Lembaga Dakwah Kampus Sultra Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

  • Bagikan
Aksi penolakan RUU penghapusan kekerasan seksual di Kota Kendari, Kamis(7/1/2019). (Foto: Wayan Sukanta/SULTRAKINI.COM)
Aksi penolakan RUU penghapusan kekerasan seksual di Kota Kendari, Kamis(7/1/2019). (Foto: Wayan Sukanta/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Sekelompok Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra), menggelar aksi damai di perempatan lampu lalulintas eks MTQ Kota Kendari, Kamis (7/2/2019).

Dalam aksinya, mereka mendesak DPR RI tidak mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Adanya RUU penghapusan kekerasan seksual itu dinilai ada upaya untuk melegalkan praktik LGBT, zina, dan aborsi. Hal itu terkandung dalam draft RUU tersebut yang dicurigai diarahkan pada liberalisme seksual,” kata Koordinator Lapangan Aksi, Fitrap Praptapsing.

Adanya dugaan tersebut, lanjut Fitrah, DPRD Sultra diminta untuk tidak mengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual sebagai UU.

“Saya menyerukan kepada masyarakat untuk kembali pada syariah Allah secara menyeluruh sebagai solusi tuntas dari problematika umat,” ujarnya.

Dilansir dari Kompas.com, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih dibahas DPR RI bersama pemerintah. Pembahasan itu bertujuan agar RUU memberikan perlindungan, pencegahan, dan rehabilitasi korban kekerasan seksual. Termasuk memberikan efek jera bagi para pelaku nantinya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, membantah RUU tersebut berpotensi menimbulkan perilaku seks bebas atau zina dan menyimpang. Sehingga DPR akan mencermati setiap pasal yang bertentangan dengan tatanan norma adat dan norma agama.

“Apabila ada masalah krusial yang jadi pembahasan kami akan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, dibahas secara hati-hati agar tidak bertentangan dengan norma,” ucap Tubagus, Rabu (6/2/2019).

Sementara Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selaku penggagas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, menyebutkan terdapat poin penting dalam rancangan tersebut.

Pertama, pencegahan yang melibatkan masyarakat hingga tokoh adat. Kedua, Diatur pula kurikulum terkait kekerasan seksual dan pembangunan infrastruktur, seperti CCTV. Ketiga, terkait hukum acara, meliputi pelaporan hingga persidangan yang ingin menciptakan proses hukum lebih merangkul korban dan memperhatikan haknya.

Keempat, pemidanaan. Ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang disimpulkan dari pengalaman Komnas Perempuan menangani kasus, ingin dipertahankan dalam RUU itu, seperti pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Poin lain diusulkan, yaitu ganti rugi. Artinya, bagaimana memudahkan akses pemulihan korban di dalam pascaproses penegakan hukum. Serta poin pemulihan bagi korban dan keluarganya serta pemantauan.

Laporan: Wayan Sukanta
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan