Kekerasan Perempuan dan Anak di Sultra Meningkat Selama Pandemi, Apa Sebabnya?

  • Bagikan
Ilustrasi.

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Kasus kekerasan pada perempuan dan anak meningkat di Provinsi Sulawesi Tenggara selama pandemi Covid-19. Catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sultra, terdapat 240 laporan dengan berbagai motif selama periode 2020.

Kepala Dinas P3APPKB Sultra, Andi Tenri Rawe Silondae melalui Kepala Seksi Bidang Data Darwin di Kota Kendari, menjelaskan jumlah laporan kasus kekerasan dialami perempuan maupun anak pada 2020 tercatat 240 laporan, meningkat dibandingkan 2019 sebanyak 140 laporan.

“Banyak faktor penyebabnya, antara lain itu masalah Covid-19 karena ekonomi saat ini merosot sehingga terjadi kesalahpahaman, naik tensi, apalagi sekolahnya (anak-anak) sini ini daring terus. Orang tua itu dipaksa menjadi guru untuk anak-anaknya. Kadang-kadang anaknya tidak sabar mungkin akhirnya main gebuk (pukul) saja,” jelas Darwin, Senin (19/4/2021).

Kesadaran masyarakat tentang langkah yang dilakukan jika mengalami hal demikian sudah dilaksanakan, dengan melaporkan ke pihak yang berwajib.

“Mereka sudah tahu ketika mendapat kekerasan pihak lain dia langsung melapor, sehingga ketika melapor terinput di aplikasi Simfoni (Sistem Informasi Online), yaitu merekam semua yang mengadu di Polsek, Polres maupun Polda,” terangnya.

Melalui data yang disampaikan terdapat kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di 17 kabupaten/kota wilayah Sultra dengan rincian sebagai berikut.

  1. Kota Kendari: 48 laporan terdiri dari 22 kekerasan fisik, 11 psikis, 16 seksual, enam penelantaran, dan satu lainnya.
  2. Kota Baubau: 44 laporan terdiri dari 24 kekerasan fisik, 12 psikis, sepuluh seksual, tiga penelantaran, dan tiga lainnya.
  3. Kabupaten Kolaka: 30 laporan terdiri dari kekerasan fisik dan psikis masing-masing delapan, 17 seksual, satu eksploitasi, dan satu lainnya.
  4. Kabupaten Konawe: 23 laporan terdiri dari empat kekerasan fisik, satu psikis, 17 seksual, dan satu penelantaran.
  5. Kabupaten Buton Selatan: 19 laporan terdiri dari sepuluh kekerasan fisik, dua psikis, dan tujuh seksual.
  6. Kabupaten Buton: 16 laporan terdiri dari tiga fisik, lima seksual, dan delapan lainnya.
  7. Kabupaten Bombana: 12 laporan terdiri dari enam kekerasan fisik, satu psikis, empat seksual, dan satu lainnya.
  8. Kabupaten Buton Tengah: sebelas laporan terdiri dari tiga kekerasan fisik dan delapan seksual.
  9. Kabupaten Kolaka Utara: sepuluh laporan terdiri dari lima kekerasan fisik, psikis dan seksual maing-masing satu dan lainnya.
  10. Kabupaten Konawe Utara: enam laporan terdiri dari dua fisik, dua seksual, dan dua lainnya.
  11. Kabupaten Muna: enam laporan terdiri dari dua fisik dan empat seksual.
  12. Kabupaten Konawe Selatan: empat laporan terdiri dari dua seksual dan dua lainnya.
  13. Kabupaten Kolaka Timur: tiga laporan terdiri dari satu fisik, satu seksual, dan satu lainnya.
  14. Kabupaten Konawe Kepulauan: tiga laporan masing-masing satu kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
  15. Kabupaten Wakatobi: dua laporan kekerasan fisik.
  16. Kabupaten Buton Utara: satu laporan kekerasan seksual.
  17. Kabupaten Muna Barat: satu laporan kekerasan fisik.

“Dari 240 laporan itu paling banyak kekerasan fisik 99 laporan, kedua seksual 96 laporan, ketiga psikis 37, baru menyusul lainnya, penelantaran dan eskploitasi,” ucapnya.

Tempat kejadian terbanyak kasus kekerasan adalah rumah tangga tercatat 131; 67 terjadi di kebun, belakang rumah; 27 kejadian fasilitas umum, sebelas kejadian di sekolah, tiga di tempat kerja, dan satu di lembaga pendidikan kilat.

Darwin menambahkan, aplikasi Simfoni terpasang di Polsek, Polres, dan Polda Sultra guna merekam setiap laporan yang berimplikasi kepada kekerasan perempuan ataupun anak. Dari semua laporan yang ditangani pihaknya, semua berhasil ditangani baik penyelesaian secara hukum ataupun mengambil langkah berdamai secara kekeluargaan.

“Kalau pelapor mau ke jalur hukum kita memfasilitasi, tetapi kalau mau damai secara kekeluargaan tetap kita akan panggil, namun yang menjadi perhatian kita adalah damai ini dalam kondisi tekanan atau memang ingin benar-benar damai. Nah itu kita lihat,” tambahnya. (B)

(Baca juga: KDRT Paling Menonjol Sepanjang 2020, Perkawinan Anak Naik Tiga Kali Lipat)

Laporan: Riswan
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan