Keistimewaan Puasa

  • Bagikan
Makmur Ibnu Hadjar.Foto: Ist

Oleh: Makmur Ibnu Hadjar

Bagi kita yang sedang melaksanakan ibadah puasa, maka hakekatnya bahwa puasa yang kita laksanakan itu bukan untuk kita, tetapi untuk ALLAH SWT. Sebuah hadist qudsi yang sangat terkenal menerangkan hal tersebut, bahwa ALLAH berfirman; “Puasa itu untuk-KU, dan Akulah yang langsung membalasnya”. Renungan kita selanjutnya adalah, kita awali dari sebuah pertanyaan, apakah keistimewaan puasa itu, sehingga ALLAH sendiri yang langsung membalasnya.

 

Sisi lain keistimewaan ibadah puasa, yang tidak ditemukan pada ibadah lainnya adalah amalan yang sangat pribadi, ia berada antara “hamba dengan Tuhannya”. Tidak seorangpun manusia yang tahu bahwa manusia si A sedang berpuasa atau tidak sedang berpuasa. Tidak seorangpun tahu apakah anda menelan air ketika sedang berkumur. Yang mengetahui hanya pelaku puasa dan ALLAH SWT. Robert Frager,Ph.D (seorang muallaf Amerika, Guru Besar California University, Berkeley, Presiden Tarekat Jerrahi Order California-memperdalam tasawuf di Istambul), menggambarkan keistimewaan serta manfaat ibadah puasa itu, dari sisi tasawuf kontemporer. Menurut Frager, bahwa keuntungan puasa itu adalah ALLAH SWT memberi pahala kepada aktivitas puasa itu secara langsung, atau bahkan ALLAH SWT yang Maha Tinggi menjadi balasan atas puasa kita. Keuntungan selanjutnya yang didapatkan di dalam pelaksanaan ibadah puasa, adalah puasa mampu melemahkan bahkan menundukkan “nafs” (hawa nafsu).

 

Nafs yang memiliki kecendrungan mendorong kita untuk berfikir dan bertindak untuk mencari mudahnya sesuatu, mencari yang nyaman dan nikmat secara jasmani dan atau nyaman secara kejiwaan. Nafs tidak memberi ruang kepada kita untuk mencari kebenaran, untuk berempati kepada sesama manusia, untuk menjadi pemaaf dan untuk tegar memelihara kesabaran. Dengan kehadiran puasa, yang dilaksanakan dengan ihlas, maka semua dorongan-dorongan nafs itu, bisa dikendalikan, dan bahkan bisa ditaklukkan, menjadi suatu potensi ke-Ilahian.

 

Potensi ke-Ilahian tersebut seperti menjadi sabar (ALLAH Maha Sabar), pemaaf (ALLAH Maha Pemaaf) dan empati yang tinggi kepada sesama manusia, yakni ringan mengulurkan tangan, untuk meraih tangan dhuafa, tangan anak yatim, tangan fakir miskin, dalam jalinan kasih kemanusian. Sebaliknyanya jika kehidupan seseorang dikuasai oleh nafs, maka lazimnya ia segera bertindak memenuhi kehendak nafs, selanjutnya kehendak demi kehendak akan datang silih berganti, terus menerus minta dipenuhi, tidak memiliki batas kepuasan, sampai kepada puncak klimaks yaitu nilai-nilai kemanusian seseorang runtuh, setara hewan.

 

Kecendrungan manfaat puasa lainnya, yang dapat disampaikan dalam renungan saat ini adalah, puasa akan membangkitkan ingatan kepada ALLAH SWT, dan sesungguhnya fungsi banyak mengingat ALLAH SWT (zikir), akan memberikan ketenangan dan kestabilan jiwa. Dalam konteks puasa dan kaitannya dengan mengingat ALLAH, buka saja dalam ranah formalis meverbalkan ke-Esaan, ke-Besaran, ke-Sucian dan seluruh sifat-sifat ALLAH yang maha agung (al Ashmaul Husna), akan tetapi puasa berfungsi sebagai istrumen, seperti setiap kali kita berlaku untuk menolok ajakan naluri kita untuk makan – minum (siang hari), berkata bohong, mengambil apa yang menjadi hak orang dan atau hak negara (korup), maka pada saat yang sama, kita memiliki kesempatan untuk mengingat ALLAH SWT, dan pada saat itu kita akan berkata bahwa saya tidak akan makan – minum, berkata bohong, mengambil apa yang menjadi hak orang dan atau hak negara, karena ALLAH.

 

Maka puasa dalam konteks ini, esensinya adalah istrumen zikir, karena puasa mendorong proses internalisasi serta penghayatan kehadiran ALLAH pada setiap tarikan napas kita. Ketika kita berbuka puasa, yang pross ritualnya 29 atau 30 kali (hari), kita mengalami momen rohani yang amat dalam, resonansisanya menggetarkan jiwa kita. Disini secara spiritual terungkap bahwa kita berpuasa untuk ALLAH, bukannya untuk mendapatkan konpensasi yang bersifat duniawi. Wallahuallam bissawab*.

  • Bagikan