Melintasi Shirath Secepat Kilat

  • Bagikan
La Nita (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Buton Utara)
La Nita (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Buton Utara)

Oleh: La Nita (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Buton Utara)

Banyak jalan menuju roma, begitu pepatah yang sering kita dengar. Akan tetapi hanya ada satu jembatan saja yang bisa mengantarkan ke jannah yang disebut dengan ‘shirath’. Tak ada jembatan atau jalan lain, dan itulah jalan satu-satunya menuju jannah.

Abu Sa’id Radhiyallahu anhu berkata, “Sampai kepadaku kabar bahwa shirâth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang.” Adapun yang disifati orang-orang bahwa tipisnya seperti rambut dibelah tujuh, itu hanyalah penyangatan yang tidak ada dalilnya.

Gambaran kengerian Shirath diberitakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Licin, lagi menggelincirkan. Di sisinya ada besi-besi panas yang memiliki pengait, ia seperti pohon berduri di Najed yang dikenal dengan pohon sa’dan.”

Tingkat kemudahan dan kecepatan seseorang dalam meniti shirath dipengaruhi oleh amal setiap manusia.

Maka barangsiapa yang diberi hidayah untuk meniti shirat al-mustaqim (jalan lurus) di dunia ini, yakni jalan yang digariskan oleh para rasul, yang diturunkan kepadanya Kitabullah, niscaya ia akan diberi petunjuk pula untuk meniti shirath menuju jannah dan negeri tempat pemberi balasan kebaikan.

Sesuai dengan kadar ketegarannya dalam memancangkan hatinya untuk beribadah kepada Allah, maka sekuat itulah kakinya terpancang di atas shirath yang terbentang di atas jahannam. Dan sesuai dengan kecepatan ia merespon jalan kebenaran, maka secepat itulah ia akan meniti shirath.

Ada yang melintasi shirath secepat kilat, ada yang secepat kedipan mata, ada yang seperti angin, ada yang seperti menaiki kendaraan, ada yang berlari, ada yang berjalan, ada yang merangkak, ada yang bergelantungan dan adapula yang tergelincir ke neraka. Maka hendaklah seseorang melihat bagaimana ia berjalan di atas syariat ketika di dunia, karena bagaimana ia meniti shirath tergantung bagaimana ia meniti kebenaran saat di dunia. Selangkah dibalas dengan selangkah, sebagai balasan yang setimpal. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Tiadalah kamu dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS an-Naml 90)

Hendaknya kita lihat pula, seberapa banyak kita mengikuti syubhat dan mengekor pada syahwat saat di dunia, sehingga mengalihkan fokus kita dari meniti jalan yang lurus di dunia. Karena seberapa banyak ia akan tersambar pengait besi di sisi shirath tergantung kadar kecondongannya terhadap syubhat dan syahwat,(QS Fushilat 46).

Masing-masing orang yang melintasi shirath diberi cahaya sesuai dengan kadar amalnya. Allah Ta’ala berfriman,

“Pada hari itu, engkau melihat orang-orang mukmin cahaya mereka menerangi dari hadapan dan kanan mereka.” (QS al-Hadid 12)

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Mereka melewati shirath sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada yang diberi cahaya seperti gunung, ada yang diberi cahaya yang sebesar pohon, ada cahayanya setinggi orang berdiri, dan yang paling sedikit cahayanya sebatas menerangi jari kakinya, sesekali menyala sesekali padam.”

Adapun orang-orang munafik, mereka mendapatkan lampu akan tetapi kemudian mati. Ini sebagai balasan setimpal karena di dunia mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Padahal hakikatnya, mereka menipu diri mereka sendiri.

Ketika kita mengetahui bahwa mudah dan sulitnya, cepat atau lambatnya seseorang meniti shirath itu menuju jannah tergantung amal di dunia, maka selayaknya kita perkokoh kaki kita sejak berada di dunia. Kita perkokoh dengan keteguhan di atas jalan kebenaran, dan bersegera dalam ketaatan. Ketika kita perhatikan bahwa rambu-rambu umumnya jalan raya adalah “pelan-pelan!” maka tidak demikian halnya jalan ketaatan. Rambu-rambu jalan menuju Allah hanya ada tiga macam, “baadiruu…saari’uu….dan saabiquu!”, bersegeralah! bercepat-cepatlah! berlombalah! Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Maka pada yang demikian itu, hendaknya mereka berlomba-lomba.” (QS al-Muthaffifin 26)

Tak ada kata ‘nanti’ untuk taat, tak kenal istilah kapan-kapan untuk bertaubat, tidak pula terpengaruh oleh orang-orang yang berlambat-lambat dalam beramal shalih. Semangat inilah yang mestinya kita jaga, agar kelak Allah mudahkan kita untuk meniti shirath secepat kilat. Aamiin. ***

  • Bagikan