Kekerasan Perempuan di Siber Tren di Zaman Milenial

  • Bagikan
ilustrasi (Foto: idnjurnal.com)
ilustrasi (Foto: idnjurnal.com)

SULTRAKINI.COM: Komisi Nasional (Komnas) perempuan mencatat peningkatan kekerasan perempuan di dunia siber. Salah satunya dendam karena sakit hati pada perempuan dengan menyebarkan konten pornografi di dunia maya.  

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan kekerasan seksual di dunia siber bukan permasalahan baru. sejumlah laporan meningkat signifikan membuat Komnas Perempuan menaruh perhatian khusus terhadap jenis kekerasan ini.

“Sudah lama terjadi sebelumnya, tapi tahun ini jumlah laporannya cukup banyak. Kalau bertambah kan menunjukkan ada keseriusan dan perluasan kasus sehingga dilaporkan,” ujar Mariana, Selasa (4/12/2018).

Berdasarkan catatan tahunan, sepanjang 2017 sampai 2018, sekitar 65 laporan kekerasan seksual siber yang diterima Komnas Perempuan. Rincianya, Januari 2017 empat kasus, Februari laporan meningkat menjadi sembilan kasus, dan Maret- Desember 2017 naik menjadi 12 laporan.

Mariana menyoroti sejumlah kasus yang menonjol lewat dunia siber ini. Misalnya, penyiksaan dan penyebaran konten seksual atas korban M di Cikupa, Tangerang; persekusi onlineterhadap dokter Fiera Lovita asal Solok, Sumatera Barat.

Support Group and Resources Center on Sexuality (SGRC) membagi kekerasan seksual siber kedalam 11 jenis, yaitu: doxing (penyebaran konten pribadi), defamation (fitnah), flaming (penghinaan), hate speech (ujaran kebencian), impersonating (bermain peran). deadnaming (penyebutan nama asli kaum transgender), out-ing (pengungkapan orientasi seksual seseorang), online shaming (mempermalukan seseorang di dunia maya), honey trapping (menjebak untuk mendapat keuntungan materi atau politis), revenge porn (balas dendam lewat penyebaran konten pornografi), dan morphing (edit foto dengan tujuan mengolok-olok).

Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC), Nadya Karima Melati, menjelaskan jenis kekerasan dengan mempermalukan seseorang di dunia maya terjadi ketika perpisahan pasangan. Setelah hubungan berakhir pihak pria dalam beberapa kasus mengancam mantan kekasihnya dengan menyebar foto telanjang atau video seks ke internet agar sang kekasinya kembali lagi.

“Ini biasanya dilakukan oleh mantan pacar atau mantan suami, atau orang dekat lainnya,” kata Nadya.

Mariana menilai banyaknya kasus kekerasan seksual siber merupakan kelanjutan dari kekerasan seksual di dunia nyata.

“Masalahnya tetap soal identitas seksual, keperempuanan tentang orientasi seksual. Ini kan masalah persekusi di dunia nyata dibawa ke persekusi di ranah siber,” tutur Nadya.

Dalam catatan tahunan 2018, diketahui pelaku kekerasan seksual pada perempuan di ranah privat terbanyak adalah pacar (1.528 orang), ayah kandung (425 orang), paman (322 orang), ayah tiri (205 orang), dan suami (192).

Sumber: CNNIndonesia

Laporan: Hartia

  • Bagikan