Nyaleg, Pendamping Desa Tolak Mundur dari Jabatannya

  • Bagikan
Ketua Forum Pemerhati Tenaga Pendamping Profesional Provinsi Sultra, Sirajudin. (Foto: Akhir Sanjaya/SULTRAKINI.COM)
Ketua Forum Pemerhati Tenaga Pendamping Profesional Provinsi Sultra, Sirajudin. (Foto: Akhir Sanjaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA BARAT – Forum Pemerhati Tenaga Pendamping Profesional (FPTPP) Provinsi Sulawesi Tenggara menolak mengundurkan diri sebagai pendamping desa. Pihaknya juga akan menggugat Eko Purwanto selaku Ketua Koalisi Lintas Pelaku Pendamping (KLPP) Sultra, Eko Purwanto karena dianggap mengeluarkan pernyataan dan berita kebohongan.

Ketua FPTPP Sultra, Sirajudin, mengatakan pernyataan Eko Purwanto tidak berdasar sebab tidak memahami regulasi ketika pihaknya ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT).

“Seharusnya Eko cs membaca kembali Standara Operasional Pelayanan (SOP), di dalam poin G code of conduct yang tidak boleh dan melanggar adalah pengurus parpol. Pak Eko agar berhenti membuat gaduh kinerja pemdampingan di Sultra,” ujar Sirajudin, Sabtu (3/11/2018).

Pendamping desa yang mencalonkan diri di Pemilihan Legislatif 2019, lanjutnya, menolak mundur karena langkah yang diambil oleh kadis PMD tidak prosedural. Mereka juga akan menggugat ke PTUN terkait keputusan itu.

“Kami lagi diskusikan untuk menggugat Eko Purwanto, karena telah mengganggu konsentrasi dan menyebar ujaran kebencian,” tambahnya.

KLPP Sultra sebelumnya ikut menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPRD Sultra. Dalam rapat Eko Purwanto menginginkan adanya ketegasan dari DPMD Sultra terhadap pendamping dengan yang menjadi caleg. Perlu ada sanksi kata dia, karena telah melanggar kontrak untuk tidak berpartai.

Pihak DPMD Sultra pun menindaklanjuti aduan itu dengan mengeluarkan surat permintaan mengundurkan diri bagi pendamping desa baik tenaga ahli kabupaten, pendamping desa, pendamping lokal desa yang mencalonkan diri di Pileg 2019.

Dalam pernyataan sikapnya terkait surat bernomor: 881 /1103/DPMD tertanggal 22 Oktober 2018 tersebut, tenaga pendamping profesional Provinsi Sultra menyatakan menolak mengundurkan diri dengan dasar pertimbangan sebagai berikut.

1. Berdasarkan Surat Kepala DPMD Provinsi Sultra tentang permintaan pengunduran diri sebagai tenaga pendamping profesional sesuai pion 1 berdasarkan Surat Direktur Pemberdayaan masyarakat Desa Ditjen PPMD Kemendesa, Pembangunan Daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor: 727/DPMD.6/XI/2016 tanggal 17 November, perihal SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional Sangat Jelas Tertulis pada penjabaran soal Tata prilaku (code of conduct) poin G jelas tertulis bahwa jabatan publik: pendamping profesional tidak di perbolehkan menduduki jabatan public/kepengurusan partai politik dengan poin ini jelas kami sekali pun tercatat sebagai daftar calon tetap calon anggota legislatif dan memiliki kartu anggota sebagai syarat yang harus dipenuhi saat mendaftarkan diri menjadi bakal calon, tetapi kami bukan pengurus dari partai politik dimana kami masuk sebagai calon anggota legislatif.

2. Sesuai Surat Edaran KPU RI tanggal 25 Juli 2018 Nomor 748/PL.01.4-GD/06/KPU/VII/2018, perihal kewajiban mengundurkan diri terkait penjelasan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang tertuang dalam surat edaran tersebut pada point 2 dinyatakan bahwa selain yang disebut secara tegas dalam PKPU Nomor 29 Tahun 2018 tidak wajib mundur dari pekerjaannya. Dalam hal ini kami tenaga pendamping profesional yang bekerja outsourcing yang dikontrak pertahun anggaran dan penggajiannya melekat pada belanja pengadaan barang dan jasa tidak wajib mundur.

3. Terkiat surat kepala DPMD Provinsi Sultra Nomor 881/1103/DPMD tertanggal 22 Oktober 2018 tentang Permintaan Mengundurkan diri dari tenaga pendamping profesional Provinsi Sultra, menurut kami sangat tidak prosedural dan melanggar SOP pendampingan karena dilakukan oleh sepihak tanpa konfirmasi dan tidak sesuai dengan mekanisme yang tertuang dalam SOP, perihal pemutusan kontrak atau pemberhentian sementara maka yang tercantum dalam pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping profesional harus dilakukan forum pembuktian dan rekomendasi dari konsultan manajemen wilayah.

4. Bahwa pada penjabaran kode etika pendamping profesional dari semua poin dan penjelasannya tidak ada satu poin pun yang menjelaskan terkait dengan posisi kami sebagai caleg melanggar kode etika sebagai pendamping profesional.

5. Bahwa sejak kami ditetapkan calon tetap, kami tetap menjalankan tugas-tugas kami dan memenuhi segala bentuk kewajiban kami sebagai tenaga pendamping profesional.

6. Bahwa kami sejak terdaftar sebagai calon tetap calon anggota legislatif kami tidak pernah menerima gaji atau insentif dari keuangan negara dari sumber lainnya selain gaji/honor kami di P3MD.

7. Bahwa terkait dengan kontrak kerja kami itu dilakukan setelah kami dinyatakan lulus sebagai tenaga pendamping profesional melalui seleksi nasional dan keberadaan kami yang selama ini telah berbakti dalam keberhasilan program P3MD telah menjalankan tugas tugas sesuai dengan kewajiban kami dan telah mematuhi segala peraturan dan petunjuk program yang tertuang dalam SOP.

8. Bahwa kami tidak menerima intervensi dari pihak luar yang mencoba mengacak-acak semua struktur yang ada dalam P3MD baik di provinsi sampai ke desa, karena dari hasil kajian kami bahwa segala yang berhubungan dengan permasalahan pada pendamping profesional diselesaikan secara berjenjang dan sesuai mekanisme yang tertuang dalam SOP pendamping profesional.

9. Bahwa sesuai SOP tenaga pendamping profesional kiranya dapat dilahirkan keputusan yang bijak dan mengikuti alur penanganan masalah secara berjenjang, karena kami dikontrak setelah melalui proses seleksi formal dan dinyatakan lulus sebagai pendamping baru dilakukan penandatanganan kontrak dan segala kebijakan daerah menurut kami harus mengacu kepada kebijakan nasional, artinya harus berlaku dan diberlakukan di seluruh Indonesia dan proses pengambilan keputusan harus berjenjang.

10. Bahwa Surat Kepala DPMD Sultra syarat muatan politik karena menurut kami seharusnya KPA/SATKER P3MD Provinsi Sultra harus melakukan konsultasi pada SATKER PUSAT/Konsultan Manajemen Pusat P3MD dan meminta surat resmi terkait persoalan ini dan tidak seharusnya menembuskan surat kepada DPRD Provinsi, karena menurut kami dalam proses penyelesaian masalah itu dilakukan mengacu kepada SOP dan pihak pihak yang disurati secara teknis dan kinerja tidak ada relevansi kerja dan tidak termasuk struktur dalam P3MD dengan ini, kami berkebaratan dan jika Pihak DPRD Provinsi ingin menegakan keadilan hukum kepada semua struktur P3MD dan seluruh tenaga pendamping profesional, dalam menyikapi pelaksanaan program harus menyeluruh dan mari kita bekerjasama menyikapi persoalan ini sampai tuntas karena kami selama ini telah bekerja maksimal dan apa pun keputusan yang lahir kami hanya patuh kepada kebijakan secara nasional.

11. Bahwa dengan adanya surat permintaan pengunduruan diri kami sebagai pihak terkait dengan tegas menolak untuk mengundurkan diri karena keputusan ini sangat tidak prosedural dan merugikan kami secara sepihak dan surat yang dikirimkan kepada kami cacat hukum karena dikeluarkan tanggal 22 Okotber 2018 sementara RDP bersama DPRD Provinsi pada tanggal 30 Oktober 2018, kami sebagai warga negara akan menempuh jalur hukum PTUN dan akan memperjuangkan sampai pada keputusan final.

Pihak Satker P3MD Sultra sebelumnya menyatakan pendamping desa menjadi caleg mundur dari jabatannya sesuai SOP pendamping. Sebab jelas tertulis bahwa pendamping profesional tidak diperbolehkan menduduki jabatan publik/kepengurusan partai politik. Jika tidak, pihaknya mengambil langkah tegas menghentikan profesi mereka sebagai tenaga pendamping Kementerian Desa.

Laporan: Akhir Sanjaya
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan