Kewajiban Siapakah Puasa Itu?

  • Bagikan
Dr. Jalaluddin Rum

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Sebagai dasar kita dalam menjalankan ibadah puasa yaitu firman Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 183; “Yaa ayyuhalladziina aamanuu, kutibaalaikumusshiyaam, kamaa kutiba alalladzina min kab’likum laallakum tattakuun” yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Apabila kita cermati dan telaah penggalan kalimat dalam Surah Al Baqarah 183 tersebut, yaitu “Yaa ayyuhalladziina aamanuu (“Hai orang-orang yang beriman!”) maka dapat disimpulkan bahwa puasa itu hanya ditujukan pada golongan orang-orang tertentu yaitu hanya pada orang-orang yang beriman. Sebab Allah SWT, tidak berfirman “Yaa ayyuhannas” (Hai sekalian manusia!) dan “Yaa ayyuhal muslimun” (Hai sekalian kaum muslim!),  tetapi  secara tegas berfirman “Hai orang-orang yang beriman!”

Maka bersyukurlah semoga kita tergolong dalam orang-orang yang beriman dan kita beruntung karena masih diberi kesempatan menikmati indahnya Ramadhan tahun ini. 

Untuk itu apabila kita sedang berpuasa, apabila ada orang lain di sekitar lingkungan kita apakah itu dijalan, pasar, terminal maupun tempat-tempat umum lainnya yang seenaknya lalu lalang makan minum di hadapan kita, maka kita anggap saja bahwa puasa itu bukan untuk mereka sebagaimana penggalan makna Surah Al-Baqarah ayat 183 tersebut. 

Hanya saja sungguh sangat-sangat disayangkan ketika umat lain menghargai kita yang sedang berpuasa, justru umat kita sendiri yang tidak menghargai kita. Padahal kalau kita telusuri lebih jauh mereka yang tidak berpuasa itu ber KTP Islam, maaf mungkin juga anak Kyai, Ustadz, anaknya Haji.

Berkaitan dengan puasa tersebut, jangankan orang-orang beriman, hewan dan tumbuhan pun berpuasa. Contoh; ular berpuasa kurang lebih tiga Minggu ketika akan mengalami pergantian kulit, ayam berpuasa kurang lebih tiga minggu ketika akan menetaskan telurnya, buaya Sungai Nil Afrika berpuasa selama satu tahun dalam menghadapi cuaca ekstrim (kemarau panjang). Sedangkan puasa bagi tumbuhan dapat saya contohkan pada pohon-pohon besar di halaman kantor maupun di tepi-tepi jalan. Pohon-pohon tersebut berpuasa seiring dengan datangnya musim gugur. Apabila kita perhatikan secara kasat mata, maka pohon tersebut sudah akan mati karena ditandai dengan daunnya yang jatuh layu berguguran maupun rantingnya yang patah berjatuhan. Nah, apabila proses puasa pohon tersebut berlalu seiring dengan berakhirnya musim gugur, kita dapat saksikan betapa suburnya pohon tersebut yang ditandai dengan daunnya yang hijau berkilauan.

Dalam kita berpuasa, setidaknya terdapat 3 (tiga) ciri golongan orang yang berpuasa: Pertama, ciri golongan orang yang optimis. Golongan ini berpuasa seraya berdo’a ; Alhamdulillah, Yaa Allah Engkau masih mempertemukan aku dengan Ramadhan tahun ini, semoga Engkau mempertemukan aku kembali dengan Ramadhan tahun berikutnya sembari menghindari hal-hal yang tidak pantas meski tidak membatalkan puasa dengan jalan  mempuasakan seluruh anggota tubuh tidak hanya perut dan kemaluannya, namun juga mata, telinga, hati, tangan, dan kaki juga turut serta beraktivitas menahan diri, sebagaimana Hadist Nabi SAW., “Barang siapa melakukan puasa Ramadhan dan mengetahui batasan-batasannya serta memelihara sesuatu yang patut dipelihara maka aktivitas puasa itu akan melebur dosa-dosanya yang lalu (HR. Baihaqi, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

Sebuah kisah Mualla bin Fadhl seperti disebut oleh Ibnu Radjab al-Hambali pernah berkata bahwa, para sahabat Nabi SAW., membagi duabelas bulan menjadi dua bagian. Bagian pertama (enam bulan pertama), mereka memohon kepada Allah SWT agar bisa mendapati bulan Ramadhan yang akan datang. Kemudian pada enam bulan berikutnya mereka memohon kepada Allah SWT., agar berkenaan menerima puasa dan amal ibadah lainnya yang telah dilaksanakan pada Ramadhan lalu.

Kedua, ciri golongan orang-orang yang pesimis. Golongan ini, menjelang bulan Ramadan tiba langsung memvonis dirinya tidak bisa puasa karena alasan kesehatan terutama lambung (maag). Hal tersebut sangat bertentangan dengan Hadist Nabi SAW yang berbunyi “SUUMMU TASYIKHUU” puasa itu menyehatkan maupun dengan ilmu pengetahuan yang telah dibuktikan dengan hasil-hasil penelitian, baik itu penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan muslim maupun ilmuwan non muslim. Bahkan penelitian terakhir yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization) lembaga yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyimpulkan bahwa puasa itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit termasuk maag.

Olehnya itu, karena puasa telah terbukti secara ilmiah dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, maka pada dua kota di Jepang, Osaka dan Kyoto telah didirikan klinik sebagai tempat untuk melakukan pengobatan dan terapi kesehatan. Dan bagi orang-orang non muslim yang akan melakukan terapi puasa dianjurkan agar mencontoh cara-cara berpuasa yang dilakukan oleh orang-orang muslim. 

Jika timbul pertanyaan, kalau puasa itu menyehatkan mengapa si Fulan terserang maag, mengapa si A naik kolesterol dan tekanan darahnya dan penyakit lainnya? Jawabannya adalah, sebaiknya jangan kita kambing hitamkan puasa tetapi marilah kita telusuri dan lihat kembali bagaimana pola makan kita ? Mungkin saja saat berbuka puasa kita melakukan “balas dendam” makan secara berlebihan. Di mana hal tersebut sangat bertentangan dengan Firman Allah dalam Surah al-A’raf ayat 31,” …Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan”…, maupun anjuran Rasulullah SAW., dalam hadistnya bahwa lambung itu isinya 1/3 untuk makan, 1/3 untuk air dan 1/3 untuk bernafas. 

Dan dengan hadist tersebutlah yang membuat seorang Tabib non muslim yang juga merupakan dokter pribadi Raja Harun al-Rasyid pada akhir dialognya dengan  Ali bin Husein saat itu terkagum-kagum dan berkata; “Ternyata Hipokrates (dokter yang dibangga-banggakan) tidak ada apa-apanya dibanding kitab suci dan hadist nabimu”. Bahkan Napoleon Bonaparte seorang pahlawan besar Prancis telah membuktikan dan mengatakan,”Terapiku adalah puasa.

Adalah Hipokrates, seorang dokter kuno dari Yunani yang merupakan rujukan kedokteran modern pun pernah ditanyai,” Apakah rahasia Tuan tidak diserang penyakit?” Dia menjawab,” Aku tidak mengumpulkan dua makanan yang buruk. Aku tidak memasukkan makanan di atas makanan. Dan, aku tidak menyimpan makanan dilambung yang membuatku sakit.” Nah, kalau pola makan kita tidak sesuai anjuran, maka jangankan sehat, ibadah sholat pun susah kita laksanakan. 

Selanjutnya, ciri golongan ketiga, golongan orang yang biasa-biasa saja (awam). Golongan ini meskipun sedang berpuasa tetapi masih saja melakukan hal-hal yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan nilai-nilai puasa itu di hadapan Allah SWT., contoh ghibah yaitu menceriterakan kejelekan-kejelekan sesama saudara muslimnya atau istilah krennya “gosip”, ataupun mengadu domba sesamanya. Dan hal demikian sesungguhnya sangat bertentangan dengan hadist Nabi SAW., yang artinya; “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan malah mengerjakannya, serta tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah tidak berkepentingan dengan aktivitas dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR. Bukhari).

Sebagaimana ungkapan yang pernah dilontarkan oleh Dokter ahli bedah dan psikiater Amerika Alexis Carrel (1873-1944) peraih hadiah Nobel dua kali bahwa; Apabila pengabdian, shalat, puasa, dan do’a yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan masyarakat, berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut. 

Karena itu, marilah kita manfaatkan momentum Ramadhan tahun ini sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada ALLAH SWT., jangan pernah berpikir bahwa kita masih memiliki jatah hidup untuk merasakan Ramadhan lagi di tahun mendatang. Tidak ada jaiminan ! Mungkin saja Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir bagi kita sekalian. Amiin. YRA. Marhaban Yaa Ramadhan 1438 Hijriah

Oleh: Dr. Jalaluddin Rum

Penulis adalah Dosen STIE 66 Kendari Sulawesi Tenggara.

  • Bagikan