Masa Pandemi, Kondisi Aset Bank, Kredit dan DPK di Sultra Tetap Meningkat

  • Bagikan
Kepala OJK Sultra, Mohammd Fredly Nasution (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)
Kepala OJK Sultra, Mohammd Fredly Nasution (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyampaikan kondisi aset bank umum per Oktober 2020 yakni sebesar Rp39,43 triliun atau tumbuh sebesar 8,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski terjadi pandemi Covid-19. 

Kepala OJK Sultra, Mohammd Fredly Nasution, mengatakan dalam rangka mendongkrak perekonomian kredit perbankan telah dikucurkan dana sebesar Rp26,63 triliun. Dana ini meningkat sebesar 5,59 persen dari posisi tahun sebelumnya, dan dana pihak ketiga sebesar Rp26,36 triliun juga meningkat sebesar 14,61 persen dari tahun sebelumnya.

“Ditengah pandemi Covid-19 kondisi aset bank umum, kredit dan dana pihak ketiga tetap mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya,” ujar Fredly, Selasa (15/12/2020).

Fredly juga menyampaikan kondisi Aset industri keuangan non bank yaitu dana pensiun tercatat sebesar Rp16,11 miliar tumbuh sebesar 9,20 pesen (yoy), modal ventura Rp20,72 miliar menurun sebesar 1,84 (yoy), dan piutang perusahaan pembiayaan sebesar Rp3,36 triliun menurun 12,74 persen (yoy), premi asuransi jiwa tumbuh positif sebesar Rp128,02 miliar tumbuh sebesar 18,36 persen (yoy) sedangkan premi asuransi umum mengalami pertumbuhan negatif sebesar Rp105,16 miliar menurun 25,09 persen (yoy). 

Selanjutnya, jumlah investor yang berasal dari Sultra di pasar modal juga cukup banyak yaitu sebesar 14.284 investor (tumbuh 85,89 persen yoy) dengan nilai transaksi saham Rp69,99 miliar dan nilai kepemilikan saham sebesar Rp71,19 miliar. 

“OJK terus berupaya mendorong pertumbuhan angka-angka indikator tersebut melalui beberapa paket kebijakan. Restrukturisasi kredit dan pembiayaan di perbankan dan perusahaan pembiayaan di Sultra, sampai dengan 6 November 2020, restrukturisasi kredit telah mencapai Rp 3,72 triliun dari 65.817 debitur,” ungkap Fredly.

“Perbankan sebesar Rp1,55 triliun dari 17.099 debitur, perusahaan pembiayaan sebesar Rp2.12 triliun dari 48.042 debitur, dan PNM sebesar Rp49.915 juta dari 676 debitur,” sambungnya.

Kemudian, jumlah pengaduan konsumen per 11 Desember 2020 sektor jasa keuangan di Sulawesi Tenggara baik yang datang langsung maupun via telepon (walk in customer) sebanyak 1.205 pengaduan dengan rincian dalam bentuk surat sebanyak 193 konsumen dan non surat (datang langsung/via telepon) sebanyak 1.012 konsumen. Perbankan 518, lembaga pembiayaan 597, dan 90 sisa lainnya merupakan pengaduan asuransi dan fintech lending. 

Untuk pengaduan yang terkait Covid-19 jumlah pengaduan mencapai 461 dengan rincian dalam bentuk surat sebanyak 79 konsumen (27 Perbankan dan 52 Perusahaan Pembiayaan) dan non surat 382 (118 Perbankan dan 264 Perusahaan Pembiayaan).

“Jika diasumsikan, peningkatan pengaduan masyarakat dapat mencapai 55,44 persen di akhir tahun 2019 dibandingkan tahun 2019 sebanyak 537 pengaduan jika dibiarkan pada kondisi yang sama pada akhir tahun ini. Oleh sebab itu, upaya preventif yang diikuti dengan represif harus segera dilakukan,” terangnya

Upaya OJK Sultra juga telah melakukan edukasi dengan non tatap muka (Digital Class) sebanyak 65 kali yaitu 53 kali kegiatan Dilan Class Rutin mingguan yang melibatkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan 7 Dilan Class spesial yang menghadirkan staf khusus Presiden, duta besar, perusahaan start up/fintech skala nasional, hingga pejabat perusahaan IT kelas dunia, serta 5 kali Kegiatan Digital Massive Class (DMC) atau OJK Mengajar bagi 7 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, dan Pondok Pesantren yang melibatkan petinggi OJK Pusat dengan total jumlah peserta sebanyak 6.529 peserta.

OJK bersama Tim Kerja Satuan Tugas Waspada Investasi Provinsi Sulawesi Tenggara terus meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam rangka pencegahan dan penindakan entitas yang melakukan penawaran investasi illegal kepada masyarakat. Akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan juga perlu terlindungi. 

Maraknya praktek bisnis yang berkedok investasi namun tidak memiliki izin di masyarakat mengakibatkan kerugian finansial yang materil. Hal tersebut dapat mengganggu sistem keuangan dan berdampak negatif terhadap produk-produk investasi yang telah mendapatkan legalitas perijinan dari regulator/pengawas. (B)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan