Masyarakat Adat Protes Proyek Hilangkan Nilai Filosofi Benteng Liya

  • Bagikan
Sejumlah masyarakat meninjau penimbunan makam untuk jalan stapak di tengah pemakaman Benteng Liya. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Masyarakat adat Kadie Liya memprotes pekerjaan proyek ‘siluman’ revitalisasi cagar budaya benteng Liya karena merubah bentuk asli benteng.

Pekerjaan proyek siluman alias tidak memiliki papan informasi proyek ini telah mengubah pagar makam dalam benteng, pembuatan jalan stapak di dalam kompleks pemakaman yang menindis sejumlah makam, dan pembuatan benteng yang lebih banyak menggunakan semen dari pada material batu sehingga tidak sesuai dengan Benteng Liya yang sesungguhnya.

Salah seorang Tokoh Pemuda, Aba Ahmad mengatakan pada dasarnya masyarakat tidak memprotes proyek tersebut namun masyarakat menginginkan pengerjaan benteng tidak menghilangkan nilai fisolosofi dan nilai historisnya.

“Masyarakat Liya sangat mendukung pekerjaan revitalisasi Benteng Liya, namun harus selalu berkoordinasi dengan tokoh adat agar tidak terkesan membuat benteng yang baru,” ucap Aba Ahmad, Selasa (2/10/2018).

Konsultan dan pengawas proyek disarankan selalu berkoonsultasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar agar tidak menghilangkan filosofi dan nilai arkeologi Benteng Liya.

Salah seorang Tokoh Agama, La Ode Dahi, mengaku pekerjaan rehabilitasi Benteng Liya tidak memenuhi empat filosofi adat Liya, yaitu tepo namisi (tenggang rasa), tepo moniasi-moniasi (saling sayang menyayangi), tepo piara (saling menjaga), dan tepo angka tako (saling menghargai).

“Empat pilar ini yang memperkuat adat istiadat Liya, pergaulan sesama masyarakat di Liya, dan seharusnya menjadi kokoh karena berada dalam benteng yang indah ini. Namun ini malah main menerobos tanah orang tanpa permisi,” ucapnya.

Kepala Desa Liya Bahari Indah, La Musuali Ode, menjelaskan pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan bentuk asli benteng Liya. “Bentuk aslinya itu seharusnya seperti dua susun. Dulu waktu saya masih kecil kami bermain-main bisa jalan keliling benteng, karena susunan bawahnya kita bisa jalan dan susunan keduanya setinggi perutnya kita,” jelasnya.

Kepala Desa Liya Togo, La Ode Aliadin, mengunggapkan sebelum dilaksanakan pekerjaan Meantuu Liya telah menyampaikan kepada kontraktor dan pelaksanaan bahwa seluruh masyarakat Liya akan mengawasi pekerjaan tersebut karena masyarakat Liya lebih tahu terkait bentuk benteng.

“Namun ini tidak pernah ada konsultasi dengan masyarakat sehingga pekerjaannya pun tidak sesuai. Ade Kamali yang merupakan warga Liya yang menjadi pengawas proyek tersebut, tidak mengarahkan kontraktor maupun tukang agar dalam bekerja tidak merubah bentuk asli situs,” kata La Ode Aliadin.

Meantuu Liya, La Ode Muhammad Ali memaparkan baluara merupakan tempat pertuan atau musyawarah para tokoh pada zaman kerajaan sehingga sangat tidak layak jika membuat pagar kuburan di atas baluara.

Sementara itu konsultan proyek, La Enco membenarkan pembangunan pagar makam di atas baluara tidak ada dalam gambar perencanaan proyek namun hal tersebut merupakan inisiatif dari pengawas proyek (Ade Kamali).

Rapat yang dilaksanakan di halaman benteng Liya dan dihadiri oleh Meantuu Liya, Kepala Desa se-Liya Raya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi, CV Putra Sama Bahari (pemenang tender), konsultan proyek, dan unsur masyarakat hukum adat Liya, memutuskan beberapa rekomendasi terkait pekerjaan proyek tersebut.

Pertama, pemberhentian pekerjaan pondasi (beton) kuburan yang ada di atas baluara karena pada dasarnya bukan pemakaman melainkan tempat musyawarah para tokoh adat Kadie Liya pada zaman Kesultanan Buton maupun masih pada zaman kerajaan.

Kedua, memindahkan volume pekerjaan terkait pondasi (beton) yang dimaksud pada poin (1) ke tempat lain di sekitar benteng Liya.

Ketiga, pemberhentian pekerjaan jalan setapak yang ada di dalam pemakaman/kuburan umum serta pemindahan material tersebut ketempat lain di sekitar Benteng Liya.

Empat, masyarakat Kadie Liya mendesak pihak pelaksana proyek, PPK, dan konsultan proyek melakukan konsultasi publik secara maksimal pada masyarakat Kadie Liya terkait pekerjaan situs sejarah atau bangunan-bangunan sejarah yang dilakukan dalam proyek revitalisasi cagar budaya Benteng Liya.

Lima, masyarakat Kadie Liya mendesak pihak pelaksana proyek, PPK, dan konsultan proyek dalam melakukan pekerjaan revitalisasi cagar budaya Benteng Liya memperhatikan konstruksi bangunan atau penyusunan lapisan-lapisan batu yang disusun sehingga tidak mengurangi apalagi menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi sejarah Kadie Liya.

Enam, masyarakat Kadie Liya meminta kepada pihak pelaksana proyek, PPK, dan konsultan proyek membongkar dan atau memperbaiki hasil pekerjaan yang dinilai oleh masyarakat kadie liya tidak sesuai dengan nilai-nilai filosofi sejarah Liya.

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan