Mahasiswa Dituntut Berwirausaha di Era 4.0

  • Bagikan
Peserta Seminar Kewirausahaan dan Inklusi Keuangan OJK di UHO, Senin (21/10/2019). (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)
Peserta Seminar Kewirausahaan dan Inklusi Keuangan OJK di UHO, Senin (21/10/2019). (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Ratusan Mahasiswa se-Indonesia timur mengikuti seminar kewirausahaan dan inklusi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diselenggarakan oleh OJK Sultra bersama Universitas Halu Oleo, Senin (21/10/2019). Seminar di gedung Mokodompit UHO itu dalam rangka memenuhi target Inklusi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif ditetapkan sebesar 75 persen hingga akhir 2019.

Kepala Bagian Pengawasan OJK Sultra, Maulana Yusup, mengatakan penyelenggaraan seminar kewirausahaan universitas se-Indonesia timur merupakan rangkaian kegiatan kolaborasi OJK sebagai regulator dan komunitas mahasiswa UMKM UHO untuk mendorong minat para pemuda menjadi entrepreneur dalam meningkatkan kapasitas dan kompetensi diri bagi pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan.

“Dengan masuknya era revolusi 4.0 akan semakin banyak ancaman dan menyempitnya peluang kerja dan usaha baik di kanca-lokal maupun kanca-internasional. Namun menjadi tantangan generasi muda karena akan banyak profesi hilang atau semakin sedikit membutuhkan tenaga manusia, seperti teller bank, akuntan, auditor, pengacara, dokter umum, hingga guru SD,” jelas Maulana, Senin (21/10/2019).

Zaman anak muda sekarang, kata Maulana, harus segera merespons kondisi tersebut. Kemampuan seperti entrepreneurism dibutuhkan dalam menghadapi era digital sebagaimana dinyatakan Tony Wagner (2008), selain dari critical thinking and problem solving, collaboration across networks and leading by influence, agility and adaptability, dan sebagainya.

Maulan memberikan contoh, secara sederhana bagaimana masyarakat dapat terakses layanan keuangan formal apabila tidak memiliki penghasilan (asset-earning). Atau bagaimana masyarakat mampu terakses apabila tidak memiliki pengetahuan untuk memilih produk atau layanan sektor jasa keuangan (capability).

Kemudian dalam jangka panjang, inklusi keuangan sepatutnya membawa akses tadi untuk meningkatkan kesejahteraan diri masyarakat.

“Contoh inilah yang dikenal dengan istilah financial resilience hingga puncaknya pada financial well-being, setelah financial inclusion dapat dengan tepat diterapkan,” ujarnya.

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan