Membumikan Pengusaha Muda Kreatif dan Tangguh

  • Bagikan
Dr. Jalaluddin Rum

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Salah satu tugas besar Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Jusuf Kalla adalah menumbuhkan jumlah pengusaha-pengusaha muda yang kreatif, inovatif dan tangguh, karena sampai saat ini meski presiden dan menteri ekonomi silih berganti namun kemiskinan dan pengangguran masih merupakan penyakit kronis bagi bangsa ini.

Meskipun kita sudah merdeka selama 71 tahun, tapi penyakit tersebut tak kunjung sembuh malah bertambah parah. Sudah banyak program pengentasan kemiskinan yang digulirkan pemerintah namun belum menyentuh akar persoalan. Dan pengusaha belum diperhitungkan malah cenderung dianaktirikan. 

Padahal, jika dilihat dari aspek potensi Sumber Daya Alam (SDA) kita tidak beda jauh dengan negara-negara makmur lainnya seperti Amerika Serikat dan Saudi Arabia. Fakta inilah yang menarik bangsa-bangsa kolonial eropa berbondong-bondong datang untuk mengeruk kekayaaan alam kita sejak dulu kala maupun potensi sumberdaya manusia usia angkatan kerja yang jumlahnya besar.

Secara logika, jika sebuah negeri mempunyai SDA yang melimpah, maka akan mempunyai lapangan kerja yang luas pula ditambah dengan jumlah tenaga kerja yang besar, seharusnya Indonesia sudah makmur, sedikit pengangguran, dan penduduk miskinnya juga sedikit. Namun, fakta berkata lain, karena kemiskinan dan kesejahteraan masih merupakan masalah bangsa hingga saat ini.

Mengapa pertumbuhan pengusaha masih cenderung belum mendapat perhatian serius pemerintah ? Menurut Muhammad Ridlo Zarkasyi (2013) bahwa; Pertama, mental kuli bangsa kita sebagai efek psikologis 3,5 abad dijajah imperialis. Kedua, stereotip masyarakat yang belum menjadikan pengusaha sebagai profesi menjanjikan (kecuali bagi yang telah sukses).

     Berdasarkan data BPS tahun 2011, penduduk usia angkatan kerja kita sebesar 117,4 juta jiwa dari 236,9 juta penduduk. Data Kementerian Pemuda dan Olah Raga menyebutkan bahwa terdapat 80,8 juta atau sekitar 36 persen lebih jumlah pemuda laki-laki dan perempuan.

Ditambah lagi oleh Perguruan Tinggi sebagai yang termasuk penyuplai beban bangsa, karena berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bahwa jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi tahun 2004 mencapai 585.358 orang. Kemudian pada Pebruari 2007, angka tersebut meningkat 26 persen menjadi 739.206 orang, dimana dalam kurun waktu tiga tahun terjadi peningkatan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi sebesar 150.000. Berarti perguruan tinggi menyumbang  rata-rata 50.000 penganggur setiap tahunnya.

Kebijakan pemerintah kita untuk mengurangi pengangguran dalam jangka pendek yakni pengiriman TKI/TKW keluar negeri walaupun telah menghasilkan devisa namun dalam jangka panjang hal ini membahayakan terutama dari aspek posisi tawar (bargain) kita diluar negeri, karena tenaga kerja yang kita kirim terbatas pada tenaga kerja kasar seperti buruh bangunan, pembantu rumah tangga, penjaga toko, dan lainnya. Diperparah lagi oleh terbatasnya peluang kerja disektor industry dalam negeri.

Hasil studi Bank Dunia tahun 2009 menunjukkan bahwa, potensi sumberdaya alam (SDA) hanya berkontribusi sebesar 10 persen terhadap kemajuan suatu bangsa, kemudian kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) 45 persen networking 25 persen dan teknologi 20 persen. Berarti kata kunci kemajuan suatu bangsa yakni kualitas sumberdaya manusianya.

Kini Indonesia baru memiliki 0,18 persen atau sebesar 426.600 pengusaha dari 237 juta penduduknya, sementara untuk disebut makmur sebuah negara harus memiliki jumlah pengusaha minimal dua persen dari total jumlah penduduk atau sekitar 4.740.000. Jika dibandingkan dengan Singapura sebesar  7 persen. Cina dan Jepang sebesar 10 persen dan Amerika Serikat sudah mencapai 12 persen dari total penduduk.

PERAN PEMERINTAH

Dari kesekiankalinya kita berganti pemerintahan mulai orde lama, orde baru sampai orde reformasi sekarang ini, belum nampak tanda-tanda negara kita akan mencapai kesejahteraan. Justeru yang terjadi sebaliknya, angka kemiskinan relatif bertambah maupun peningkatan jumlah pengangguran dengan berbagai skalanya. 

Beberapa waktu lalu saat mengikuti seminar sehari di salah satu hotel di Kota Kendari tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, penulis sangat miris mendengar pernyataan pemateri dari Kementerian Keuangan RI menyatakan bahwa akibat kurangnya lapangan kerja, pemerintah kita saat ini terpaksa membuka kran penerimaan CPNS guna mengurangi jumlah pengangguran yang membludak setelah sebelumnya diadakan penghentian sementara (moratorium) pengiriman TKI/TKW keluar negeri.

Disatu sisi bahwa penerimaan CPNS dalam jangka panjang sangat memberatkan keuangan negara kita, bandingkan jika pemerintah menumbuhkan pengusaha yang mampu menciptakan lapangan kerja dengan bantuan modalawal maka beban keuangan negara hanya bersifat jangka pendek. Karena itu peran pemerintahan JOKOWI-JK pasca pelantikan terutama diarahkan pada perubahan cara pikir (mindset) dan sikap masyarakat kita untuk menjadi pengusaha yang kreatif, inovatif dan tangguh dengan tidak bergantung pada sesuatu. Pengusaha yang mampu mengubah potensi sumberdaya alam sehingga mempunyai nilai tambah. Meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, mengarahkan kurikulum sekolah menengah dan perguruan tinggi yang berorientasi pasar tenaga kerja. Memperluas cakupan Balai Latihan Kerja (BLK) dan memotivasi kearah kreatifitas dan inovatif, lalu pemberian bantuan modal bagi calon pengusaha muda mandiri. Dan yang tidak kalah penting adalah pengiriman TKI/TKW terampil keluar negeri guna belajar alih teknologi, lalu setelah mereka kembali tetap dalam pemantauan dan pembinaan pemerintah.

Kebijakan pemerintah selama ini belum berdampak signifikan terhadap peningkatan jumlah pengusaha karena kebijakan tersebut bersifat setengah hati, berorientasi keluaran (output) bukan hasil (outcome) yang bersifat jangka panjang, sehingga ketika proyek berakhir, berakhir pula pembinaan dan pemantauan yang pada akhirnya berdampak pada kegagalan karena kebijakan dimaksud tidak berkelanjutan.

Menurut Ahmad Erani Mustika Profesor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang bahwa tantangan utama pemerintahan lima tahun kedepan adalah menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya sesuai dengan konfigurasi keterampilan tenaga kerja di dalam negeri. Dimana, terdapat 55,3 juta (46,8 persen) pekerja disektor formal hanya berpendidikan sekolah dasar. Oleh karena itu strategi pembangunan bukanlah berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melainkan strategi pemerintah menciptakan lapangan kerja formal. Dunia usaha siap menciptakan tiga juta lapangan kerja pertahun begitu pemerintah membangun infrastruktur, memberantas pengutan liar, dan menghapus regulasi perusak iklim investasi. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menyatakan bahwa sedikitnya terdapat 68 juta penduduk Indonesia rentan jatuh miskin karena laju penurunan kemiskinan 2012-2013 hanya 0,7 persen. Kebijakan fiskal yang salah sasaran membuat pertumbuhan ekonomi didominasi sektor jasa keuangan dan konsumsi berkat kenaikan harga komoditas yang tidak dinikmati rakyat secara merata. Adapun industry padat karya seperti sepatu, mainan dan garmen yang beorientasi ekspor, malah kolaps karena kebijakan upah minimum yang tidak populis.Kedepan,  Indonesia membutuhkan tiga juta lapangan kerja pertahun untuk menyerap 2,5 juta pencari kerja baru dan 500.000 orang disektor informal. Dari 118,2 juta orang yang bekerja pada Februari 2014, baru 47,5 juta orang (40,19 persen) bekerja disektor formal dan 70,7 juta orang (58,81 persen) adalah pekerja informal (Kompas, 25/9/14).

BELAJAR DI NEGERI CHINA

China saat ini telah melakukan lompatan besar dengan perubahan-perubahan sebagai inovasi yang dilakoni pengusaha secara beragam dan dimulai dari modal yang sedikit merupakan ciri utama pengusaha negeri Panda. Padahal diawal 1980-an hampir semua orang China itu miskin, para pengusaha potensial memulai usahanya pada tingkat di mana tidak seorangpun memiliki harta warisan tetapi tekad dan kemampuan sendiri.

Pada tahun 2010, majalah forbes melaporkan bahwa China memiliki 64 milyarder (diluar Hongkong yang memiliki 25), termasuk 27 milyarder baru (menunjukkan perkembangan yang luar biasa cepat), menempati urutan kedua setelah Amerika Serikat yang memiliki 403 milyarder (40 persen) dari total dunia (Gregory Chow, 2013)

Kewirausahaan telah berkembang selama ribuan tahun karena ekonomi pasar telah ada selama ribuan tahun. Kualitas dan keterampilan para pengusaha China sudah diwariskan dari tradisi sejarah yang panjang. Kekacauan ekonomi baru-baru ini selama terjadi gerakan Lompatan Besar ke Depan pada 1958-1961 dan Revolusi Kebudayaan tahun 1966-1976, juga standar hidup yang rendah selama periode ekonomi yang direncanakan sampai pada tahun 1978, telah memberikan generasi China yang baru keterampilan untuk bertahan dan hasrat yang kuat untuk menjadi kaya. Dan pada akhir tahun 2008 ekonomi China didominasi 2/3 sektor swasta. Pertumbuhan ekonomi baru-baru ini menunjukkan pada generasi muda bahwa terdapat banyak kesempatan yang bisa mereka ambil untuk berkembang.

Menurut Gregory Chow (2013) dalam bukunya memahami dahsyatnya ekonomi China, terdapat tiga kekuatan sebagai faktor pendorong perkembangan ekonomi China. Pertama, sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi. Kedua, seperangkat institusi pasar yang berfungsi. Ketiga, kesenjangan teknologi negara sedang berkembang dan negara maju, yang memungkinkan negara sedang berkembang untuk mengejar dengan cepat dalam mengadopsi teknologi mutakhir. Dengan memahami ketiga faktor tersebut, ekonomi China akan terus tumbuh.

Nah, untuk mencapai kearah itu, penulis pikir tidak ada salahnya kalau bangsa ini mengadopsi praktik-praktik terbaik negeri China yang telah mengalami lompatan besar dalam pertumbuhan ekonominya dengan membumikan pengusaha kreatif, inovatif dan tangguh yang berdampak pada terbukanya lapangan kerja secara luas ataukah bangsa ini akan terus mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi (seperti zaman Orde Baru) tetapi pengangguran dan kemiskinan kurang mendapat kepedulian. Semoga tidak demikian.  

Oleh: Dr. Jalaluddin Rum

Penulis, Alumni Program Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, kini dosen pada STIE 66 Kendari.

  • Bagikan