lokal dan pedagang tradisional, penempatan lokasi lokasi Indomaret tidak berjarak sama sekali dengan pedagang lokal,” terangnya, Rabu (29/1/2020).

Pernyataan pihak perizinan bahwa sudah memenuhi syarat, baiknya ditinjau ulang di PP No 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan yang berusaha terintegrasi secara elektronik.

Dalam pasal 44 disitu dijelaskan Pasal 1 juga dijelaskan pemerintah daerah yang belum memiliki RTRW /RDTR dalam jangka waktu 6 bulan sejak peraturan pemerintah, wajib menetapkan RDTR untuk kawasan industri atau kawasan usaha sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, lalu pasal 45 juga ditegaskan ayat 3 rencana tata ruang kabupaten/kota atau RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksdud ayat 2 menjadi dasar penempatan lokasi usaha atau kegiatan dalam penertiban izin lokasi.

“Seharusnya Pemda Koltim sebelum mengeluarkan izin harus berpedoman pada Pepres No 112 Tahun 2017,” tambahnya.

Sementara itu pihak DPMPTSP Kabupaten Koltim baik Kepala DPMPTSP, Udin ataupun kepala bidang perizinan Agung Dwi Lesmono Saula saat hendak ditemui dan dikonfirmasi berulang kali via telepon dan media sosial lainnya enggan menjawab.

(Baca juga: Anggota Dewan Persoalkan Izin Indomaret di Koltim)
(Baca juga: DPMPTSP Koltim Sahut Positif Indomaret Mau Tambah Swalayan)

Laporan: Hasrianty
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan