Kembangkan Sektor Pertanian, Kumbewaha Tanpa Tambang?

  • Bagikan
Muhammad Risman
Muhammad Risman

SULTRAKINI.COM: Mencermati perkembangan terkait pertambangan di Kabupaten Buton, sepekan ini kami melihat hampir seluruhnya bermasalah berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ironisnya, banyak juga perusahaan tambang tidak peduli terhadap pemerintah daerah. Pada bagian komentar di media ada beberapa garis besar yang di kutip dari berbagai sumber di antaranya para pelaku usaha pertambangan baru sadar!. Dan akan memberitahukan kepada pemerintah yaitu PT Malindo Bara Murni yang di kuasakan kepada PT Arfah Indo Sarana sudah jelas mengakui Izin lingkungan tidak di laporkan kepada instansi terkait.

Sejak tahun 2014 tidak melaporkan tetapi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berada di Desa Kumbewaha Kecamatan Siontapina, Buton sekarang terjadi usaha atau aktivitas pertambangan jenis mangan dan mendengar laporan masyarakat instansi terkait yang berawal dari ‘pengecekan’ Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) belum lama ini melalui pemberitaan di media membenarkan perusahaan tambang tersebut di ketahui belum melengkapi dokumen diantaranya izin lingkungan bahkan sesuai data PT. Malindo Bara Murni yang di pegang dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buton sudah merekomendasikan untuk di cabut izin lingkungannya.

Hasil pengecekan Satpol PP Buton menemukan juga para pekerja banyak bukan berasal dari Desa Kumbewaha bahkan dikatakan tidak ada sebagai bentuk protes terhadap kehadiran pertambangan di desanya dan kegiatan pertambangan mangan banyak mendapat penolakan dari warga sekitar karna diduga telah merusak lahan pertanian, hutan di sekitarnya. Kondisi ini seharusnya cepat direspon oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Buton bersama Pemerintah provinsi (pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) agar bersama-sama membahas persoalan itu. Jangan nanti, ada pergerakan masyarakat seperti yang baru selesai terjadi di Kendari terkait aksi penolakan dan desakan untuk mencabut IUP di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) yang pada akhirnya merugikan semua. Meksipun demikian, perjuangan untuk mencabut IUP di Konkep mendapat dukungan dari Gubernur (Ali Mazi) di hadapan masa aksi pada kamis (14/3) lalu yang disampaikan oleh Lukman Abunawas selaku Wakil Gubernur Sultra.

Dalam peraturan menteri (Permen) ESDM No 25 tahun 2018 kemudian di ubah menjadi Permen ESDM No 26 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan dan Batubara menyatakan bahwa setiap perusahaan wajib memiliki izin smelter jika tidak memilikinya maka perusahaan harus dievaluasi IUP-nya oleh pemerintah dan yang berwenang untuk mengevaluasi adalah pemprov langsung oleh gubernur sesuai Undang-undang (UU) No 23 tahun 2014 sebagaimna diubah UU No 9 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah. Tetapi, yang terjadi pada pertambangan di Buton apakah sesuai dengan ketentuan tersebut?. Dan beberapa ketentuan lainnya. Maka hal di maksud dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk menjaga kelangsungan masa depan daerah. Mengenai pertambangan banyak daerah di harapkan untuk segera di tutup atau apabila telah ada IUP dan beroperasi terbukti aktivitas pertambangan tidak penuhi peraturan hukum yang berlaku maka segera cabut operasinya karna akan meresahkan masyarakat lingkar tambang.

Sesuai yang dipertanyakan oleh Isran Juhuli, SH sebagai tim kuasa hukum masyarakat kumbewaha tahun 2015 dalam komentar di media pada prinsipnya PT Malindo Bara Murni harus melengkapi izin pinjam kawasan hutan jika akan beroperasi menurutnya pada tahun 2015 pernah memperkarakan di kejaksaan negeri (kejari) pasarwajo karna tidak memiliki beberapa dokumen yang lengkap selain belum memiliki Pinjam Kawasan Hutan perusahaan juga tidak memiliki Amdal, CSR sebagai tanggungjawab sosial kepada masyarakat lingkar tambang dan lain-lainnya sehingga tidak lagi beroperasi. Dengan demikian, ketika saat ini sudah beroperasi apakah sudah memenuhi segala dokumen tersebut?. Pertanyaan Berdasarkan UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan ditentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan eksplorasi terhadap hutan sebelum mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Kehutanan. Jadi, sebelum izin tersebut diterbitkan, seharusnya kegiatan pertambangan belum boleh dilakukan. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.43/ Menhut-Ii/ 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang mengatur bahwa pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar izin Menteri.

Banyak sektor lain yang masih dapat dijadikan pertumbuhan perekonomian bukan hanya pertambangan. Pemerintah wajib, harus sering turun ke area usaha pertambangan agar mengetahui tanggapan masyarakat karna yakin dan percaya yang menolak keberadaan tambang lebih banyak kalaupun untuk memilih lebih baik pemerintah fokus kembangkan sektor pertanian atau perikanan sebagai sektor unggulan produktif dan Kabupaten Buton memiliki potensi perikanan serta pertanian sehingga sektor tersebut perlu di wacanakan daripada pertambangan yang lebih banyak mendatangkan bencana. Kalau tetap diharapkan maka pelaku usaha pertambangan penuhi ketentuan aturan jangan asal beraktivitas.

Dampak Pertambangan Terhadap Lingkungan

Manajer Kampanye Walhi, Edo saat memberikan materi di workshop EITI Perbaikan Tata Kelola yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Novotel Bogor, Senin (7/9/2015) memaparkannya sebagai berikut:

1.Perubahan bentang alam dengan teknik open pit (bukit menjadi daratan bahkan menjadi kubangan, aliran sungai terputus bahkan menjadi kering); 2. Menyebabkan kekeringan lahan pertanian karena sumber air dikuasai oleh perusahaan tambang, dan juga pengaruh debu yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan; 3. Erosi semakin meningkat karena berkurangnya areal resapan air; 4. Pencemaran terhadap aliran sungai, baik karena sedimen maupun limbah beracun; 5. Struktur tanah menjadi labil dan bisa menyebabkan terjadinya longsor; 6. Berkurangnya areal resapan air, juga bisa menyebabkan banjir pada saat musim penghujan; 7. Berkurangnya populasi dan habitat satwa-satwa endemik karena kerusakan ekosistem kawasan dan degradasi kawasan hutan; 8. Pencemaran oleh limbah beracun juga sangat tinggi di titik lokasi pembuangan tailing untuk pertambangan mineral sedangkan untuk pertambangan batubara pada proses distribusi dan sangat rentan mencemari sungai, muara sungai dan laut; 9. Menyisakan lahan kritis pasca perusahaan tambang selesai beroperasi.

Kerusakan lingkungan akan menjadi dampak utama terhadap masyarakat lingkar tambang sebagai area utama maka kebijakan untuk menerbitkan IUP harus benar-benar berdasarkan aturan hukum. Tidak di benarkan jika di abaikan oleh pelaku usaha pertambangan dan kepada pemerintah kabupaten maupun provinsi tetap membangun koordinasi baik untuk menjamin kepada pelaku usaha untuk tidak mengabaikan kewajiban / Tanggungjawabnya. Tetapi, jika tidak patuhi maka segera di tindak tegas kepada perusahaan-perusahaan pertambangan di Buton.

Semoga tulisan ini menjadi solusi kepada pemerintah agar memperhatikan aktivitas pertambangan khususnya yang berada di dekat area pertanian bahkan pemukiman warga sekitar.

Oleh: Muhammad Risman (Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang Sultra dan Wakil Ketua DPD KNPI Buton).

  • Bagikan