Mewujudkan Ketakwaan di bulan Ramadhan

  • Bagikan
Nurbaya Al-Azis (Front Officer Bimbel JILC).Foto:ist

Seluruh kaum muslim saat ini sedang berbahagia menjalani Puasa Ramadhan. Semangat Ibadah kaum muslim terlihat dari penuhnya shaf di mesjid, fastabiqul khoirat dalam berbagai amalan wajib dan sunnah serta ramainya acara bertema Ramadhan. Pemandangan ini sudah menjadi ciri khas di bulan Ramadhan karena orang-orang beriman tentu tidak ingin melewatkan momen berharga yang disediakan Allah swt untuk meraih predikat ketakwaan sebagaimana yang dijanjikan dalam QS.Al-Baqarah : 183.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

“Takwa adalah engkau melakukan ketaatan pada Allah swt atas petunjuk dari Allah dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut pada-Nya.” (Lihat Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400).

Ber-Islam Kaffah Wujud Ketakwaan Hakiki

Ketika sedang menjalani Puasa, seorang Muslim akan meninggalkan apa saja yang Allah haramkan seperti makan dan minum dengan sengaja, serta hal lain yang bisa membatalkannya. Segala perintah Allah baik itu wajib ataupun sunnah dikerjakan dengan harapan mendapatkan pahala di sisi Allah. Namun yang harus diingat oleh seluruh kaum muslim adalah ibadah kepada Allah swt bukan hanya dalam bentuk Ibadah Mahdoh/ritual saja seperti sholat, puasa, zakat, haji. Namun, lebih dari itu ketaatan kepada Allah harus lah dalam segala Aspek kehidupan; karena sebagai agama yang syamil (sempurna), Islam menjelaskan dan mengatur segala perkara terkait akidah, ibadah, akhlak, makanan, pakaian, muamalah, pergaulan, uqubat (sanksi hukum), dll. Tak ada satu perkara pun yang tidak Allah terangkan dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah saw. Inilah yang disebut dengan “Islam Kaffah”, sebagaimana firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam (al-silm) secara keseluruhan (kafah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 208)

Jadi manusia harus menundukkan segala hawa nafsunya yang telah dilatih selama bulan Ramadhan ini agar mau mengikuti dan menerapkan aturan Allah swt baik itu aturan individu, keluarga dan bermasyarakat.

Menerapakan Islam secara kaffah adalah kewajiban sebagaimana Puasa Ramadhan. Sebagaimana seorang Muslim tidak mau meninggalkan Puasa karena paham hukumnya adalah wajib, jika ditinggalkan konsekuensinya adalah dosa. Begitu pula dengan hukum Allah yang lainnya. Allah memerintahkan kita berekonomi tanpa riba, namun fenomena riba di kalangan masyarakat saat ini telah mendarah daging. Praktik riba dimana-mana, kemaksiatan dan kriminalitas tak pernah absen menghiasi media massa. Inilah akibat dari tidak diterapkannya hukum Allah swt. Padahal suatu kewajiban jika ditinggalkan akan mendatangkan dosa yang berbuah azab baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah swt:

dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesuangguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124).

Jika seluruh syari’at diterapkan dalam individu, keluarga, masyarakat maka akan terwujud ketakwaan yang hakiki. Segala aturan Allah diterapkan, perintah Allah dilaksanakan dan sebaliknya segala apa yang dilarangnya ditinggalkan. Semoga Allah memberikan hidayah bagi seluruh kaum muslim, khususnya mereka yang tengah duduk dikursi kekuasaan agar mau berhukum kepada satu-satunya aturan yang sempurna dan dijanjikan Allah akan mendatangkan kemashlahatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluknya. Wallahu a’lam

 

Oleh: Nurbaya Al-Azis (Front Officer Bimbel JILC)

  • Bagikan