Kisah Pria Difabel Pembawa Obor Asian Games

  • Bagikan
Achmad Dzulkarnain, pria difabel yang berkesempatan membaca obor Asian Games ketika tiba di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (22/7/2018). (Foto: RRI)
Achmad Dzulkarnain, pria difabel yang berkesempatan membaca obor Asian Games ketika tiba di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (22/7/2018). (Foto: RRI)

SULTRAKINI.COM: Obor Asian Games 2018 tiba di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (22/7/2018). Obor yang kirab secara estafet ini, dibawa pertama oleh Achmad Dzulkarnain (26), seorang difabel asal Kecamatan Kabat saat tiba di wilayah setempat.

Dzoel, begitulah panggilan akrab difabel yang hobi fotografi itu.

Pria yang pernah mendapatkan beasiswa di sekolah fotografi Darwis Triadi Jakarta ini, terharu atas kepercayaan kepadanya untuk membawa obor Asian Games yang akan diselenggarakan di Jakarta-Palembang tersebut. Padahal dirinya hanya memiliki tangan sebatas lengan dan kaki sebatas panggal paha sejak lahir.

Obor dipeluknya usai diberikan dari tangan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Dengan semangat dia lalu berjalan kaki beberapa puluh meter bersama rombongan Forpimda Banyuwangi.

Untuk mempermudah perjalanan yang dipenuhi penonton, Dzoel menggunakan kursi roda yang didorong secara bergantian oleh Bupati Banyuwangi, juga jajaran Forpimda Banyuwangi.

“Saya merasa bangga dan terharu. Walaupun saya difabel tapi saya dipercaya untuk membawa obor Asian Games. Ini juga bentuk kampanye bahwa mereka yang difabel juga bisa berprestasi,” jelasnya.

Dia mengaku mendapat sepatu lari berukuran 42 dari panitia, walaupun pihak panitia mengerti dirinya tidak mungkin memakai sepatu itu. “Katanya biar adil, jadi saya dapat sepatu juga. Karena dari 10 pembawa obor semuanya dapat sepatu. Tapi kan nggak mungkin saya pakai. Akhirnya saya kasih ke adik saya yang SMP. Kebetulan dia baru masuk sekolah,” kata Dzoel sambil tersenyum.

Demi suksesi estafet tersebut dia bahkan berlatih fisik selama hampir 2 minggu dengan berlari kecil di sekitar rumahnya. Ia berlatih dengan membawa botol air mineral karena dia harus menempuh jarak 500 meter dengan waktu 6 menit.

Dzoel juga mengaku tidak kesulitan saat harus membawa obor Asian Games yang memiliki berat sekitar 2 kilogram, karena menurutnya kamera yang dia bawa sehari-hari lebih berat dan ukurannya lebih besar.

“Tapi kondisi saya tidak memungkinkan untuk menempuh 500 meter hanya 6 menit jadi ya pakai kursi roda. Tapi yang penting saya sudah jalan dengan membawa obor walaupun hanya berapa puluh meter. Saya tidak akan pernah melupakan pengalaman itu,” kata pemuda kelahiran 7 Oktober 1992 tersebut.

Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kepada Kompas.com mengatakan, kegigihan Zulkarnain dengan segala keterbatasannya mampu mengukir prestasi yang luar biasa dan bisa menjadi inspirasi banyak orang. “Ini pelajaran penting bagi kita, bahwa dengan semangat yang pantang menyerah, apapun kendala dan hambatannya bisa kita hadapi,” katanya.

“Dzoel yang awalnya tukang foto KTP di desa dan menekuni dunia fotografi secara serius hingga menjadi profesional. Ini sejalan dengan semangat Asian Games agar atlet-atlet yang bertanding terus gigih meraih target prestasi,” ungkap Bupati Anas.

Sumber: Kompas.com
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan