Mendagri Siapkan “Militer” Bijak sebagai Plt Gubernur Sultra

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo segera menunjuk Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara HM Saleh Lasata sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur setelah Gubernur Nur Alam ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (6 Juli 2017).

HM Saleh Lasata menjadi Wakil Gubernur Sultra selama dua periode, atau sejak Nur Alam menjadi Gubernur Sultra selama dua periode (2008-2018).

Saleh Lasata lahir di Raha Kabupaten Muna tanggal 17 Juli 1942. Ayahnya bernama Muhamma dan ibunya bernama Waode Baria. 

Saleh Lasata adalah Lulusan Akabri Darat. Memulai karier militer menjadi BA Pelatih di Pusdik Armed Cimahi Jawa Barat sejak 1962-1965, menjadi Danton, Dan Rai, Kasi 2 dan Kasi 1 di Yon Armed 15 Kodam IV/SWJ Palembang tahun 1969-1978.

Karier militer Saleh Lasata terus menanjak, ia menjadi Gumil Gol. VI, Karo Tindak, Karo Turbak Pusdik Armed Cimahi tahun 1978-1980. Pada tahun 1980-1982 menjadi Wadan Yon Armed 4 Kodam III/Siliwangi Cimahi, lalu menjabat Dan Yon Armed Kodam III/SLW Cipanas Jawa Barat tahun 1983-1986. Menjabat Dandim 0620 Cirebon tahun 1987-1988, Dandim 0608 Cianjur tahun 1987-1988. Wakil Aisten Sospol Kodam III/SLW Bandung, Asisten Sospol Kodam VIII/TKR Jayapura, Paban III Mabes ABRI Jakarta. 

Cerdas dan berdedikasi tinggi Saleh Lasata kembali mendapat jabatan strategis menjadi Bupati/Kepala Daerah di Kabupaten Muna Sultra tahun 1995-1997. Menjabat Ketua DPRD Provinsi Sultra pada tahun 1997-1999 dan pensiun dengan pangkat Brigjen Purn. Berkiprah di Partai Politik (PDIP) dan menjadi Caleg DPRD Sultra Dapil Muna, tahun 2004 Saleh terpilih menjadi anggota DPRD Prov Sultra menjabat Ketua Badan Kehormatan DPRD Sultra.

Saat Pilkada Gubernur Sultra tahun 2007 lalu Saleh Lasata maju berpasangan dengan Nur Alam dengan akronim NUSA yang akhirnya memenangkan Pilkada dan dilantik oleh Mendagri Mardiyanto tanggal 18 Februari 2008 dan Kembali terpilih di Pilgub 2012 lanjut mendampingi Nur Alam untuk Periode II 2013-2018. 

Wagub Sultra menikah dengan Hj Itoh Tohariah asal Serang Banten tanggal 18 Agustus 1969 dikarunia tiga orang anak masing H.Rony Sjahrun ST MM, H. Budi Prabu ST dan Henny Henrita SE. Ketiga putra putrinya telah berkeluarga dan Saleh kini memiliki 8 orang cucu. 

“Jabatan adalah amanah yang harus di emban, ketika kita masih diberi kepercayan kita harus laksanakan dengan baik. Ketika saatnya kita pensiun dan tidak bekeja lagi kita harus menjalaninya dengan senang hati karena semuanya itu adalah anugrah,” Kata bijak yang selalu diungkapkan Saleh Lasata.

Saleh Lasata, Kamis sore ini (6 Juli 2017) dijadwalkan menghadap Mendagri. “Saya akan memberikan SK Plt Gubernur Sultra,” ujar Tjahjo kepada wartawan di Jakarta.

Langkah itu ditempuh guna menghindari kekosongan jabatan sebab Gubernur Sultra Nur Alam yang telah ditahan KPK berhalangan melaksanakan tugas memimpin pemerintahan.

Seperti diberitakan sebelumnya,  Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam ditahan KPK setelah diperiksa selama tujuh jam di Gedung KPK Jakarta, atas kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam keluar dari gedung KPK sekitar pukul 20.20 WIB. Nur Alam langsung menggunakan rompi tahanan KPK yang didampingi oleh petugas KPK saat memasuki mobil. Ia diam saja ketika dicecar sejumlah pertanyaan.

Sebelumnya KPK belum menahan Nur Alam walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016. Pada Rabu malam, penyidik KPK melakukan penahanan atas mantan Ketua DPW PAN Sultra itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. “KPK melakukan penahanan penahanan terhadap tersangka NA untuk 20 hari ke depan di Rutan Klas I Jakarta timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdan Jaya Guntur. Penahanan demi kepentingan penyidikan,” jelas Febri.

“Ini bukan masalah ditahan tetapi kami akan berikan keterangan sebagaimana panggilan oleh teman-teman penyidik KPK ini.,” ujar Ahmad Rifai, pengacara Nur Alam.

Atas kasus ini, Nur Alam pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun pada 12 Oktober 2016, hakim tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.

Dalam perkara ini Nur Alam disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Diolah dari berbagai sumber

  • Bagikan