Krisis Air, Siapakah Yang Harus disalahkan?

  • Bagikan
Harsniati, SKM (Tenaga Medis dan Pemerhati Ummat) .Foto:ist

Orang bilang tanah kita adalah tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Itulah salah satu lirik lagu Kolam Susu ciptaan Koes Plus Yon Koeswoyo, yang mencoba mewakili kaya dan suburnya negeri tercinta, Indonesia. Namun tentu saja hal itu tidak akan terjadi tanpa adanya air yang menjadi komponen utamanya.

Krisis air yang melanda, telah dirasakan oleh sejumlah warga yang di wilaya-wilayah Negeri ini. Di Kabupaten Karawang misalnya, sudah dua bulan terakhir warga di sejumlah wilayah itu mengalami kesulitan air bersih. Disetiap pagi dan petang puluhan warga mengambil air di sebuah kubangan yang airnya keruh bercampur lumpur. Mereka tidak punya pilihan lain, setelah sumur mereka mengering karena kemarau. (Merdeka.com)

Begitupun juga yang dirasakan oleh warga Kabupaten Lombok Utara dan Barat bagian utara dg mayoritas berada di pegunungan baru-baru ini. Sumur-sumur mereka menjadi dangkal karena getaran gempa, menyebabkan sumurnya runtuh sehingga tertutupi pasir, menjadikan volume airnya sangat jauh berkurang. (Liputan6.com)

Pertanyaannya, apakah semua sumber kekeringan itu sepenuhnya disalahkan kepada Alam ini? Begitu sempitnya cara berpikir manusia jika semua bencana atapun musibah di Negeri ini, selalu dikatakan “ini hanya bencana Alam biasa, dan wajar saja terjadi”. Sungguh Pemikiran seperti ini adalah cara berpikir yang sangat dangkal.

 

Kritis Menyikapi Kekeringan

Tidak mungkin ada Asap kalau tidak ada Api, tidak mungkin ada akibat kalu tidak ada sebabnya. Begitulah halnya krisis yang melanda negeri ini, tidak mungkin terjadi kekeringan kalau tidak ada alasan di dalamnya.

Air adalah sumber kehidupan bagi seluruh mahluk yang ada di muka bumi ini, termasuk di Indonesia. Dan di Indonesia pula, telah dijelaskan di dalam Undang-Undangnya Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber daya Air. Dalam pasal 2 yang berbunyai “Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas”. Namun hal itu, sangat bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Kenapa tidak, krisis air  di Negeri ini telah dirasakan oleh sebahgian rakyat yang ada di wilayah-wilayah Indonesia. Dari beberapa fakta di atas, hanya sebagian yang nampak kesulitannya memperoleh air bersih. Dan kesadaran pemerintah daerah untuk penanggulangan Krisis Air Bersih ini, masih sangat rendah.

Ketersediaan prasarana dan sarana di daerah krisis, sering tidak cukup karena belum ada upaya maksimal dalam pencegahannya, dan yang penting juga adalah kebijakan penganggaran yang belum sigaap. Akibatnya, seringkali krisis menjadi malapetaka besar yang menelan banyak korban yakni manusia dan mahluk hidup lainnya.

Semestinya dampak ini bisa diantisipasi manakala kebijakan politik tanggap krisis air bersi yang berpotensi bencana berjalan sebagaimana mestinya. Namun lagi-lagi ada persoalan mendasar yakni kesalahan paradigmatis pada pemerintahan hari ini terhadap pengaturan urusan masyarakat, pengelolaan SDA dan pemanfaatannya. Ini karena pandangan sekuler (agama – syariat Islam tidak diterapkan) dalam pengaturan berbagai urusan. Semakin sulitnya mengatasi krisis air bersih, membuat pemerintah melakukan swastanisasi terhadap pengelolaan air bersih. Swastanisasi ini juga terbuka bagi asing (PMA) dengan dikeluarkannya Paket Deregulasi No.2 tahun 1995. Dengan swastanisasi ini, diharapkan PDAM dapat meningkatkan kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan efisiensi penyediaan air bersih. Namun sampai saat ini, masyarakat masih mengalami kesulitan air bersih. Alhasil, untuk mendapatkan air bersih, rakyat harus membeli, padahal tidak semua rakyat mampu membeli air.

 

Islam Memberikan Solusi

Kejadian krisis air, tidak diposisikan sebagaimana pandangan Islam, sehingga berpengaruh terhadap langkah tindak.

Melihat fenomena di atas, sudah sepantasnya semua umat manusia, terutama di Indonesia untuk kembali mengamalkan nilai-nilai Islam, dimana di dalamnya terkandung begitu banyak contoh teladan dan aturan-aturan yang mestinya diikuti oleh segenap umat manusia.

Para pemimpin dinasti Islam memainkan peran signifikan dalam hal pengelolaan air ini. Di Irak, pengembangan teknologi hidraulik serta manajemen air menjadi tugas negara, sedangkan masyarakat lokal berkonsentrasi memelihara saluran-saluran air yang ada.

Selain itu, di era kekhalifahan para insinyur Muslim juga sudah mampu membangun bendungan pengatur air diversion dam. Bendungan ini digunakan untuk mengatur atau mengalihkan arus air. Bendungan pengatur air itu pertama kali dibangun insinyur Muslim di Sungai Uzaym yang terletak di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan semacam itu pun banyak dibangun di kota dan negeri lain di dunia Islam.

Salah satunya di Mesir, pengelolaan air sungai Nil merupakan aspek krusial dari semua aspek kehidupan, dan dam/bendungan adalah jawabannya. Hingga kemudian, baik Sultan al-Nuwayri dan Sultan al-Makrizi senantiasa memusatkan perhatian pada pemeliharaan bangunan dam serta saluran air untuk mencapai keuntungan maksimal.

Demikian pula para penguasa lainnya semisal dinasti Ayubid dan Mamluk, bertanggungjawab membersihkan atau mengeruk kanal dan memperbaiki dam. Biasanya, untuk tugas ini pemerintah kesultanan lantas membayar beberapa tenaga pengawas maupun konsultan.

Pelestarian sumber daya air tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30.

” Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.).” 

Dalam Islam, air merupakan milik umat. Sebagaimana sabda Rasul SAW :

“Manusia berserikat dalam tiga perkara; dalam hal air, padang dan api

Semoga Teknik Sipil dimasa kepemerintahan Islam dapat dijadikan contoh bagi pemerintah dimasa yang akan datang, akan lebih mampu menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi Masyarakat saat ini khususnya yang berhubungan dengan struktur fasilitas Publik.

Wallahu A’lam Bissawab

 

Oleh : Harsniati, SKM (Tenaga Medis dan Pemerhati Ummat)

  • Bagikan